Judul Asli : GADIS KRETEK
Penulis : Ratih Kumala
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Editor : Mirna Yulistianti
Desain & Ilustrasi Isi : Iksaka Banu
Cetakan I : Maret 2012 ; 276 hlm
Awal Maret kemarin salah seorang teman menunjukkan sebuah ‘cover’ sampul buku yang akan rilis,
sekilas kukira kisah tentang Ibu Kartini (maklum dari hanya melihat sekilas),
karena suka dengan kisah sejarah, maka ku-iyakan saja pre-order buku ini. Dan
ternyata saat menerima bukunya, lho judulnya “Gadis Kretek” ...berarti pasti tentang rokok – sesuatu yang sangat
tidak aku sukai. Tetapi ada pepatah mengatakan ‘don’t judge by its cover’ atau ‘jangan
menilai hanya berdasarkan tampilan luarnya’, selidiki dahulu kebenaran isinya,
maka setelah sekian bulan terlupakan, kuraih buku ini dan memulai kisahnya ...
Ternyata sangat menarik !!! Walau tidak pada awal-awal kisah, justru
menjelang separuh buku, kisah tentang pergulatan dan perjuangan hidup manusia
dengan menggunakan latar belakang budaya serta sejarah bangsa Indonesia,
semakin mencekam dengan ketegangan sekaligus pembelajaran --- setidaknya diriku
belajar tentang hal-hal baru, tentang sejarah pembuatan rokok, walau produknya
tak kusukai secara pribadi, tapi proses yang dilakukan pasti ‘mengundang selera’
kebanyakan orang untuk menyimak lebih dalam.
Kisah yang dibuka dengan kondisi Bp. Soeraja – pemilik Rokok Kretek
Djagad Raja yang terkenal, beliau sakit keras dan boleh dikatakan ‘tinggal-menunggu-waktu’.
Maka tak heran jika ketiga putranya Tegar, Karim dan Lebas segara dipanggil
menengok sang ayah. Ternyata selain kesakitan, beliau juga ‘menderita’ sesuatu,
karena beberapa kali mengigau, menyebut nama seorang wanita yang dipanggilnya
Jeng Yah. Anehnya tiada yang mengetahui siapa wanita yang disebut-sebut dalam
kondisi setengah sadar itu. Maka demi membantu ‘kelancaran-perjalanan’ sang ayah
yang bersiap-siap berangkat ke ‘tempat lain’ – ketiga putranya sepakat untuk
mencari tahu siapakah Jeng Yah sebenarnya.
Berbekal sedikit petunjuk dari sang ayah, Lebas – putra ketiga berangkat
terlebih dahulu menuju kota Kudus, tempat dimana Jeng Yah berasal. Disusul
kemudian oleh kedua kakaknya, para putra serta pewaris Rokok Kretek Djagad Raya
ini menelusuri jejak keberadaan Jeng Yah yang ternyata terkait dengan sejarah
perusahaan rokok di masa lalu. Tanpa menyadari bahwa perjalanan mereka justru akan
menguak sebuah rahasia kelam yang disembunyikan sekian tahun, demi ketamakan
serta perebutan kekuasaan, pengkhianatan serta penipuan dilakukan, meninggalkan
banyak korban.
Jika ada yang mengatakan pelajaran
sejarah adalah sebuah topik yang membosankan, maka kemungkinan sang guru
sejarah bisa ‘belajar’ melalui sang penulis, karena alih-alih bosan dan jenuh,
diriku tenggelam dalam penggambaran kehidupan para pembuat rokok kretek, mulai
dari proses awal seperti pengeringan, pemberian ‘bumbu’ (ya benar, rokok yang ‘sedap’
harus diracik dan dibumbui dengan bumbu-bumbu tertentu), bahkan dilinting
(digulung dengan tangan) dan dilem dengan ludah, ternyata membuat sebuah rokok
lebih ‘special’ dan bisa berharga mahal. Bayangkan !! Penulis bahkan bisa memasukkan
unsur-unsur kepercayaan pada jaman dahulu, seperti kelahiran bayi oleh bidan
khusus dan harus ditunggui ari-arinya selama beberapa hari.
Dan ini dipadu dengan fakta sejarah mulai era penjajahan Belanda,
masuknya Jepang hingga menjelang Kemerdekaan RI serta permberontakan G30S PKI.
Ouww .... bagaikan memasuki dunia yang berbeda. Apalagi saat kisah perjalanan
Dasiyah – anak gadis Idroes Moeria, yang merupakan pengusaha pelopor pembuatan
pabrik kretek terbesar pada jaman itu. Sedemikian menariknya kisah di masa
lampau ini, membuat diriku sedikit kecewa setiap saat penulis ‘menarik’ diriku
kembali ke masa kini, kembali pada perjalanan ketiga putra Soeraja. Malahan
jika diperbolehkan mengganti ‘channel’
seperti saat menonton televisi, maka diriku akan menetap dan melihat khusus
kisah perjalanan cikal-bakal serta keturunan keluarga Dasiyah (^_^)
~ Iksaka Banu ~[ source ] |
Sebelum menutup kisah yang menakjubkan ini, ada satu hal lagi yang
membuatku sangat suka dengan “Gadis Kretek” --- ilustrasi yang dibuat oleh
Iksaka Banu sungguh-sungguh sangat bagus, beliau mampu menangkap maksud penulis
dan membuat desain yang tepat dengan tema dan tujuan kisah ini. Dengan warna
dominan kecoklatan, mengingatkan kesan tempo dulu, mulai dari sampul depan
hingga ilustrasi isi hitam-putih, sungguh, diriku sebagai pembaca sangat ‘dimanja’
dengan berbagai sentuhan yang terkemas dalam novel ini. Terima kasih atas
terciptanya suatu karya seni serta kolaborasi yang menarik untuk disimak lebih
lanjut, jika ada kesempatan akan karya lain di kemudian hari ...
Tentang Penulis :
[ source ] |
Ratih Kumala, lahir di Jakarta, tahun 1980. Ia telah menerbitkan beberapa
karya fiksi, di antaranya Tabula Rasa (novel, 2004), Genesis (novel, 2005),
Larutan Senja (kumpulan cerpen, 2006), dan Kronik Betawi (novel, 2009). Gadis
Kretek adalah karyanya yang ke-5. Jika Kronik Betawi ide dasarnya diambil dari
akar keluarga almarhum papahnya, maka Gadis Kretek diambil dari akar keluarga
mamahnya. Tak hanya fiksi, ia juga menulis skenario untuk televisi. Ia tak
pernah alpa percaya bahwa dirinya adalah penulis profesional yang bisa menulis
(dan mempelajari) genre tulisan apa pun. Kini Ratih hidup di Jakarta bersama
suaminya yang juga penulis, Eka Kurniawan, serta putri mereka, Kidung Kinanti
Kurniawan. Ia bisa dikunjungi di http://ratihkumala.com dan sapa ia di akun twitter @ratihkumala.
Best Regards,
Hahaa...betul! Aku lebih pengen ngikutin perjalanan hidup tokoh2 di masa lampau ketimbang membaca ttg Lebas dkk. Gadis Kretek ini adalah historical fiction karya anak negeri yg paling aku suka (selama ini), karena mampu menghibur sekaligus mempelajari sejarah.
ReplyDelete