WELCOME

For everyone who love classical stories
from many centuries until millenium
with some great story-teller around the world
these is just some compilation of epic-stories
that I've read and loved so many times
... an everlasting stories and memories ...

Translate

Showing posts with label Pulitzer Winners. Show all posts
Showing posts with label Pulitzer Winners. Show all posts

Monday, January 21, 2013

Books "TO KILL A MOCKINGBIRD"



Judul Asli : TO KILL A MOCKINGBIRD
Copyright © 1960 by Harper Le
Penerbit Qanita
Alih Bahasa : Femmy Syahrani
Editor : Berliani Mantili Nugrahani & Emi Kusmiati
Desain Sampul : Windu Tampan
Cetakan III : Juli 2008 ; 540 hlm
[ Review in Indonesia & English ]

Buku ini telah menjadi salah satu koleksi yang sekian tahun menumpuk, tanpa sempat kubaca. Salah satu kekhawatiran dan ketakutan dalam diriku untuk memulai membacanya, kisah ini merupakan bacaan berat dan penuh kengerian tentang penderitaan seorang gadis cilik menghadapi teror yang dihadapi oleh sah ayah, seorang pengacar kulit putih yang harus membela tersangka berkulit hitam di wilayah Alabama... Dan kini setelah membacanya, diriku sangat menyesal kenapa tidak sedari dahulu kubaca kisah yang sangat menarik ini. Bukan saja penuh petualangan yang mengasyikkan sekaligus menakjubkan, karena penulis memilih karakter-karakter protagonis sekalis antagonis yang bertolak belakang dengan paduan alur serta seting yang anehnya menjadi suatu ramuan kisah yang tak mampu kulepaskan semenjaka awal pembukaan hingga akhir. Sebuah kisah yang cukup mudah diikuti (tidak terlampau berat sebagaimana bayanganku semula) namun dalam setiap paragraf, tercantum pesan-pesan moral yang diungkapkan melalui percakapan antara seorang ayah dengan kedua anaknya.

Thursday, November 8, 2012

Final Chapter "GONE WITH THE WIND"


READ A LONG “GONE WITH THE WIND” by Margaret Mitchell 

[ source ]
Judul Asli : GONE WITH THE WIND
By Margareth Mitchell
Copyright © 1936 by The Macmillan Company
Copyright renewed © 1964 by Stephens Mitchell and Trust Company of Georgia as Executors of Margaret Mitchell Marsh
Copyright renewed © 1964 by Stephens Mitchell
Cover illustration © 1939 Turner Entertainment Co.
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : Sutanty Lesmana
Sampul dikerjakan kembali oleh David
Cetakan II : Juni 2009 ; 1.124 hlm  

Part V : Chapter XLVIII – LXIII | p. 923 – p. 1.124
Dalam bab sebelumnya, Scarlett menikah dengan Frank Kennedy – tunangan Suellen, demi menyelamatkan Tara dari hutang negara dan ancaman perampasan pihak Selatan. Kondisi Scarlett yang ‘merebut’ kekasih adiknya, menjadi topik pembicaraan yang tak pernah ada habisnya di kalangan masyarakat Atlanta. Namun Scarlett tak pernah mau ambil pusing dengan orang-orang yang dianggap tak sepaham dengan dirinya. Ia bahkan berani mengambil tindakan berani yang dianggap ‘tidak layak’ dengan membeli serta mengelola pabrik kayu (dengan sokongan dana dari Rhett Butler). Kehidupan rumah tangga pasangan baru ini bergerak ke arah yang berbeda, Frank yang kecewa dengan perlakuan Scarlett, harus menelan kepahitan bahwa rumah tangga impiannya tak akan pernah terwujud dengan sikap Scarlett yang keras kepala. Scarlett yang dihantui oleh bayangan ‘kemiskinan’ serta derita yang dialami selama pemulihan Tara, bekerja keras, menggunakan segala cara (termasuk yang dianggap tidak lazim bagi kalangan terhormat), semuanya demi terkumpulnya kekayaan yang menjadi Impian Scarlett. Tindakan serta sikap keras kepala Scarlett, yang tak pernah mau mengindahkan nasehat maupun saran orang lain, akhirnya berbuntut pada suatu peristiwa yang nyaris merenggut kehormatan sekaligus nyawanya. Meski ia selamat, namun ada harga yang harus dibayar, sebuah harga yang sangat mahal, yang menyebabkan dirinya menjadi seorang janda untuk kedua kalinya. 

[ source ]
Tiada yang memahami Scarlett selain Rhett Butler, dan melihat kondisi wanita yang selalu mengisi benaknya, Rhett memberikan suatu penawaran khusus. Dan Scarlett akhirnya menerima lamaran Rhett Butler, dan pernikahan mereka yang mengundang kontroversi  setiap penghuni di Atlanta, menyebabkan Rhett mengajak Scarlett untuk ‘mengungsi’ di New Orleans, bersenang-senang dan menikmati kenyamanan, kemewahan yang mampu disediakan oleh Rhett. Scarlett berhasil membalaskan dendam-nya, ia selalu teringat akan sumpahnya, bahwa takkan akan pernah lagi kemiskinan mendera dirinya. Rhett yang bersungguh-sungguh hendak membahagiakan Scarlett, memberikan kebebasan penuh untuk mempergunakan sumber kekayaan dirinya, ia tak keberatan Scarlett tetap bekerja dan memperluas pabriknya. Hanya satu syarat yang ia minta, jangan pernah sekali-kali dana yang ia berikan digunakan untik kepentingan pribadi Ashley Wilkes, karena ia tahu Scarlett telah membiayai Ashley semenjak ia kembali dari peperangan.

Dengan memanfaatkan sumber dana dari Rhett, Scarlett mulai membentuk kembali citra dirinya, dan ia hanya mau bergaul dengan kalangan tertentu. Bahkan setelah kembali ke Atlanta, ia membangun kediaman yang sangat mewah bak sebuah hotel, dengan tujuan memamerkan keberhasilannya pada orang-orang disekelilingnya. Berbagai sindiran serta gosip yang berputar pada masyarakat, semakin menguatkan tekad Scarlett untuk membentuk ‘benteng’ bagi dirinya dari orang-orang yang tak disukainya. Pada dasarnya, tiada satu pun kalangan terhormat dari Selatan yang menyukai Scarlett, apalagi Rhett yang masih dianggap sebagai kambing hitam. Jika bukan karena campur tangan Melanie Wilkes, yang dengan berani mengecam siapa saja yang menghina, menggosipkan dan memojokkan Scarlett, maka status dirinya takkan pernah ada di lingkup penghuni Atlanta. Kedua pasangan Rhett yang acuh serta Scarlett yang tak mempedulikan sekelilingnya selain kepuasan dirinya sendiri, menjadi pasangan terkaya namun dikucilkan dari pergaulan kalangan terhormat.

[ source ]
Ketika Scarlett hamil dan melahirkan seorang putri, sikap dan perilaku Rhett Butler berubah 180 derajat. Berbeda dengan Scarlett yang semenjak awal kehamilan sudah menegaskan bahwa memiliki anak bukanlah prioritas dalam hidupnya. Putri mereka yang dijuluki Bonnie Blue menjadi kesayangan sang ayah, dan dalam sekejap mampu menjinakkan hati para tetua dan penduduk Atlanta, apalagi melihat sikap Rhett yang sangat memuja anaknya. Jika Scarlett masih tidak disukai, maka sebaliknya, Rhett berusaha merubah sikap dan tingkah lakunya yang dingin, acuh dan seenaknya, demi masa depan putrinya, agar ia menempati status terhormat di kalangan sosial kaum terhormat. Alhasil kedua pasangan baru : Rhett dan Bonnie Blue, menjadi kesayangan dan sahabat penduduk Atlanta. Rhett mampu merubah pandangan masyarakat umum terhadap dirinya, sehingga secara perlahan, ia diterima dan diundang dalam berbagai acara sosial. Semua ini Rhett lakukan karena ia tahu Scarlett tak memperdulikan nasib anak-anaknya, terlihat pada Wade (putra Scarlett dari Charles Hamilton) dan Ella (putri Scarlett dari Frank Kennedy), yang turut menjadi korban, dikucilkan dari pergaulan sosial masyarakat Atlanta. 

Meski tampak tak memperdulikan kondisinya, dalam hati Scarlett murka, karena dirinya harus ‘bergantung’ pada belas-kasih Melanie yang selalu menggandeng dirinya dalam berbagai kegiatan, dan orang-orang yang tak menyukai Scarlett, tak berani melawan secara langsung, karena mereka mengasihi Melanie dan tak mau mengusik kemarahan wanita lembut yang mampu bertindak tegas. Melihat Rhett juga mulai diterima oleh masyarakat, timbul rasa sakit dalam hatinya, namun ia terlalu angkuh untuk mau mengakui apalagi meminta bantuan orang lain, terutama kepada Melanie dan Rhett yang pasti terang-terangan menertawakan dirinya. Satu-satunya yang dapat menghibur diri Scarlett adalah ia masih bisa bertemu dan berhubungan secara tidak langsung dengan Ashley yang bekerja di pabriknya. Kegiatan yang ia sembunyikan dari Rhett (yang sebenarnya sudah diketahui oleh Rhett, namun memilih untuk berdiam diri sembari melihat sejauh mana Scarlett berani bertindaj melanggar perjanjiaan mereka), rahasia antara dirinya dan Ashley, akhirnya terkuak ketika mereka berdua dipergoki oleh India Wilkes, Mrs. Elsing dan Archie – tunawisma yang diselamatkan oleh Melanie dan menjadi penjaga setia wanita itu.   

[ source ]
Conclusion :
From a very young and single girl, she married and become a widow only for a couple month, then she seduce her sister’s fiancee to marrying her instead, just for the wrong reason. Its gonna be the right choice if only she realize what the meaning of true marriage. But then she changing the marriage into another ‘contract’ for the purpose of her way to become rich and famous. She indeed become famous but not for the good ways, and become rich-people ... well its far beyond her dreams. As an stubborn, hard-headache and ambitious woman, she determine to seek anything, any ways that ca lead her for reaching the goal of her life. 

Despite all the negative characteristic on Scarlett O’Hara, I found my self crossed between hate and sometimes respect her, but mostly I feel pity for her. She had so many good quality (if she really want s to learn about love, respect and loyalty), but her ignoren and selfisness  just taking a biggest part of its life. She always looking for love and approvel, want to be respect and adore by everybody else, but the main part she didn’t know how to do it : how to be emphat with others.  She only looks from the outside of human being, never bother to look inside they heart.  She fought too hard to keep what she thinks really worthed in life, in the end, she lost all of them. 

[ source ]
This final part of family saga, really makes me thinking, what is the most valuable in life ? After several tragedy episode (spoiler-alert : its happens twice, makes me hard to stop crying, and the ending too ...*sigh*), and if we calculate the whole stories from the beginning to the end, I cannot imagine what it’s like living through war, losing everything you owned,  had experiance of the death of someone you love, trying not only to survive but rise from the fall. Can you still sees the future ahead when all the worse that can happen, just passing by in front of your eyes ? From this stories, we also see that only the smart, the strongest and most important part : the rebellion, who dare to takes a new steps, a new ways to start a new life ... and just few of them, become as an example of peoples that can survive until its ends.

American Civil War was something I never knew, mostly only the slavery part, but through this stories, I becoming intrigue by the life of its people and what’s behind the tragedy that sets ‘rage of killing’ between human. As I mention before,while reading GWTW, I reads Uncle Tom’s Cabin by Harriett Beecher Stowe and March by Geraldine Brooks, all of them sets on the same period. Slavery mention as a social-cultural who had happen for many century in the past. It changing everybody mind and how to act about it. Some of them threating as a bad, ugly, even more vivid of brutality way beyond humanity, but some of them really touch my feeling, reminds me that there is God’s will in every worse scenary. 

[ source ]
We are the same, with different colour of skin, different language, different looks, different background, but everyone is a human-being created by the Almighty. Giving by the most powerful gift : the free-will, a choice to live a life, it should be a better and really good choices, but yet still we choose the wrong path. 

I know through histories, a new race born, and through war, demolition and even armageddon, a new life will a rise. Some scientist even suggest that all the worse scenario, must be oblige to create the more powerful of human race. But if the tragedy can makes this thing happens, can the opposite ways do the same result, even better ? Well maybe I just being naive, but is it beautiful and wonderful if everybody get a long, living in peace and harmony ? 

[ source ]
For the final conclusion, Gone With The Wind indeed a historical fiction drama, its give the reader another way to looks on tragedy, presentate by uncommon characters, with all their flawless, weakness, uglyness, can you sees all the negative aspect reflect on our own life ? Yes indeed, we can say that ‘I’m not all that bad character’ such as Scarlett, or Ashley, or Rhett ... but look closely, one or two things are part of who we are. As a free human being, we have free will to choose, which step we take, the wrong choice would ended up like this stories. And in the end, learn from mistakes, get-up and just do another ways the next morning, learn to take some responsabilty of our own action. I also learn to sees the positive ways from each characters, I never want to be like Melanie who describe as an good and kind woman, because she had weakness too, I like Scarlett boldness and strong-will, but if gets too far, it can makes me ambituois and selfis person, I also like Rhett’s rebellion on old ways, smart thinking, always seeking a new ways, but I don’t want end-up always searching, never relax and enjoy it ... so in many ways, through them, hopelly we all can learn a better ways of life. 

If you want to follow my reading journey on GWTW, just check on my summary on previous chapter of the book in here : 

Part I  of "Gone With The Wind" [ link post ]
Part II of "Gone With The Wind" [ link post ]
Part III of "Gone With The Wind" [ link post ]
Part IV of "Gone With The Wind" [ link post ]
Book Characters on "Ellen O'Hara" [ link post ]
Book Characters on "Melanie Hamilton-Wilkes" [ link post ]
Best Regards,
 

Tuesday, October 30, 2012

Books "MARCH"



Books “KAPTEN MARCH”
Judul Asli : MARCH
Copyright © Geraldine Brooks, 2005
Penerbit Hikmah
Alih Bahasa : Femmy Syahrani & Herman Ardiyanto
Pewajah Isi : Dinan Hasbudin AR
Pewajah Sampul : Windu Tampan
Cetakan I : Mei 2007 ; 420 hlm 

Jo berkata dengan sedih, “Ayah tak ada, dan tak akan pulang untuk waktu yang lama.” Dia tidak berkata “mungkin untuk selama-lamanya,” tetapi setiap kaka-beradik itu menambahkannya dalam hati, seraya memikirkan ayah yang begitu jauh, di tempat pertempuran berkecamuk. --- Louisa May Alcott, paragraph from Little Women 


Aku berjanji akan menulis kepada istriku setiap hari, dan aku selalu memulai kewajiban ini ketika pikiranku sedang gundah. Rasanya seakan-akan dia sejenak hadir bersamaku, tangannya yang menenteramkan mendarat lembut di bahuku. Akan tetapi, aku bersyukur bahwa dia tidak berada di sini, tidak melihat apa yang harus kulihat, tidak mengetahui apa yang kini kuketahui. Dan dengan pikiran ini aku menyatakan diriku tak bersalah karena menyensor diri : aku tak pernah berjanji akan menulis dengan jujur.
[ from March by Geraldine Brooks | p. 4-5 ]


[ source ]
Kisah ini dibuka dengan keberadaan March – pendeta tentara berusia 40 tahun, berpangkat kapten dari pasukan Union (pihak Utara) yang mendukung penghapusan perbudakan pada Perang Saudara (American Civil War ;  1861 – 1866), ditengah kancah pertempuran di wilayah Sungai  Potomac, Virginia. Kekalahan pihak Utara, memakan banyak korban jiwa, membuat pasukannya harus mundur menyelamatkan diri bagi orang-orang yang masih tersisa. Perjalanan ini membawa March ke suatu kediaman yang dijadikan rumah sakit sementara. Kediaman seorang secesh ( short from ‘secessionist’ = orang yang mendukung pembentukan Konfederasi Amerika ) yang dianggap ‘tidak-beres’ otaknya, hanya ditemani seorang budak wanita yang tidak melarikan diri.

Kediaman itu membawa kilas balik pada sosok March ketika ia masih berusia 18 tahun, sebagai seorang remaja yang penuh semangat, menjalankan tugasnya sebagai penjaja keliling dari Connecticut. Dalam perjalanan menelusuri wilayah Virginia, ia memasuki kediaman Augustus Clement – seorang tuan tanah yang ramah dan memiliki minat akan sastra serta literatur, bahkan koleksi perpustakaan pribadi yang mengundang minat March. Keduanya menemukan minat dan rasa tertarik yang sama, hingga Mr. Clement mengundang March untuk tinggal lebih lama, sehingga mereka bisa berdiskusi lebih lanjut. 

[ source ]
March yang ‘tergiur’ untuk dapat menikmati buku-buku dalam perpustakaan itu, menerima penawaran Mr. Clement, menetap, berdiskusi dan mengenal penghuni kediaman itu. Mr. Clement hanya tinggal berdua dengan sang istri yang kondisinya ‘sakit’ sehingga membutuhkan perawatan dan pengawasan terus-menerus. Putrinya telah menikah, sedangkan putra mereka sedang bepergian bersama mandor mereka. March juga mengenal para budak dalam pengurus kediaman. Mulai dari Grace – budak cantik yang memiliki warna kulit terang, anggun, cerdas, berani serta mampu membaca dan menulis, ia juga merupakan tangan kanan, pengurus semua kebutuhan Mrs. Clement yang bisa dikatakan ‘invalid’ akibat kecelakaan berkuda. Kemudian Annie – juru masak yang humoris dengan kedua anaknya, Justice bocah tampan berusia 10 tahun dan Prudence, gadis periang berusia 7 tahun. 

Suatu hari March mendapati bahwa Prudence tertarik untuk mengeja, namun niatnya untuk mengajari gadis itu dilarang keras oleh Annie, karena budak yang belajar membaca itu melanggar hukum, dan sangat berat siksaan yang akan diterima. Namun Grace yang memperoleh keberuntungan, dididik dan diajari oleh Mrs. Clement, memohon agar March bersedia mengajar Prudence secara diam-diam, karena gadis cilik itu sangat cerdas. Ketiga orang ini berkomplot melakukan sesuatu yang dianggap demi kemajuan dan kebaikan bersama. Namun tiada yang menyangka konsekuensi yang terjadi ketika konspirasi rahasia itu terbongkar. 

[ source ]
Kemarahan Mr. Clement membuatnya memerintahkan hukuman pada seseorang yang sama sekali tak diduga. Tindakan kejam dan tidak manusiawi, dipertontonkan di depan semua penghuni, tua-muda, dewasa bahkan kanak-kanak harus menyaksikan pelajaran bagi seorang pembangkang. Semenjak kejadian itu, jiwa dan batin March tidk pernah tenang, karena dirinyalah penyebab penyiksaan itu terjadi. Luka-luka siksaan yang disaksikan, menjadi sebuah luka permanen yang turut melukai hati March yang idealis dan memegang prinsip kemanusiaan diatas segalanya. 

March meneruskan hidupnya, bekerja keras, mengumpulkan kekayaan sedikit demi sedikit hingga mampu dikategorikan sebagai golongan menengah keatas. Perkenalannya dengan Miss Margaret Marie Day, yang kerap dipanggil Marmee – merubah hidupnya, ia jatuh cinta dan akhirnya mereka menikah dengan segala perbedaan karakter dan sifat yang bertolak-belakang. Namun keduanya setuju pada satu hal, perbudakan itu adalah suatu yang keji dan harus ditiadakan. Marmee adalah gadis menarik, bersemangat, cenderung pemarah dan berapi-api jika menyangkut masalah prinsip. Ia aktif sebagaimana anggota keluarganya dalam Underground Railroad – gerakan bawah tanah yang mendukung, menyembunyikan serta membantu budak-budak yang melarikan diri hingga ke tempat yang aman. 

[ source ]
Kisah bergulir dengan alur ‘maju-mundur’ berkisar seputar kehidupan masa lalu dan masa kini yang dijalani oleh Kapten March. Sebagai tokoh utama, karakter ini kurang menggugah perhatianku. Sorotan tentang kelemahan serta keputusaan dirinya sepanjang peperangan, ditambah dengan sikap tak mau ‘melihat-ke-masa-depan’ justru membuatku sedikit ‘gregetan’ dengan karakter ini. Alih-alih ingin menjadi pahlawan bagi budak yang pernah menarik hatinya, kemudian wanita yang akhirnya menjadi istrinya, namun pada saat kelemahan fisik dan pikiran menyerang, ia justru tak bersedia menerima konsekuensi dari perbuatannya. Sebaliknya, penggambaran akan kondisi para budak yang telah ‘merdeka’ dan menjalani kehidupan dengan pihak Utara, tidak kalah mengenaskan dengan mereka yang berada di pihak Selatan. Kisah ini mampu menjungkir-balikan fakta di balik karakter ayah-suami-pelayan Tuhan yang baik dalam kisah Little Women. Namun keindahan serta kejujuran yang dtampilkan, tak kalah menariknya dengan kisah Uncle Tom’s Cabin yang dituturkan dari sisi pandang pihak Selatan dari Perang Saudara Amerika. 

My Random Thought :
[ source ]
This stories based on the character in “Little Women” by Louisa May Alcott, a classic stories about family, a mother and her four daugthers who surviving through hard-poor life, when the head-family Mr. March, join the Union Army on Amrican Civil War. If you already reading the stories, there’s so little about Mr. March, and Geraldine Brooks become interested to explore more about ‘Mr. March’ – man of the March’s family. 

As everyone knows, “Little Women” was created based on L.M. Alcott’s life, she even discribe herself just like Jo’s character. So when Geraldine Brooks starts this stories idea, after several research, she discided to build Mr. March’s character based on Bronson Alcott – L.M. Alcott’s father, who known by his radical thinking and methods against  19 century of New England’s social culture. His friendship and relationship with famous authors and philosofer such as Ralph Waldo Emerson and Henry David Thoreau, also take part in this stories. 

[ source ]
March is a stories about young, idealistic man, who had his dreams and ambitions, but shatter when he meets the tragedy regarding punishment on slavery, who he claimmed as his fault ‘cause the incident happens. His ‘wounded-soul’ never fully recover, when the cycle of life bring back his haunted past almost twenty years later, through a woman named Grace – a slave that never accepted in both world, black of white, because she part of both black and white. Being alone, lonely, far from his loving family, March had to face the devil and hell, watching victims of war, one by one die or worse, hurting, wounded so badly, and his duty to save their souls as a priest, nearly happening as his hope. His own soul finally eatting-up by sadness and bitterness. His mind becoming corrupted, he even rejected the goodness inside him self, as he decribe to Grace : “I’m not worthy to enjoy the happiness, especially coming home to my family.” 

Regarding March’s character in this stories, so much different than what my first image based on Little Women’s. In this stories, he’s not such a powerful or even fatherhood figure, he was discribe as a man who had struggle with himself, worried too much about self-respect, and the misscommunication between him and his wife, ‘cause their savings, makes their family from wealthy to poor, and the biggest mistake was going to war at the age 40 with wrong reason, to ‘impress’ his wife, while his wife didn’t agree with his dissicion, but again --- not even trying to change his mind. It’s so typhical about how different man and woman point of view, how they responds to each others or what they really want from each others, but yet the truth never come-out from their mouth. So what the meaning of marriage, if they cannot understand their own couple. 

[ source ]
If this stories all about the conflict on March’s mind, maybe it would never won a Pullitzer’s Award, but this stories also give the readers behind the scene on American Civil War. I’ve been reading ‘Gone With The Wind’ by Margaret Mitchell and ‘Uncle Tom’s Cabin’ by Harriet Beecher Stowe, both also had setting on American Civil War, but in this stories, the authors taking us not only through glimpse of war its self, but about the life on what’s so called ‘free-slave’ who had their freedom and being pay for their works, just like all the campaign from the North. But the reality is, all the slave had similar situation, some even worse than when they still as a slave. The property and the land they used was abandon farm or land of the South’s who taken by North as collateral. Many of the North suddenly become landlord, and who else had to work on the field, taking crops and collected to finance the war ? Yes indeed, all the free slave, who promises to be pay as long “their reach the target”

 --- This remains me on paragraph taken from ‘Uncle Tom’s Cabin’ , specially on heavy disscusion between Augustine St. Clare – a French-American landlord from South, with his cousin Miss Ophelia St. Clare, who didn’t agree the way slavery works. Miss Ophelia said that even Bible condemned the term of slavery, but St. Clare declare that among living things, specially human, there must be at least two different level, ones stay below to serve and obey, the others had to be above, leads and teach them how to live a life. On the arguments, he also takes point on how young the African Peoples if compare to European or even American, so its a noble duty as ‘older-race’ to teach them a lesson. Just like parents teach their children, sometimes some punishment must be done to dicipline and straight-out minds of young-stupid-mindless children.

Tentang Penulis :
~ Geraldine Brooks & Tony Horwitz ~
Geraldine Brooks, adalah penulis novel Year of Wonders dan karya nonfiksi Nine Parts of Desire serta Foreign Correspondence. Sebelumnya, dia bekerja sebagai koresponden untuk The Wall Street Journal di Bosnia, Somalia, dan Timur Tengah. Beliau lahir dan besar di Australia, kini menetap di pedesaan Virginia dengan suaminya : Tony Horwitz yang juga seorang penulis, beserta putra mereka. Novel ‘March’ ini memperoleh penghargaan Pulitzer Prize for Fiction pada tahun 2006.

Best Regards,