Judul Asli : THE BELL
JAR
Copyright © 1966 by Sylvia Plath
Penerbit : Ufuk
Alih Bahasa : Kania Dewi
Editor : Uly Amalia & Husni Kamal
Cover by Opung
Donggala & Ufukkreatif Design
Cetakan I : Desember 2011 ; 400 hlm
Sinopsis :
Kisah ini tentang seorang gadis bernama Esther Greenwood –
gadis muda berusia sekitar 19 tahun, yang baru saja mendapat penawaran beasiswa
college ( = kuliah ) di New York, Amerika.
Ia adalah salah satu dari dua belas gadis belia yang memenangkan kontes
majalah mode melalui penulisan esai, cerita, puisi dan artikel tentang mode.
Mereka mendapat kesempatan untuk bekerja serta menimba pengalaman dan
pengetahuan selama sebulan penuh di New York.
Semua pengeluaran dan biaya hidup ditanggung, bahkan mereka
juga mendapat berbagai bonus serta hadiah dari sponsor-sponsor, seperti tiket
pertunjukkan balet dan pagelaran mode, berkunjung dan menikmati pelayanan di
salon-salon terkemuka, mendapat pakaian-pakaian modis, terbaru dan tentunya
cukup mahal. Pembelajaran tentang tata cara menghadiri jamuan makan resmi,
bagaimana berdandan serta tata rias bak bintang film, semua hal yang diinginkan
dan menjadi Impian para gadis terutama gadis dari kota kecil seperti Esther.
Masalahnya, Esther tidak merasa senang maupun bahagia dengan
semua yang ia dapatkan. Pertama kali memang menarik, namun setelah beberapa
lama kemudian, ia tak mampu merasakan daya tarik dari seluruh aktifitas dan
kegiatan yang dijalaninya. Semula ia merasa iri dengan gadis-gadis lain yang
keluarganya kaya dan mereka hanya ‘sekedar’ menghabiskan waktu dengan berbagai
kegiatan. Sedangkan dirinya memiliki banyak keinginan, bisa jalan-jalan keluar
negeri, bisa menguasai berbagai bahasa, mampu menghasilkan tulisan yang
berbobot, menjadi relawan sosial yang membantu keselamatan orang lain ...semua
keinginan itu terlihat terlampau muluk baginya.
Ibarat roller-coaster, setiap hari Esther harus berhadapan
dengan ‘mood’ yang terkadang menggebu-gebu namun dalam sekejap langsung
menyusut, seakan begitu saja lenyap, tanpa ada keinginan lain selain berontak
dan bertingkah-laku yang sangat berbeda, tapi sekali lagi ia tak punya cukup
keberanian untuk berjuang sekaligus untuk melakukan suatu perbedaan dalam
hidupnya. Tak ada satu pun orang, kenalan, kekasih bahkan orang tuanya, yang
mampu memahami dirinya. Dan Esther
menutup rapat-rapat rahasia dirinya.
Hingga suatu hari, ia mengalami puncak dari segala kerisauan
pikiran serta hatinya. Melarikan diri dari sekolah, meninggalkan beasiswa dan
segala atributnya, memutuskan hubungan dengan kekasih sekaligus calon suaminya,
kembali dan bersembunyi di kediaman orang tuanya. Hanya menjalani hidup dengan
makan ( jika kebetulan teringat olehnya ) dan berusaha untuk istirahat ...dan
tanpa disadari bahwa depresi sudah melanda dirinya, Esther mengalami insomnia
berat selama berminggu-minggu.
Kondisinya tampak mengerikan, tak mau berganti pakaian,
mandi bahkan berdandan ala kadarnya.
Ibunya yang sangat khawatir membawanya ke seorang dokter, seorang
psikiatris, yang memberikan sesi terapi dengan ongkos lumayan mahal per jam,
dan akhirnya menyarankan pengobatan mutakhir untuk kondisi Esther : terapi
kejutan listrik, yang akan langsung membuat perubahan pada otaknya. Dan memang
benar, setelah mengalami terapi tersebut, Esther berubah, dan semakin parah ...
hingga ia akhirnya melakukan sesuatu yang telah menghantuinya selama ini :
BUNUH DIRI !!!
Kesan :
Semenjak awal waktu hendak memulai membaca, sudah ada
sedikit keraguan, apakah buku yang berkisah tentang tokoh yang berusaha bunuh
diri berkali-kali, tidak membuat diriku sebagai pembaca turut menjadi depresi
?? Namun dengan berbagai rekomendasi dan pujian bahwa ini adalah novel klasik
tentang pencarian jati diri, maka kucoba untuk membacanya ...
Bagaimana hasilnya ? Well, harus kuakui, sungguh perjuangan
menyelesaikan bacaan ini. Bukan karena
membuat depresi justru entah mengapa diriku menjadi sedikit bosan dan agak
jengkel dengan penuturan yang bertele-tele, ditambah dengan kisah yang
terkadang maju ke depan, atau justru mundur ke belakang beberapa waktu silam,
dan tanpa ada suatu ‘tanda-tanda’ bahwa
terjadi perubahan seting waktu. Seakan penulis hanya menulis segala curahan
pikiran tanpa diedit ... dan ternyata memang novel ini merupakan
semi-autobiografi sang penulis, yang setelah beberepa minggu novel ini
diterbitakan, juga menjalani hal yang sama dengan tokoh utama novel ini : BUNUH
DIRI !!! Bedanya dalam novel ini tokoh
utama yaitu Esther terselamatkan oleh keluarga dan kenalannya ( meski kurasa
kegilaan masih sedikit ‘bercokol’ di benaknya ) dan sang penulis tak
terselamatkan .
Kemungkinan novel ini juga merupakan jeritan batinnya, yang
tak pernah bisa merasakan kebahagiaan dan berusaha mencari tahu apa
sesungguhnya keinginan dan tujuan hidupnya. Terlepas dari apakah hal itu benar
atau tidak, sebagai pembaca, diriku tak mampu memberikan pujian pada karakter
yang tidak mampu / tidak mau berusaha sekuat tenaga – jiwa – pikiran untuk
mengatasi kelemahan dirinya. Memang ada yang berkata jika seseorang sedang stress dan depresi berat, tidak
memiliki kemampuan serta akal sehat untuk mengambil keputusan sekecil apa pun.
Well, aku hanya berharap semoga dan jangan sampai mengalami hal seperti ini,
sungguh mengerikan tak mampu mengendalikan diri sendiri. Dan tentunya dukungan
serta kasih sayang serta cinta kasih di lingkungan sekeliling turut membantu,
karena dari yang kutangkap dalam kisah ini, karakter tokoh utama / sang
penulis, tidak mendapatkan hal tersebut dan tak mampu memberikannya kepada
orang lain pula. Prinsip saling memberi-saling berbagi terutama komunikasi,
sesuatu yang perlu diingat jika Anda berkesempatan membaca atau melihat filmnya
yang akan segera diputar !!!
Note :
Jika Anda berkesempatan untuk membaca versi asli bukan terjemahan, kemungkinan akan lebih menarik karena buku ini lebih merupakan sebuah prosa bukan sekedar novel biografi belaka. Dan ungkapan rangkaian kata-kata yang disampaikan oleh penulis, meskipun memilih arti yang sama ( jika diterjemahkan ) namun ada suatu keindahan dalam setiap tuangan prosa yang tertulis, menimbulkan rasa haru dan pemahaman akan kerinduan penulis dalam menjalani kehidupannya ... bukan sekedar kisah sosok depresi dan gila. Maka tidak mengherankan jika kisah serta prosa berjudul The Bell Jar ini menjadi sebuah kisah klasik yang senantiasa dikenang dan menyentuh setiap pembacanya (^_^)
Tentang Penulis :
Sylvia Plath lahir di Boston pada 27 Oktober 1932. Setelah menamatkan pendidikannya di
Smith College pada tahun 1955, Sylvia melanjutakan pendidikannya ke Cambridge
University dengan beasiswa Fulbright. Di sana ia bertemu dengan Ted Hughes – seorang penyair, dan kemudian
menikah dengannya. Sylvia mulai menulis puisi semenjak kanak-kanak dan menulis
cerita sejak pertengahan masa remajanya. The
Bell Jar adalah satu-satunya novel yang ditulisnya, dan awalnya diterbitkan
pada tahun 1963 dengan nama samaran : Victoria Lucas, hanya beberapa minggu
sebelum ia melakukan bunuh diri – pada tanggal 11 Pebruari 1963, di London,
Inggris.
Di masa hidupnya, The
Colossus – sebuah kumpulan puisi telah diterbitkan. Karya-karyanya yang
diterbitkan setelah ia meninggal, di antaranya kumpulan prosa, Johnny Panic and the Bible of Dreams,
dan kumpulan puisi : Ariel. Dan
semenjak kematiannya yang tragis, karya berupa puisi-puisi disejajarkan dengan
karya Anne Sexton, yang telah mengembangkan aliran puisi konvensional menjadi
sebuah aliran baru yang menjadikannya sebuah ikon di dunia sastra.
Novel The Bell Jar
pernah diangkat ke layar lebar pada tahun 1979 oleh AVCO Embassy Pictures,
dibintangi oleh Marilyn Hassett, Julie Harris, dan Jameson Parker serta Larry Peerce sebagai sutradaranya. Dan pada tahun 2012 ini, dibuat remake terbaru
dengan bintang utama Julia Stiles ( dikenal lewat Save The Last Dance, Bourne
Identity Trilogy, Monalisa Smile ) sebagai Esther Greenwood dan Rose McGowan (
dikenal lewat serial TV Charmed ) sebagai Doreen Roberts, sahabat Esther semasa
kuliah.
Selain itu, riwayat hidup Sylvia Plath serta kematiannya yang tragis, turut menarik perhatian khalayak
dan pecinta sastra, hingga diangkat pula ke layar lebar dengan Gwyneth Paltrow sebagai Sylvia Plath dan Daniel Craig
sebagai Ted Hughes, suaminya. Yang tidak kalah menarik, berperan sebagai
Aurelia Plath-ibu Sylvia Plath adalah aktris Blythe Danner–ibu kandung
Gwyneth Paltrow.
Best Regards,
* Hobby Buku *
wah aku baru aja beli versi inggrisnya. (entah dibaca kapan ;)
ReplyDeletemmg dgn karakter yg 'sakit jiwanya' kita perlu pengertian lebih, sepertinya mrk kok susah bgt utk bangkit, tp memang begitulah kondisi jiwanya yg disebabkan mungkin perjalanan hidup yg dialami sejak kecil (yg berbeda dgn kita) atau sekedar mood swing yg drastis yg mrk sendiri tidak mampu untuk menghilangkannya.
baru tahu juga kalo novel modern classic ini sdh diterjemahkan ke bhs indonesia.
Selalu suka baca reviewmu yang super komplit mba :D
ReplyDeleteBelljar ini suram, pertamanya aku tertarik tapi gak yakin kuat bacanya..tapi berkat infomu yg komplit mungkin aku nyari filmnya dulu kali ya :D
eh iya, aku penasaran pengan mba Maria nulis ttg Enyd Blyton deh :D