WELCOME

For everyone who love classical stories
from many centuries until millenium
with some great story-teller around the world
these is just some compilation of epic-stories
that I've read and loved so many times
... an everlasting stories and memories ...

Translate

Showing posts with label Alexandre Dumas. Show all posts
Showing posts with label Alexandre Dumas. Show all posts

Monday, March 18, 2013

Books "THE THREE MUSKETEERS"


Judul Asli : THE THREE MUSKETEERS
By Alexandre Dumas [ first serialized in 1844 ]
Adapted by Clarissa Hutton
Pictures and illustrations by Brett Helquist
Adapted text copyright © 2011 by HarperCollins Publishers
Illustrations copyright © 2011 by Callicter-Helquist Creative LLC
ISBN 978-0-06-206013-6 | 374 p

When I bought this edition, simply because the catching and beautiful illustrated in the cover (and there’s several inside the book), in additional it was on bargain price too ... never realize that it was retold for younger reader, so this stories will be edited and more approachable to classic beginner. That’s why I also read the translation edition who had unabriged version [ you can read my review on this edition at here : Trio Musketri ].

Alexandre Dumas was one of my favorite author, ever since I read The Count of Monte Cristo, a story about innocent victim who not only survive from death-penalty that giving by his enemy, but also immerge from the death, establish a new life with only one purpose : to get-back and revenge everyone who betrayed him. If TcoM full with dark-thought, how a kind and gentle person changes after years being torture (mostly on his mind), The Three Musketeers offers another side of adventures and heroisme, by bringing back the life of Musketeers – the loyal army who their duty is to protect the King and the Queen of French, by all means from enemy from outside, and also from inside.

~ Queen Anne of Austria ~ [ source ]
This story not only provide an advetures, it’s also mixed with romance involving scandal, hidden agenda and conspiracy (what an interesting themes from a story). Using the naive young character named d’Artagnan, a boy from Gascon who have high dreams becoming member of the legendary Musketeers. Despite all the slogan of honor and heroisme who often mention during the story, I think the author also point at the truth behind the life among high society especially in Royal Family. Sets on 17th century, when French rules by King Louis XIII who constantly disagree with Cardinal Duc de Richelieu, where they both have big influence and great army of their own, split the nation into continously-war, and involving anothers as alliance such as Spain and England.

While Cardinal Duc de Richelieu, preparing secret conspiracy to break the union between England and French, using romance scandal between Queen of French with Duke of Buckingham – appointed illaison from Queen of England, his plan interupted by young d’Artagnan, naive, reckless, and have high spirit when he determine to pursue his dreams. When d’Artagnan meet Milady – a beautiful and irressitable woman, who also works as spies and ruthless assasin for Cardinal, they life changing into spider-web, involving others life and death. And the adventures begins (^_^) .... This first part of serialized from d’Artagnan Romances [ follow by Twenty Years After and The Vicomte of Bragelonne : Ten Years Later ] will gave you a tour on French Kingdom, the hidden secret lies beneath all the glamour life of high society, the war inside the Kingdom its self, where everyone have their own agenda.

Note : despite d’Artagnan was the main character of this story, the author also gave amount portion on others musketrees, between Athos, Aramis and Porthos, but the biggest and most remembering episode was between Athos and Milady, that until the end makes an expression that cannot easly forget by readers, just like when I finished reading The Count of Monte Cristo, you will pressume that Edmond Dantès | Count of Monte Cristo and Maximillian Morrel, but at the end my lasting impression caught on Albert Morcerf – another victims who taking his own destiny, just like Athos.

[ more about the author, books, and related adaptations, check on here : Alexandre Dumas | The Three Musketreers | Illustrations by Bret Helquist | Movies Adaptation (1993) | Movies Adaptation (2011) | All Movies Adaptation ]

I read this book together with Fanda, Melisa and Althesia.

Best Regards,

Books "TRIO MUSKETRI"


Books “TRIO MUSKETRI” 
Judul Asli : THE THREE MUSKETEERS
Copyright © Alexandre Dumas
Penerbit : PT Serambi Ilmu Semesta
Alih Bahasa : Hera Diani
Editor : M. Sidik Nugraha
Cover by Gilang | iggrafix
Cetakan I : Januari 2010 , 540 hlm

Siapa yang tak kenal dengan kisah petualangan para musketri yang dipopulerkan dengan slogan ‘All For One and One For All!” terutama lewat adaptasi film dan drama yang telah dilakukan berkali-kali. Walau sedikit malu, perkenalan awalku dengan kisah klasik ini justru dimulai dari film adaptasi layar lebar yang rilis pada tahun 1993, dibintangi oleh Chris O’Donnell sebagai pemuda d’Artagnan, didampingi Kiefer Sutherland (Athos), Charlie Sheen (Aramis), Oliver Platt (Porthos) dan Rebecca de Mornay (Milady), hingga pada tahun 2011 akhirnya menemukan versi terjemahan terbitan Serambi. Sayangnya, perkenalan awal sebagai pembaca pemula kisah klasik, menghambat proses pemahaman diriku, yang akhirnya berbuntut pada ‘mogok’ ditengah jalan alias tidak meneruskan membaca kisah ini hingga akhir.

Kemudian di tahun 2012, melalui BBI (Blog Buku Indonesia) serta gathering Serambi di Surabaya, diriku berkenalan dengan para penggemar kisah-kisah klasik yang mendorongku untuk mencoba kembali bacaan klasik yang memiliki wacana serta sumber yang sangat luas. Alhasil setelah beberapa kali mencoba, ternyata bacaan klasik memiliki suatu ‘keunikan’ serta menawarkan dunia yang berbeda bagi penikmat buku. Sebagaimana seorang pemula di dunia bacaan klasik, memiliki panduan serta pedoman untuk menemukan selera serta menimbulkan daya tarik dan minat, sangatlah penting agar tidak tersesat di dalam lika-liku dunia buku yang telah berusia berabad-abad ini. Untungnya diriku menyukai detail-detail sejarah, sehingga pencarian akan kisah klasik dari berbagai variasi genre, berhasil meningkatkan minat untuk menekuni bacaan jenis ini.

Dan tahun ini, perkenalan dengan petualangan epik kembali dimulai setelah beberapa teman menyatakan diri hendak membaca bersama (salah satu kiat untuk membangkitkan semangat membaca, cari teman yang memiliki minat sama dan buat semacam klub buku). Anehnya setelah lewat lebih dari setahun, pemahaman tentang kisah ini justru lebih mudah daripada pengalaman pertama, dan yang pasti jauh lebih mengasyikkan. Seperti juga saat diriku menikmati membaca kisah Harry Potter entah untuk yang kesekian kalinya (dan tak pernah bosan sama sekali), maka beberapa kisah-kisah klasik juga memiliki kesamaan, semakin sering dibaca ulang, justru semakin menarik bukannya membosankan ... tidak percaya ? Silahkan dicoba terlebih dahulu, jika Anda pecinta berbagai kisah, dijamin justru bisa ketagihan (^_^)

Sedikit berbeda dengan persepsi adaptasi film layar lebar, terutama buatan Hollywood, maka The Tree Musketeers menyajikan drama kolosal berlatar belakang sejarah konflik berkepanjangan antara kerajaan Inggris dan Perancis pada abad ke-17. Melalui salah satu tokoh utama, pemuda berusia 18 tahun bernama d’Artagnan, berasal dari wilayah Gascon dan keluarga terhormat yang tidak seberapa mampu, mengejar impian masa depan dengan berusaha bergabung dengan pasukan musketri yang tersohor sebagai pelindung Penguasa Perancis. Pada masa tersebut, latar belakang keluarga sangat menentukan masa depan seseorang, maka untuk memasuki dunia yang  terbilang ‘elite’ dibutuhkan sponsor atau rekomendasi khusus, seandainya seseorang tak memiliki keberuntungan, dilahirkan sebagai keturunan bangsawan kaya dan terhormat (kriteria ini acapkali justru bertolak belakang dengan sifat dan karakter yang terpuji, menjadi bahan sorotan para penulis kisah-kisah klasik).

D’Artagnan memiliki surat pengantar yang ditulis oleh ayahnya, ditujukan kepada Monsieur de Treville – pimpinan pasukan Musketri. Namun akibat kecerobohan serta darah-panas pemuda yang masih ‘hijau’ ini, surat tersebut hilang, dicuri oleh pria aneh yang akan menjadi lawan tanding dalam petualangan ini. Dengan penuh tekad bulat dan pantang menyerah, pemuda ini tetap berangkat menemui Kapten de Tréville, yang membawa pertemuan dirinya dengan sosok Athos, Aramis serta Porthos yang dikenal sebagai Three Musketeers yang tak terkalahkan, kepercayaan sang Kapten sekaligus anak buah yang paling sulit diatur karena tak menyukai tata cara serta senantiasa bentrok dengan pasukan Kardinal Duc de Richelieu. Kerajaan Perancis saat itu diperintah oleh Raja Louis XIII yang sering tidak sepaham dengan kebijakan sang Kardinal yang juga memiliki agenda tersendiri. Karena masing-masing memiliki pengaruh serta berusaha memperluas kekuasaan dengan memperkuat pasukan masing-masing, tak pelak berbagai konflik sering muncul di antara para pengikut mereka.

Perseteruan dalam satu negara akibat adanya dua kubu yang cukup kuat dan berbeda keinginan ini dimanfaatkan oleh negara-negera lain serta pihak-pihak yang juga memiliki agenda tersendiri. Sang Kardinal yang didukung oleh Spanyol dengan dalih penyebaran agama, melawan Sang Raja yang didukung oleh ‘saudara’ mereka, Kerajaan Inggris. Namun Kardinal Richelieu merupakan sosok yang sangat cerdik disamping kelicikan serta kekejaman yang ia terapkan dalam mencapai tujuannya. Dengan memanfaatkan jaringan mata-mata yang tersebar di dalam badan pemerintahan Perancis maupun Inggris, beliau merencanakan agar terjadi perpecahan dalam persekutuan antara Perancis dann Inggris. Rencana ini muncul setelah tercium adanya skandal antara Ratu Perancis dengan Duke of Buckingham – perwakilan resmi Ratu Inggris yang menangani hubungan mereka dengan Perancis. Karena melibatkan hubungan rahasia tingkat tinggi, rencana ini harus dijalankan dengan sangat hati-hati, guna menjerat para korban dalam perangkap yang tak dapat disangkal.

Tanpa terduga, kemunculan d’Artagnan sebagai anggota baru dan termuda dari pasukan Musketri, yang masih dalam masa percobaan, justru merupakan awal akan terbongkarnya konspirasi antara dua negara. Dengan semangat menggebu-gebu serta sifat selalu ingin tahu, sekaligus latar belakang dirinya yang bukan dari golongan bangsawan kelas atas, membawa d’Artagnan pada perkenalan dua oarang wanita cantik yang menarik hatinya. Yang satu nantinya menjadi musuh yang dikejar karena memiliki sifat bagai ular berbisa, yang satu lagi merupakan korban yang berhasil diselamatkan oleh d’Artagnan, hingga akhirnya menjadi korban tipu-daya wanita yang sakit hati atas perlakuan d’Artagnan, dan melakukan balas dendam yang keji. Dengan cerdik dan memanfaatkan semangat petualangan serta alasan untuk membela kepentingan masing-masing, perburuan, petarungan, pembunuhan serta balas dendam demi kehormatan, kisah ini dijalin dengan melibatkan tokoh-tokoh yang memiliki karakter serta latar belakang yang sangat menarik. Jika di awal kisah sosok d’Artagnan menjadi sorotan, secara perlahan, pembaca dibawa untuk membuka tabir serta selubung rahasia yang terjalin di antara masing-masing karakter.

Adapun judul The Three Musketeers yang memberikan gambaran perjalanan kehidupan penuh petualangan para tersohor musketri Athos, Porthos dan Aramis, sekaligus memberikan jalan pembuka bagi kisah pemuda d’Artagnan yang akan berlanjut dalam serial d’Artagnan Romances. Melalui karakter d’Artagnan sebagai penghubung kisah, sorotan pada siapakah Athos, Aramis serta Porthos, bagaimana latar belakang kehidupan mereka sebelumnya, dan bagaimana masing-masing akan memiliki peran penting pada kelanjutan kisah hingga akhir. Dumas yang juga terkenal lewat karya lainya The Count of Monte Cristo – sebuah kisah perjuangan hidup serta balas dendam yang merupakan vendetta terhadap keluarga orang-orang yang telah menyakitinya, sekali lagi menunjukkan kepiawiannya dalam mengolah fakta sejarah menjadi fiksi penuh petualangan, skandal, konspirasi dengan bumbu romansa yang menggelitik, sarat dengan kritikan terhadap kehidupan bangsawan serta keluarga kerajaan. Edisi terjemahan ini juga cukup memadai dan mampu menyajikan secara penuh karya klasik dunia bagi para penikmat bacaan klasik di Indonesia. Dan alangkah baiknya seandainya kelanjutan kisah ini yaitu Twenty Years After dan The Vicomte of Bragelonne : Ten Years Later juga bisa disajikan dalam edisi terjemahan Indonesia, untuk memperkenalkan lebih banyak karya klasik penulis dunia, terutama karya-karya Alexandre Dumas yang sangat memikat ini.

~ also read the English version and check on my review at : The Three Musketeers ~
[ more about the author, books, and related adaptations, check on here : Alexandre Dumas | The Three Musketreers | Movies Adaptation (1993) | Movies Adaptation (2011) | All Movies Adaptation ]

Best Regards,

Friday, June 29, 2012

Books "THE COUNT OF MONTE CRISTO" ( Part I )



Judul Asli : THE COUNT OF MONTE CRISTO
Copyright © Alexandre Dumas
Penerbit Bentang
Alih Bahasa : Nin Bakdi Soemanto
Editor : Dhewiberta
Cover by Edi Jatmiko
Cetakan I : Maret 2011 ; 568 hlm 

~ Part I : Story about young Edmond  Dantès ~
Kisah ini terjadi pada sekitar awal abad ke-18, saat Prancis dalam suasana tegang akibat perebutan kekuasaan antara Napoleon Bonaparte dan Louis XVIII, memecah belah para pendukung serta rakyatnya dalam sebuah persengketaan yang berkepanjangan. Dan diantara sekian banyak orang, salah satunya seorang pemuda bernama Edmond Dantès yang mengalami perubahan besar dalam hidupnya akibat perseteruan ini, inilah kisahnya ...

Pada tanggal 24 Februari 1815, dermaga di Marseilles kedatangan Kapal Pharaon yang dimiliki oleh Monsieur Morrel dari perusahaan Morrel & Son, membawa berita sedih akan kematian sang Kapten Leclère akibat radang otak. Meski demikian, kapal beserta muatannya tetap dapat melaksanakan aktifitas dan tiba dengan selamat sampai tujuan berkat kepemimpinan kelasi muda bernama Edmond Dantès yang baru menginjak usia 19 tahun, namun memiliki kemampuan serta kecerdasan untuk memimpin. Disukai dan dikagumi serta dihormati akan kemampuan serta kepemimpinannya, baik oleh para kru kapal dan juga sang pemilik kapal, membuat Edmond mendapat sebuah penawaran untuk menggantikan posisi Kapten Kapal Pharaon sepeninggalan Kapten sebelumnya. 

Kebahagiaan Edmond Dantès semakin bertambah setelah bertemu dengan kekasih hatinya : Mercédès yang dengan setia menunggu kedatangannya sekian lama. Dan kepulangannya kali ini untuk mengikat hubungan keduanya menjadi lebih erat, mereka segera merayakan pesta pertunangan yang dihadiri oleh sang ayah Louis Dantès, para awak kapal yang juga menyukai pemuda itu, bahkan Monsieur  Morrel menyempatkan diri hadir untuk memberikan ucapan selamat. Semua orang tampak berbahagia dan bersenang-senang, hingga datang sebuah kejutan yang menakutkan : Edmond Dantès ditangkap dan dituduh sebagai pengkhianat negara. 

Rupanya keberuntungan yang sedang bersama pemuda ini, mengundang rasa iri dan cemburu, sehingga bagi beberapa orang yang menaruh kedengkian mendalam terhadap dirinya, mereka mengatur sebuah rencana untuk menjebak Edmond Dantès yang akan membawanya pada kehancuran. Orang pertama yang sudah sekian lama membenci Dantès adalah Danglars – bendahara Kapal Pharaon yang berusia 25 tahun, merasa dirinya lebih dewasa dan berpengalaman, ia tak suka dengan keberanian Dantès yang blak-blakan dan jujur, justru memperoleh sambutan hangat dari banyak pihak. Danglars yang bukan pemberani bahkan cenderung licik, berhasil mempengaruhi dua orang untuk bersekongkol dalam rencana menjebak Dantès. Mereka adalah Gaspard Caderousse – tetangga Louis Dantès, serta Fernand Mondego – sepupu Mercédès yang senantiasa mencintai dirinya, dan patah hati setiap kali gadis ini menolaknya karena hatinya sudah menjadi milik Dantès. 

Mereka memanfaatkan ‘tugas rahasia’ yang dibebankan oleh Kapten Leclère kepada Dantès menjelang kematiannya (kebetulan saat itu pula Danglars yang selalu memata-matai Dantès, melihat saat sepucuk surat berpindah tangan secara rahasia). Beliau meminta pemuda itu untuk mengantarkan sepucuk surat kepada seseorang di Kepulauan Elba, yang ternyata berkaitan dengan keberadaan Napoleon Bonaparte yang diasingkan di sana. Selain itu, karena ia pemuda yang ramah dan ringan-tangan, sekali lagi ia tak keberatan saat dimintai bantuan untuk mengirim sepucuk surat balasan kepada sekutu Napoleon di daratan Prancis...tanpa mengetahui bahwa sepucuk surat yang tak diketahui isinya itu akan menjadi ‘kunci’ yang menentukan masa depannya.  

Edmond Dantès yang belum sempat menyelesaikan pesta pertunangannya, digelandang ke dalam tahanan, menunggu persidangan dengan tuduhan sebagai simpatisan Bonapartis (sebutan bagi pengikut Napoleon Bonaparte). Pemuda ini sempat kebingungan karena ia merasa tak melakukan kesalahan apapun, hanya sekedar membantu menyampaikan sepucuk surat, dan ia tak mengikuti paham politik yang terpecah-belah di negara itu. Dengan kejujuran serta keberaniannya, ia berhadapan dengan wakil penuntut umum Gerald Villefort – pemuda berusia 27 tahun yang sedang berbahagia, ia berada di puncak kariernya, merayakan pesta pertunangan dengan Renee de Saint-Méran yang cantik sekaligus pewaris kekayaan dalam jumlah besar. Melihat bahwa Dantès telah berbicara jujur, Villefort berkesimpulan bahwa ia tak bersalah, jelas ada pihak-pihak tertentu yang berniat menjebaknya. Melihat  hal ini sudah seharusnya Dantès segera dibebaskan, namun saat pemuda Villeford melihat isi surat yang harus diantarkan oleh Dantès ke salah satu simpatisan Bonapartis, beliau berubah pikiran dan tanpa sepengetahuan siapa pun, kecuali mereka berdua, Villefort berbalik membiarkan Dantès tetap sebagai tersangka bahkan segera diadili dan menjalani hukuman buang sebagai tahanan seumur hidup di penjara Chậteau d’If yang mengerikan. 

Semua tindakan dan permintaan Dantès untuk meminta waktu untuk menunjukkan dirinya tak bersalah seakan berhadapan dengan tembok tebal. Tak satu pun jalan keluar ditemui. Dalam sekejap mata, kehidupan masa depan yang mengerikan membayangi benak Edmond Dantès. Tanpa ia ketahui, bahwa ayahnya, tunangannya Mercédès, serta Monsieur Morrel telah berusaha mencari keadilan bagi dirinya, namun mereka semua juga menemui jalan buntu, bahkan tak sempat bertemu lagi dengan pemuda itu hingga ia dibawa ke penjara di tengah pulau terpencil yang jauh dari mana pun.  Maka dimulai kehidupan baru nan kelam bagi pemuda ceria yang baru berusia 19 tahun itu. 

 “Abbe Faria: Here is your final lesson - do not commit the crime for which you now serve the sentence. God said, Vengeance is mine.
Edmond Dantes: I don't believe in God.
Abbe Faria: It doesn't matter. He believes in you. ”

Kesan :
Babak pertama kisah ini menjanjikan sebuah petualangan yang menegangkan. Dengan prolog serta penggambaran latar belakang kehidupan tokoh utama kisah ini, disertai fakta-fakta sejarah akan perseteruan antara Napoleon Bonaparte dan Louis XVIII beserta para pengikutnya, satu sama lain saling mengangkat dirinya sebagai Raja Penguasa Prancis. 

Buku ini menceritakan perjalanan pemuda Edmond Dantès yang mengalami pasang-surut  dalam kehidupannya. Di mana pada usia masih belia, dijebloskan dalam tahanan seumur hidup akibat jebakan beberapa orang yang menaruh  rasa iri dan cemburu akan kesuksesaan dirinya yang terbilang masih belia. Namun peristiwa yang cukup menarik, adanya peran serta tokoh penegak hukum muda yang ambisius, berpegang teguh pada prinsip-prinsip kebenaran serta keadilan bagi semua orang, namun justru mengambil tindakan yang berlawanan atas nasib pemuda belia yang tak bersalah, semua demi menyelamatkan ambisi serta status sosial yang diperolehnya saat itu. 

Membaca kisah ini di awal mungkin sedikit membingungkan karena penulis terkadang ‘melompat’ pada karakter dan situasi yang berbeda, apalagi disertai dengan sekian banyak nama-nama yang harus diingat untuk mengetahui hubungan antara satu karakter dengan karakter lain. Bagi yang belum terbiasa membaca novel seperti ini, coba bayangkan seperti menonton sebuah film dengan berbagai adegan yang berbeda, silih berganti disertai alur yang cukup cepat pula. Jika masih bingung, silahkan coba caraku dengan menulis dan membuat bagan nama-nama yang sering muncul, maka akan terlihat ‘garis-penghubung’ antara masing-masing karakter. 

Karena panjangnya kisah ini, maka kuputuskan untuk membagi menjadi dua bagian ulasan, yang pertama tentang awal kisah Edmond Dantès dan yang kedua tentang sosok bernama Count of Monte Cristo. Kembali kepada kisah pemuda Dantès yang sesaat menatap masa depan dengan tatapan percaya diri dan kebanggaan atas prestasi yang dicapainya, dan dalam sekejab mata ia harus berhadapan dengan tembok-tembok dingin, lembab dan kesunyian yang mencekam, membuat benak dan akal sehatnya mulai ‘bermain-main’ dengan beraneka ujian yang dapat membuat siapa pun menjadi gila. Dalam keputusasaan ia berusaha menghabisi nyawanya beberapa kali, termasuk mogok makan, namun hanya penderitaan dan kesakitan yang ia alami sehingga ia tak kuat meneruskan percobaan itu. Berdoa juga tak banyak membantu, maka ia hanya dapat mengutuk dan menimbun dendam membara kepada siapa saja yang berperan dalam penderitaan yang dialaminya.

“Akhirnya setelah letih memohon kepada orang-orang, Dante berpaling kepada Tuhan. Ia mengingat-ingat doa yang diajarkan ibunya dan menemukan makna dalam doa-doa yang dulunya tidak ia sadari. Namun meskipun berdoa dengan gencar, ia tetap seorang narapidana. Jiwanya menjadi gelap dan sebuah awan seakan lewat di depan matanya. Pikirannya penuh dengan satu gagasan tunggal, yakni tentang kebahagiaannya yang dihancurkan dengan alasan yang tidak jelas.”  ( from The Count of Monte Cristo | p. 44 )

Dalam kegelapan pikirannya, Dantès seakan mendapat ‘kejelasan’ dalam pikirannya, akan peran orang-orang yang membuatnya sengsara. Namun masih ada tanda tanya besar, siapa dan bagaimana orang-orang tersebut membuat dirinya seperti ini, dan apa tujuan mereka, semua masih belum jelas bagi dirinya. Bagi Dantès, kemarahan terhadap orang-orang ini mampu memberikan sedikit tenaga baginya untuk bertahan hidup. Apalagi setelah ia menemukan suatu rahasia di dalam pelosok ruang tahanan bawah tanah yang gelap dan tertutup itu. Rahasia yang membawahnya pada sebuah persekutuan untuk membebaskan diri dari kurungan tembok tebal penjara, rahasia yang memakan waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan dan bertahun-tahun, namun dengan kesabaran penuh dan tekad membara, sebauh rencana pelarian dibuat, dilaksanakan dengan kehati-hatian serta kerja keras.  

"You must teach me a small part of what you know," said Dantes, "if only to prevent your growing weary of me. I can well believe that so learned a person as yourself would prefer absolute solitude to being tormented with the company of one as ignorant and uninformed as myself. If you will only agree to my request, I promise you never to mention another word about escaping." The abbe smiled. "Alas, my boy," said he, "human knowledge is confined within very narrow limits; and when I have taught you mathematics, physics, history, and the three or four modern languages with which I am acquainted, you will know as much as I do myself. Now, it will scarcely require two years for me to communicate to you the stock of learning I possess."
"Two years!" exclaimed Dantes; "do you really believe I can acquire all these things in so short a time?"
"Not their application, certainly, but their principles you may; to learn is not to know; there are the learners and the learned. Memory makes the one, philosophy the other."

Kisah sosok manusia yang dituduh bersalah dan dipenjarakan, banyak terjadi dalam kehidupan nyata. Dan membaca kisah ini mengingatkan diriku akan kisah semi-autobiografi Henri Charrière ( 16 November 1906 – 29 Juli 1973 ), yang berjudul Papillon – kisah pelariannya sebagai narapidana tertuduh pelaku pembunuhan yang dikirim ke kepulauan wilayah koloni Prancis untuk para tahanan yang diangggap berbahaya, saat ia sempat melarikan diri dan tinggal bersama suku Indian, ini menarik untuk disimak.  Namun dalam kisah pemuda Edmond Dantès ini, bukan sekedar kisah suram dan muram, dengan gaya khas penulis Prancis maka ini menjadi bacaan petualangan menegangkan dengan bumbu romansa, tentang kisah-cinta sehidup semati, pembalasan dendam hingga pada keturunan berikutnya. Jika pada jaman dahulu belum ada semacam telenovela atau sinetron berseri, maka novel ini bisa dikatakan cikal-bakal kisah-kisah semacam itu. Karena ini merupakan kisah petualangan yang berlangsung lumayan cepat pula, maka terjemahannya yang agak mengganggu pun tidak terlalu terasa, boleh dikatakan diriku menikmati sejak halaman pertama hingga terakhir. 

Tentang Penulis : 


Alexandre Dumas ( 24 Juli 1802 – 5 Desember 1870 ), lahir di Picardy, Prancis. Ayahnya – Thomas-Alexandre Dumas, masih berdarah bangsawan, kemudian menjadi seorang jenderal dalam pasukan Napoleon. Namun, sang ayah meninggal saat ia masih berusia 4 tahun. Masalah keuangan membuatibunya : Marie-Louise Élisabeth Labouret, tak mampu menyekolahkan Dumas ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untunglah, Dumas gemar membaca. Dia melahap banyak buku dan menyerap berbagai pengetahuan melaluinya.  Ibunya pun kerap menceritakan kisah-kisah heroik sang ayah di masa pemerintahan Napoleon I. Kelak cerita-cerita inilah yang menginspirasi Dumas dalam menulis novel-novelnya. 

The Count of Monte Cristo (1975)
Saat berusia 21 tahun, Dumas pindah ke Paris. Di sanalah dia mulai menghasilkan beberapa karyanya, dimulai dari naskah-naskah drama. Dia juga aktif dalam penulisan di berbagai media, dan mulai serius dalam penulisan novel. Novel-novelnya tetap terkenal hingga beberapa abad kemudian, diantaranya : Georges (1843), Three Musketeers (1844), The Corsican Brothers (1844), dan The Count of Monte Cristo (1845-1846). Karya-karyanya telah diterjemahkan di hampir 100 bahasa serta menginspirasi pembuatan tidak kurang dari 200 drama serta film layar lebar, serial televisi, maupun dalam bentuk komik manga serta animasi film.

Dalam kehidupan pribadinya, beliau terlibat hubungan dengan beberapa wanita, dan menghasilkan beberapa putra-putri. Salah satu putranya yang diberi nama sama, Alexandre Dumas Jr, juga mengikuti jejaknya sebagai penulis yang novelnya yang terkenal ‘The Lady of the Camellias’ 

Best Regards,
* Hobby Buku* 

..... continued on the next post at "THE COUNT OF MONTE CRISTO" ( Part II )

~ The Count of Monte Cristo versi Anime ~