Judul Asli : ROBINSON CRUSOE
Copyright © by
Daniel Defoe
Copyright ©
2010 Penerbit Elex Media Komputindo
Alih Bahasa :
Peusy Sharmaya
ISBN : 978-979-27-8093-2
| 2010 | 506 hlm
[ Review in Indonesia & English
]
~ Chapter I –
III : Between Adventures ~
Terlahir pada tahun
1632 di kota New York, sebagai putra ketiga dari keluarga yang cukup berada,
pemuda Robinson Kreutznaer, yang
kemudian dikenal sebagai Robinson Crusoe memiliki kenyamanan dalam kehidupannya
berkat dukungan serta kasih sayang kedua orang tuanya. Namun beranjak remaja,
jiwa muda yang bebas menuntut suatu petualangan yang mendebarkan dan ia
senantiasa memimpikan menjelajahi dunia baru diluar wilayah kehidupannya. Dan
suatu hari, tanpa mengindahkan larangan serta peringatan kedua orang tuanya,
terutama sang ayah yang mengetahui putranya yang belum memiliki pengalaman
maupun pemahaman tentang kehidupan dunia luar – pemuda ini mengikuti dorongan
hatinya, berlayar, berpetualang di lautan bebas. Pelayaran pertama yang
dijalaninya, membawa pada musibah badai dahsyat yang menakutkan, sesuatu yang
belum pernah ia bayangkan. Ketakutan akan kehilangan nyawanya, berakhir pada
penyelamatan – ia berhasil keluar dengan selamat dari badai dan mendarat di
suatu pulau. Jika saja ia memiliki akal sehat, tentunya ia segera kembali
pulang ke kediaman orang tuanya. Dan sekali lagi jiwa muda yang pemberontak,
serta rasa malu dan enggan, membuatnya memutuskan untuk kembali berpetualang
dan kembali berlayar.
“...betapa tidak layaknya dan tidak rasionalnya sifat umum manusia, khususnya orang muda, terhadap pertimbangan yang sehat yang seharusnya menuntun mereka dalam menghadapi kasus seperti ini, yaitu bahwa mereka tidak malu terhadap dosa, tetapi merasa malu untuk bertobat ; tidak merasa malu atas tindakan yang membuat mereka dipandang sebagai orang bodoh, tetapi malu untuk kembali, yang sebenarnya dapat membuat mereka dipandang sebagai orang bijak.” [ p. 24 ]
Robinson
menjalani petualangan baru, berlayar serta berdagang, hingga suatu saat cobaan
baru menimpa dirinya. Perompak membajak kapal serta isinya, dirinya tidak
terbunuh namun dijadikan budak sang kapten bajak laut. Setelah lebih dari 2
tahun menjadi tahanan di pulau terpencil dan bekerja sebagai budak kaum Moor,
Robinson menemukan jalan dan ia melarikan diri bersama salah satu budak lain,
menuju lautan bebas, menemui orang-orang liar di pulau-pulau tak dikenal,
hewan-hewan buas di lautan dan di daratan, hingga perjalan panjang membawanya
ke suatu pulau kosong, yang dihuni orang-orang kulit hitam dalam kehidupan
primitif. Beradaptasi dan menjalin hubungan unik antara sesama makhluk hidup,
Robinson dan budak yang bernama Xury, mampu menjaga diri mereka hingga suatu
hari muncul kapal Portugis yang akhirnya bersedia membawa kembali Robinson ke
peradaban, mereka mengantarnya ke wilayah Brasil.
[ source ] |
Di sanalah
Robinson berjuang menjalani kehidupan baru sekali lagi dan membuka lahan
perkebunan. Keuletan serta ketekunannya membuahkan hasil, setelah hampir 4
tahun hidup di Brasil, ia mampu meningkatkan taraf kehidupannya menjadi
pengusaha serta pemilik lahan perkebunan yang luas serta memberikan hasil
berlimpah. Hingga suatu tawaran baru menggoda dirinya, menjanjikan petualangan
mendebarkan serta prospek kekayaan yang lebih banyak, membuatnya memutuskan
kembali berlayar menyusuri jejak pelariannya. Tawaran untuk berdagang
orang-orang kulit hitam sebagai budak, dengan cara ‘mengambil’ langsung dari
sumbernya di Guinea, memutus mata rantai jalur resmi yang disahkan melalui
perjanjian Raja Spanyol dan Portugis, membuat Robinson yang pernah tinggal
dengan orang-orang tersebut sebelum ia diselamatkan oleh kapal Portugis,
memiliki keuntungan ditunjuk sebagai perwakilan para pemilik perkebunan di
Brasil. Semua perlengkapan dan persiapan matang telah dilakukan, dan
berlayarlah Robinson, tanpa menyadari ia telah menandatangani surat-perjanjian
baru bagi kehidupannya. Dan kehendak Tuhan membawanya pada petualangan tak
terlupakan bagi pemuda Robinson.
“Keinginanku untuk melakukan pelayaran guna mendapatkan lebih banyak uang lagi itu bisa jadi merupakan hal yang salah. Namun aku, yang terlahir untuk menjadi perusak diriku sendiri, tidak bisa menolak tawaran itu seperti juga saat aku tidak bisa membendung hasratku saat saran baik ayahku kusia-siakan begitu saja.” [ p. 66 ]
~ Chapter IV –
XX : Survive-Stranded-Surviving ~
[ source ] |
Badai
mengerikan menerjang kapal Robinson, meluluh-lantakkan segalanya tanpa ada yang
tersisa – kecuali pemuda Robinson yang berhasil selamat dan terdampar di sebuah
pulau tak dikenal. Ia adalah satu-satunya manusia yang selamat dari seluruh
awak kapal. Pulau itu tampak tandus dan tiada penghuni yang tampak kecuali
beberapa hewan liar. Ketakutan serta kengerian melanda dirinya, namun insting
untuk bertahun hidup memaksanya mencari jalan. Mulai dari mencari makanan serta
minuman, mengusahakan tempat berlindung sekaligus beristirahat, membuat
pertahanan terhadap hewan liar, mencari jalan guna menyibukkan benaknya dari
berbagai hal mengerikan yang sanggup melumpuhkan seluruh tubuhnya. Ia memutar
otak dengan memanfaatkan kondisi serta hal-hal yang ada di sekelilingnya,
membuat sesuatu dari nol dengan peralatan seadanya. Kesabaran dan ketekunan,
latihan untuk membuat disiplin dirinya dengan jadwal yang disusun setiap hari,
menjalani satu-demi-satu rencana jangka pendek dan jangka panjang. Tatkala ia
menemukan sebuah pena, maka sebuah jurnal pribadi dibuat untuk mengingat
sekaligus tetap membuat kesadaran dirinya bekerja – sebagai satu-satunya
manusia di sebuah pulau kosong di tengah lautan bebas.
Kesan :
[ source ] |
Saat pertama
kali membaca kisah ini, kubayangkan kisahnya tidak akan jauh berbeda dengan kisah
Treasure Island karya Robert Louis Stevenson, bahkan menjelang seperempat
halaman, kisahnya sungguh serupa dengan petualangan keluarga yang terdampar di
suatu pulau tak dikenal, kisah klasik yang dikenal sebagai Swiss Family
Robinson karya Johann David Wyss, yang menjanjikan petualangan seru dengan
bumbu adegan yang dianggap ‘barbar’ karena menggambarkan kehidupan liar tak
berperi-kemanusiaan. Alangkah terkejutnya dirku saat menemui penggambaran
perjalanan sosok Robinson Crusoe justru lebih dalam pada perenungan akan
pencarian jati diri seorang manusia.
Memasuki adegan
dan perjalanan jurnal kehidupan semenjak ia terdampar di suatu pulau tak
dikenal, tanpa teman ataupun manusia lain yang bisa menjadi teman berbicara,
sosok Robinson digambarkan sangat menyentuh dengan jeritan hatinya, ketakutan
akan bayang-bayang mengerikan yang akan dijalaninya, kemarahan kepada Tuhan
karena membuatnya ‘menderita’ dan menjalani ‘hukuman’ terdampar tanpa diketahui
siapa pun. Dan yang membuat kisah ini semakin menarik untuk disimak lebih
dalam, perjuangan berat bukan saja terjadi pada kegiatan fisik yang harus ia
lakukan dari nol, tanpa bekal atau peralatan apa pun, sekaligus pengalaman atau
pun pengetahuan memadai untuk melakukan apa pun dalam kondisi yang ia hadapi –
tetapi justru yang terberat adalah pergulatan batin serta pikiran yang harus ia
jalani setiap saat, bagaimana membuat pikiran positif sebagai penggerak utama
untuk tak putus asa atau menyerah pada keadaan.
“Aku memiliki harapan yang tipis terhadap situasiku. Aku tidak akan terdampar di pulau ini kalau saja tidak terdorong oleh keinginan untuk memperdagangkan manusia di luar batas. Aku memiliki alasan kuat untuk percaya bahwa apa yang terjadi padaku adalah ketetapan dari Surga, bahwa di tempat terpencil dan dengan cara menyedihkan seperti ini, hidupku akan berakhir.” [ p. 102 ]
Setiap paragraf
dan kalimat yang disusun sebagai jurnal pribadi – buah pikiran sosok Robinson,
sungguh mengena dan menyentuh, bagaikan membaca kutipan puitis ala Paulo Coelho
namun dengan pemahaman akan realita dan penerimaan kehidupan seperti
kisah-kisah Mitch Albom, maka tak pelak lagi kisah ini menempati tempat khusus
di hatiku. Sudah cukup lama saat tahun lalu diriku ‘tergerak’ saat membaca
kisah ‘Uncle Tom’s Cabin’ karya Harriet Beecher Stowe, yang membuatku ingin
‘menggaris-bawahi’ setiap untaian kalimat, dan Robinson Crusoe menimbulkan
dampak yang serupa. Meski sosok Robinson memperoleh inspirasi dari satu-satunya
buku yang bisa ia selamatkan dari reruntuhan kapal, yaitu Alkitab, penuturannya
jauh dari kesan menggurui atau mengacu pada paham keyakinan tertentu. Bahkan
sosok Robinson dapat dikatakan sebagai jiwa yang tersesat dan tak mengenal
Tuhan, hingga ia dihadapkan pada kenyataan bahwa kini ia hidup seorang diri di
sebuah pulau dan satu-satunya penyelamat yang senantiasa mendampinginya adalah
Tuhan.
“Aku menceritakan keadaanku dalam tulisanku, bukan agar dibaca oleh orang yang menemukannya, karena tipis sekali kemungkinannya, melainkan agar aku bisa menuangkan isi pikiranku dan mencurahkan isi perasaanku. Saat pikiranku mulai dapat mengatasi kesedihanku, aku mulai dapat menghibur diriku sendiri dan mengatasi pikiran jahat yang bisa membuatku terjerumus – dengan menghadirkan sisi jahat dan sisi baik, negatif dan positif secara berdampingan” [ p. 102 ]“...inilah kesaksian tak terbantahkan bahwa sekalipun kehidupan di dunia ini begitu mengerikan, selalu ada sesuatu yang negatif maupun positif yang bisa disyukuri – bahwa kita selalu bisa menemukan sesuatu di dalam peristiwa apa pun untuk menghibur diri kita, dan untuk memilih jalan hidup kita di antara hal yang baik dan yang jahat.” [ p. 109 ]
[ source ] |
Robinson Crusoe
terdampar di pulau tak dikenal pada tanggal 30 September 1659 dan menjalani
bulan demi buan, tahun demi tahun, dari sekedar bertahan hidup sekadarnya
hingga membuat perencanaan jangka panjang untuk menikmati hari demi hari,
melawan segala sesuatu yang membuatnya takut, lemah bahkan jatuh sakit hingga
sekarat, bangkit kembali dari kematian, bertarung dengan keliaran serta
makhluk-makhluk yang tak memiliki akhlak serta budi pekerti. Kerasnya kehidupan
menempa dirinya menjadi kuat sekaligus lebih memahami tentang makna kehidupan,
bahkan menghargai keselamatan jiwa makhluk lain. Meski pada beberapa bagian
kisah petualangannya sedikit berlebihan (yang mengingatkan diriku akan
ketidak-akuratan kisah Swiss Family Robinson, menunjukkan sang penulis tidak
benar-benar memahami atau membuat riset akan fakta-fakta sejarah), secara
keseluruhan ini adalah kisah yang membawa diriku ber-kontemplasi guna menemukan
apa tujuan serta makna kehidupan yang kujalani.
“...kini aku melihat kembali kehidupan masa laluku dengan rasa ngeri, di mana dosa-dosaku terlihat begitu mengerikan, sehingga jiwaku hanya dapat mencari pembebasan dari Tuhan, dari beban kesalahan yang membuat diriku merana. Siapa pun yang mencari dan dapat merasakan hal-hal yang sejati, mereka akan menemukan bahwa pembebasan dari dosa adalah anugerah yang lebih besar daripada pembebasan dari penderitaan. Inilah makna Kebebasan Sejati.” [ p. 163 | from the excerpt : “Berserulah kepada-Ku di waktu kesesakan, Aku akan membebaskan kamu.” ]“Melalui belajar secara terus-menerus dan dan penerapan yang serius terhadap firman Tuhan dan anugerah-Nya, aku mengetahui lebih banyak sekaligus memperoleh pengetahuan yang berbeda daripada sebelumnya. Aku kini memandang dunia sebagai sesuatu yang jauh dariku, yang tidak bisa kuharapkan maupun kuinginkan. Demikianlah aku memandangnya, sebagaimana yang mungkin akan kita lihat di kemudian hari, yaitu dunia sebagai tempat aku hidup, tetapi kemudian akan kutinggalkan.” [ p. 213 ]
Conclusion :
~ Robinson & Man Friday ~[ source ] |
This story it’s
about the journey of a young man named Robinson Crusoe, who at early age act
careless and rebellious, do anything just for the thrill of wild adventures,
despite his family and loving parents advice. He stumble into several occasinal
that nearly taking his life, but he too stubborn and ignorance to see the
‘sign’ until he finally have to face a dreadful reality, stranded in the middle
of nowhere, without anyone accompany him, trying to survive without anything in
the wild unknown island. If you looking for adventures and action in this
story, you’ll never regret it. Specially the character journey, will take on
the wild places, in the open seas or unknown islands.
With special
additional if I can says, Robinson Crusoe also gave a full disclosure on how a
man seek-out the meaning of life its self. Written as a personal journal,
provide an access for us – the reader to feel, to act, to understand, and get
inside the mind of Robinson Crusoe, while he fight his battle every day for
over than twenty years, experience his happiness, sadness, fear, weakness and
strength to face the enemy who not only came from outside but mostly coming for
inside – from deep thought and consciousness. There’s so many quotes and
passage that really good, remind me a little-bit back then when I read ‘Uncle
Tom’s Cabin’ by Harriet Beecher Stowe, makes this book not only just a simple
fiction but more like fiction to contemplate with our thought. But don’t you
worried, it’s quite a light reading, all the passage are written just like we
listening from the character (one way conversation), a simple paragraph but
with deep meaning. It’s a wonderful and beautiful story, just don’t mixed-up
with the movies ‘Cast Away’ starring by Tom Hanks (my first imagination on the
movie, but at the midde until the end, it’s a very different experience ...
trust me, it’s worth it if you have not yet reading it)
Note : this
story ended with a paragraph that there will be another adventures, another
journey of Robisnon Crusoe, and after looking up there is another sequel with
the title ‘The Farther Adventures of Robinson Crusoe’ – well, I will make time
to search and reading it this year, after all, I’m really curious on how he
(Robinson Crusoe) will finished all his voyage to find his dreams.
[ more about
this author, books, and related adaptations, check on here : Daniel Defoe |
Robinson Crusoe | The Farther Adventures of Robinson Crusoe | Movie Adaptations
]
Best Regards,
Yay! You finished it at last. I'm still on the 11th chapter but rapidly going towards the end. I'll continue reading it after my final project presentation on Wednesday. By the way, can I put this to the linky of the readalong?
ReplyDelete