WELCOME

For everyone who love classical stories
from many centuries until millenium
with some great story-teller around the world
these is just some compilation of epic-stories
that I've read and loved so many times
... an everlasting stories and memories ...

Translate

Thursday, May 3, 2012

Books "THE BELL JAR"


Judul Asli : THE BELL JAR
Copyright © 1966 by Sylvia Plath
Penerbit : Ufuk
Alih Bahasa : Kania Dewi
Editor : Uly Amalia & Husni Kamal
 Cover by Opung Donggala & Ufukkreatif Design
Cetakan I : Desember 2011 ;  400 hlm

Sinopsis :
Kisah ini tentang seorang gadis bernama Esther Greenwood – gadis muda berusia sekitar 19 tahun, yang baru saja mendapat penawaran beasiswa college ( = kuliah ) di New York, Amerika.  Ia adalah salah satu dari dua belas gadis belia yang memenangkan kontes majalah mode melalui penulisan esai, cerita, puisi dan artikel tentang mode. Mereka mendapat kesempatan untuk bekerja serta menimba pengalaman dan pengetahuan selama sebulan penuh di New York. 

Semua pengeluaran dan biaya hidup ditanggung, bahkan mereka juga mendapat berbagai bonus serta hadiah dari sponsor-sponsor, seperti tiket pertunjukkan balet dan pagelaran mode, berkunjung dan menikmati pelayanan di salon-salon terkemuka, mendapat pakaian-pakaian modis, terbaru dan tentunya cukup mahal. Pembelajaran tentang tata cara menghadiri jamuan makan resmi, bagaimana berdandan serta tata rias bak bintang film, semua hal yang diinginkan dan menjadi Impian para gadis terutama gadis dari kota kecil seperti Esther. 


Masalahnya, Esther tidak merasa senang maupun bahagia dengan semua yang ia dapatkan. Pertama kali memang menarik, namun setelah beberapa lama kemudian, ia tak mampu merasakan daya tarik dari seluruh aktifitas dan kegiatan yang dijalaninya. Semula ia merasa iri dengan gadis-gadis lain yang keluarganya kaya dan mereka hanya ‘sekedar’ menghabiskan waktu dengan berbagai kegiatan. Sedangkan dirinya memiliki banyak keinginan, bisa jalan-jalan keluar negeri, bisa menguasai berbagai bahasa, mampu menghasilkan tulisan yang berbobot, menjadi relawan sosial yang membantu keselamatan orang lain ...semua keinginan itu terlihat terlampau muluk baginya. 

Ibarat roller-coaster, setiap hari Esther harus berhadapan dengan ‘mood’ yang terkadang menggebu-gebu namun dalam sekejap langsung menyusut, seakan begitu saja lenyap, tanpa ada keinginan lain selain berontak dan bertingkah-laku yang sangat berbeda, tapi sekali lagi ia tak punya cukup keberanian untuk berjuang sekaligus untuk melakukan suatu perbedaan dalam hidupnya. Tak ada satu pun orang, kenalan, kekasih bahkan orang tuanya, yang mampu memahami dirinya.  Dan Esther menutup rapat-rapat rahasia dirinya. 


Hingga suatu hari, ia mengalami puncak dari segala kerisauan pikiran serta hatinya. Melarikan diri dari sekolah, meninggalkan beasiswa dan segala atributnya, memutuskan hubungan dengan kekasih sekaligus calon suaminya, kembali dan bersembunyi di kediaman orang tuanya. Hanya menjalani hidup dengan makan ( jika kebetulan teringat olehnya ) dan berusaha untuk istirahat ...dan tanpa disadari bahwa depresi sudah melanda dirinya, Esther mengalami insomnia berat selama berminggu-minggu.  

Kondisinya tampak mengerikan, tak mau berganti pakaian, mandi bahkan berdandan ala kadarnya.  Ibunya yang sangat khawatir membawanya ke seorang dokter, seorang psikiatris, yang memberikan sesi terapi dengan ongkos lumayan mahal per jam, dan akhirnya menyarankan pengobatan mutakhir untuk kondisi Esther : terapi kejutan listrik, yang akan langsung membuat perubahan pada otaknya. Dan memang benar, setelah mengalami terapi tersebut, Esther berubah, dan semakin parah ... hingga ia akhirnya melakukan sesuatu yang telah menghantuinya selama ini : BUNUH DIRI !!! 


Kesan :
Semenjak awal  waktu hendak memulai membaca, sudah ada sedikit keraguan, apakah buku yang berkisah tentang tokoh yang berusaha bunuh diri berkali-kali, tidak membuat diriku sebagai pembaca turut menjadi depresi ?? Namun dengan berbagai rekomendasi dan pujian bahwa ini adalah novel klasik tentang pencarian jati diri, maka kucoba untuk membacanya ... 


Bagaimana hasilnya ? Well, harus kuakui, sungguh perjuangan menyelesaikan bacaan ini.  Bukan karena membuat depresi justru entah mengapa diriku menjadi sedikit bosan dan agak jengkel dengan penuturan yang bertele-tele, ditambah dengan kisah yang terkadang maju ke depan, atau justru mundur ke belakang beberapa waktu silam, dan tanpa ada  suatu ‘tanda-tanda’ bahwa terjadi perubahan seting waktu. Seakan penulis hanya menulis segala curahan pikiran tanpa diedit ... dan ternyata memang novel ini merupakan semi-autobiografi sang penulis, yang setelah beberepa minggu novel ini diterbitakan, juga menjalani hal yang sama dengan tokoh utama novel ini : BUNUH DIRI !!!  Bedanya dalam novel ini tokoh utama yaitu Esther terselamatkan oleh keluarga dan kenalannya ( meski kurasa kegilaan masih sedikit ‘bercokol’ di benaknya ) dan sang penulis tak terselamatkan . 


Kemungkinan novel ini juga merupakan jeritan batinnya, yang tak pernah bisa merasakan kebahagiaan dan berusaha mencari tahu apa sesungguhnya keinginan dan tujuan hidupnya. Terlepas dari apakah hal itu benar atau tidak, sebagai pembaca, diriku tak mampu memberikan pujian pada karakter yang tidak mampu / tidak mau berusaha sekuat tenaga – jiwa – pikiran untuk mengatasi kelemahan dirinya. Memang ada yang berkata jika  seseorang sedang stress dan depresi berat, tidak memiliki kemampuan serta akal sehat untuk mengambil keputusan sekecil apa pun. 


Well, aku hanya berharap semoga dan jangan sampai mengalami hal seperti ini, sungguh mengerikan tak mampu mengendalikan diri sendiri. Dan tentunya dukungan serta kasih sayang serta cinta kasih di lingkungan sekeliling turut membantu, karena dari yang kutangkap dalam kisah ini, karakter tokoh utama / sang penulis, tidak mendapatkan hal tersebut dan tak mampu memberikannya kepada orang lain pula. Prinsip saling memberi-saling berbagi terutama komunikasi, sesuatu yang perlu diingat jika Anda berkesempatan membaca atau melihat filmnya yang akan segera diputar !!! 

Note : 


Jika Anda berkesempatan untuk membaca versi asli bukan terjemahan, kemungkinan akan lebih menarik karena buku ini lebih merupakan sebuah prosa bukan sekedar novel biografi belaka. Dan ungkapan rangkaian kata-kata yang disampaikan oleh penulis, meskipun memilih arti yang sama ( jika diterjemahkan ) namun ada suatu keindahan dalam setiap tuangan prosa yang tertulis, menimbulkan rasa haru dan pemahaman akan kerinduan penulis dalam menjalani kehidupannya ... bukan sekedar kisah sosok depresi dan gila. Maka tidak mengherankan jika kisah serta prosa berjudul The Bell Jar ini menjadi sebuah kisah klasik yang senantiasa dikenang dan menyentuh setiap pembacanya (^_^)

Tentang Penulis : 

Sylvia Plath lahir di Boston pada 27 Oktober  1932. Setelah menamatkan pendidikannya di Smith College pada tahun 1955, Sylvia melanjutakan pendidikannya ke Cambridge University dengan beasiswa Fulbright. Di sana ia bertemu dengan  Ted Hughes – seorang penyair, dan kemudian menikah dengannya. Sylvia mulai menulis puisi semenjak kanak-kanak dan menulis cerita sejak pertengahan masa remajanya. The Bell Jar adalah satu-satunya novel yang ditulisnya, dan awalnya diterbitkan pada tahun 1963 dengan nama samaran : Victoria Lucas, hanya beberapa minggu sebelum ia melakukan bunuh diri – pada tanggal 11 Pebruari 1963, di London, Inggris. 


Di masa hidupnya, The Colossus – sebuah kumpulan puisi telah diterbitkan. Karya-karyanya yang diterbitkan setelah ia meninggal, di antaranya kumpulan prosa, Johnny Panic and the Bible of Dreams, dan kumpulan puisi : Ariel. Dan semenjak kematiannya yang tragis, karya berupa puisi-puisi disejajarkan dengan karya Anne Sexton, yang telah mengembangkan aliran puisi konvensional menjadi sebuah aliran baru yang menjadikannya sebuah ikon di dunia sastra.   


Novel  The Bell Jar pernah diangkat ke layar lebar pada tahun 1979 oleh AVCO Embassy Pictures, dibintangi oleh Marilyn Hassett, Julie Harris, dan Jameson Parker serta Larry Peerce sebagai sutradaranya. Dan pada tahun 2012 ini, dibuat remake terbaru dengan bintang utama Julia Stiles ( dikenal lewat Save The Last Dance, Bourne Identity Trilogy, Monalisa Smile ) sebagai Esther Greenwood dan Rose McGowan ( dikenal lewat serial TV Charmed ) sebagai Doreen Roberts, sahabat Esther semasa kuliah. 

Selain itu, riwayat hidup Sylvia Plath serta kematiannya yang tragis, turut menarik perhatian khalayak dan pecinta sastra, hingga diangkat pula ke layar lebar dengan Gwyneth  Paltrow sebagai Sylvia Plath dan Daniel Craig sebagai Ted Hughes, suaminya. Yang tidak kalah menarik, berperan sebagai Aurelia Plath-ibu Sylvia Plath adalah aktris Blythe Danner–ibu kandung Gwyneth Paltrow. 

Best Regards,
* Hobby Buku * 

2 comments :

  1. wah aku baru aja beli versi inggrisnya. (entah dibaca kapan ;)
    mmg dgn karakter yg 'sakit jiwanya' kita perlu pengertian lebih, sepertinya mrk kok susah bgt utk bangkit, tp memang begitulah kondisi jiwanya yg disebabkan mungkin perjalanan hidup yg dialami sejak kecil (yg berbeda dgn kita) atau sekedar mood swing yg drastis yg mrk sendiri tidak mampu untuk menghilangkannya.

    baru tahu juga kalo novel modern classic ini sdh diterjemahkan ke bhs indonesia.

    ReplyDelete
  2. Selalu suka baca reviewmu yang super komplit mba :D
    Belljar ini suram, pertamanya aku tertarik tapi gak yakin kuat bacanya..tapi berkat infomu yg komplit mungkin aku nyari filmnya dulu kali ya :D
    eh iya, aku penasaran pengan mba Maria nulis ttg Enyd Blyton deh :D

    ReplyDelete