Judul Asli : THE
COUNT OF MONTE CRISTO
Copyright © Alexandre Dumas
Penerbit Bentang
Alih Bahasa : Nin Bakdi Soemanto
Editor : Dhewiberta
Cover by Edi Jatmiko
Cetakan I : Maret 2011 ; 568 hlm
~ Part I : Story about young Edmond Dantès ~
Kisah ini terjadi pada sekitar awal abad ke-18, saat Prancis dalam suasana tegang akibat perebutan kekuasaan antara Napoleon Bonaparte dan Louis XVIII, memecah belah para pendukung serta rakyatnya dalam sebuah persengketaan yang berkepanjangan. Dan diantara sekian banyak orang, salah satunya seorang pemuda bernama Edmond Dantès yang mengalami perubahan besar dalam hidupnya akibat perseteruan ini, inilah kisahnya ...
Pada tanggal 24 Februari 1815, dermaga di Marseilles
kedatangan Kapal Pharaon yang dimiliki oleh Monsieur Morrel dari perusahaan Morrel
& Son, membawa berita sedih akan kematian sang Kapten Leclère
akibat radang otak. Meski demikian, kapal beserta muatannya tetap dapat
melaksanakan aktifitas dan tiba dengan selamat sampai tujuan berkat
kepemimpinan kelasi muda bernama Edmond Dantès yang baru menginjak usia 19
tahun, namun memiliki kemampuan serta kecerdasan untuk memimpin. Disukai dan
dikagumi serta dihormati akan kemampuan serta kepemimpinannya, baik oleh para
kru kapal dan juga sang pemilik kapal, membuat Edmond mendapat sebuah penawaran
untuk menggantikan posisi Kapten Kapal Pharaon sepeninggalan Kapten sebelumnya.
Kebahagiaan Edmond Dantès semakin bertambah setelah
bertemu dengan kekasih hatinya : Mercédès yang dengan setia menunggu
kedatangannya sekian lama. Dan kepulangannya kali ini untuk mengikat hubungan
keduanya menjadi lebih erat, mereka segera merayakan pesta pertunangan yang
dihadiri oleh sang ayah Louis Dantès, para awak kapal yang juga menyukai
pemuda itu, bahkan Monsieur Morrel
menyempatkan diri hadir untuk memberikan ucapan selamat. Semua orang tampak
berbahagia dan bersenang-senang, hingga datang sebuah kejutan yang menakutkan :
Edmond Dantès
ditangkap dan dituduh sebagai pengkhianat negara.
Rupanya keberuntungan yang sedang bersama pemuda ini,
mengundang rasa iri dan cemburu, sehingga bagi beberapa orang yang menaruh
kedengkian mendalam terhadap dirinya, mereka mengatur sebuah rencana untuk
menjebak Edmond Dantès yang akan membawanya pada kehancuran. Orang pertama yang
sudah sekian lama membenci Dantès adalah Danglars – bendahara Kapal
Pharaon yang berusia 25 tahun, merasa dirinya lebih dewasa dan berpengalaman,
ia tak suka dengan keberanian Dantès yang blak-blakan dan jujur, justru
memperoleh sambutan hangat dari banyak pihak. Danglars yang bukan pemberani
bahkan cenderung licik, berhasil mempengaruhi dua orang untuk bersekongkol
dalam rencana menjebak Dantès. Mereka adalah Gaspard Caderousse –
tetangga Louis Dantès, serta Fernand Mondego – sepupu Mercédès
yang senantiasa mencintai dirinya, dan patah hati setiap kali gadis ini menolaknya
karena hatinya sudah menjadi milik Dantès.
Mereka memanfaatkan ‘tugas rahasia’ yang dibebankan oleh
Kapten Leclère
kepada Dantès
menjelang kematiannya (kebetulan saat itu pula Danglars yang selalu
memata-matai Dantès, melihat saat sepucuk surat berpindah tangan secara
rahasia). Beliau meminta pemuda itu untuk mengantarkan sepucuk surat kepada
seseorang di Kepulauan Elba, yang ternyata berkaitan dengan keberadaan Napoleon
Bonaparte yang diasingkan di sana. Selain itu, karena ia pemuda yang ramah dan
ringan-tangan, sekali lagi ia tak keberatan saat dimintai bantuan untuk
mengirim sepucuk surat balasan kepada sekutu Napoleon di daratan
Prancis...tanpa mengetahui bahwa sepucuk surat yang tak diketahui isinya itu
akan menjadi ‘kunci’ yang menentukan masa depannya.
Edmond Dantès yang belum sempat menyelesaikan
pesta pertunangannya, digelandang ke dalam tahanan, menunggu persidangan dengan
tuduhan sebagai simpatisan Bonapartis (sebutan bagi pengikut Napoleon
Bonaparte). Pemuda ini sempat kebingungan karena ia merasa tak melakukan
kesalahan apapun, hanya sekedar membantu menyampaikan sepucuk surat, dan ia tak
mengikuti paham politik yang terpecah-belah di negara itu. Dengan kejujuran
serta keberaniannya, ia berhadapan dengan wakil penuntut umum Gerald Villefort –
pemuda berusia 27 tahun yang sedang berbahagia, ia berada di puncak kariernya,
merayakan pesta pertunangan dengan Renee de Saint-Méran yang cantik sekaligus
pewaris kekayaan dalam jumlah besar. Melihat bahwa Dantès telah berbicara jujur,
Villefort berkesimpulan bahwa ia tak bersalah, jelas ada pihak-pihak tertentu
yang berniat menjebaknya. Melihat hal
ini sudah seharusnya Dantès segera dibebaskan, namun saat pemuda Villeford melihat
isi surat yang harus diantarkan oleh Dantès ke salah satu simpatisan
Bonapartis, beliau berubah pikiran dan tanpa sepengetahuan siapa pun, kecuali
mereka berdua, Villefort berbalik membiarkan Dantès tetap sebagai tersangka
bahkan segera diadili dan menjalani hukuman buang sebagai tahanan seumur hidup
di penjara Chậteau d’If yang mengerikan.
Semua tindakan dan permintaan Dantès untuk meminta waktu untuk menunjukkan
dirinya tak bersalah seakan berhadapan dengan tembok tebal. Tak satu pun jalan
keluar ditemui. Dalam sekejap mata, kehidupan masa depan yang mengerikan
membayangi benak Edmond Dantès. Tanpa ia ketahui, bahwa ayahnya, tunangannya
Mercédès, serta Monsieur Morrel telah berusaha mencari keadilan bagi dirinya,
namun mereka semua juga menemui jalan buntu, bahkan tak sempat bertemu lagi
dengan pemuda itu hingga ia dibawa ke penjara di tengah pulau terpencil yang
jauh dari mana pun. Maka dimulai
kehidupan baru nan kelam bagi pemuda ceria yang baru berusia 19 tahun itu.
“Abbe Faria: Here is your final lesson - do not commit the crime for which you now serve the sentence. God said, Vengeance is mine.
Edmond Dantes: I don't believe in God.
Abbe Faria: It doesn't matter. He believes in you. ”
Kesan
:
Babak pertama kisah ini menjanjikan sebuah petualangan yang
menegangkan. Dengan prolog serta penggambaran latar belakang kehidupan tokoh
utama kisah ini, disertai fakta-fakta sejarah akan perseteruan antara Napoleon
Bonaparte dan Louis XVIII beserta para pengikutnya, satu sama lain saling
mengangkat dirinya sebagai Raja Penguasa Prancis.
Buku ini menceritakan perjalanan pemuda Edmond Dantès yang
mengalami pasang-surut dalam
kehidupannya. Di mana pada usia masih belia, dijebloskan dalam tahanan seumur
hidup akibat jebakan beberapa orang yang menaruh rasa iri dan cemburu akan kesuksesaan dirinya
yang terbilang masih belia. Namun peristiwa yang cukup menarik, adanya peran
serta tokoh penegak hukum muda yang ambisius, berpegang teguh pada
prinsip-prinsip kebenaran serta keadilan bagi semua orang, namun justru
mengambil tindakan yang berlawanan atas nasib pemuda belia yang tak bersalah,
semua demi menyelamatkan ambisi serta status sosial yang diperolehnya saat itu.
Membaca kisah ini di awal mungkin sedikit membingungkan karena
penulis terkadang ‘melompat’ pada karakter dan situasi yang berbeda, apalagi disertai
dengan sekian banyak nama-nama yang harus diingat untuk mengetahui hubungan
antara satu karakter dengan karakter lain. Bagi yang belum terbiasa membaca
novel seperti ini, coba bayangkan seperti menonton sebuah film dengan berbagai
adegan yang berbeda, silih berganti disertai alur yang cukup cepat pula. Jika
masih bingung, silahkan coba caraku dengan menulis dan membuat bagan nama-nama
yang sering muncul, maka akan terlihat ‘garis-penghubung’ antara masing-masing
karakter.
Karena panjangnya kisah ini, maka kuputuskan untuk membagi menjadi
dua bagian ulasan, yang pertama tentang awal kisah Edmond Dantès dan yang kedua
tentang sosok bernama Count of Monte Cristo. Kembali kepada kisah pemuda Dantès
yang sesaat menatap masa depan dengan tatapan percaya diri dan kebanggaan atas
prestasi yang dicapainya, dan dalam sekejab mata ia harus berhadapan dengan
tembok-tembok dingin, lembab dan kesunyian yang mencekam, membuat benak dan akal
sehatnya mulai ‘bermain-main’ dengan beraneka ujian yang dapat membuat siapa pun
menjadi gila. Dalam keputusasaan ia berusaha menghabisi nyawanya beberapa kali,
termasuk mogok makan, namun hanya penderitaan dan kesakitan yang ia alami
sehingga ia tak kuat meneruskan percobaan itu. Berdoa juga tak banyak membantu,
maka ia hanya dapat mengutuk dan menimbun dendam membara kepada siapa saja yang
berperan dalam penderitaan yang dialaminya.
“Akhirnya setelah letih memohon kepada orang-orang, Dante berpaling kepada Tuhan. Ia mengingat-ingat doa yang diajarkan ibunya dan menemukan makna dalam doa-doa yang dulunya tidak ia sadari. Namun meskipun berdoa dengan gencar, ia tetap seorang narapidana. Jiwanya menjadi gelap dan sebuah awan seakan lewat di depan matanya. Pikirannya penuh dengan satu gagasan tunggal, yakni tentang kebahagiaannya yang dihancurkan dengan alasan yang tidak jelas.” ( from The Count of Monte Cristo | p. 44 )
Dalam kegelapan pikirannya, Dantès seakan mendapat ‘kejelasan’
dalam pikirannya, akan peran orang-orang yang membuatnya sengsara. Namun masih
ada tanda tanya besar, siapa dan bagaimana orang-orang tersebut membuat dirinya
seperti ini, dan apa tujuan mereka, semua masih belum jelas bagi dirinya. Bagi
Dantès, kemarahan terhadap orang-orang ini mampu memberikan sedikit tenaga
baginya untuk bertahan hidup. Apalagi setelah ia menemukan suatu rahasia di
dalam pelosok ruang tahanan bawah tanah yang gelap dan tertutup itu. Rahasia
yang membawahnya pada sebuah persekutuan untuk membebaskan diri dari kurungan
tembok tebal penjara, rahasia yang memakan waktu berminggu-minggu,
berbulan-bulan dan bertahun-tahun, namun dengan kesabaran penuh dan tekad
membara, sebauh rencana pelarian dibuat, dilaksanakan dengan kehati-hatian
serta kerja keras.
"You must teach me a small part of what you know," said Dantes, "if only to prevent your growing weary of me. I can well believe that so learned a person as yourself would prefer absolute solitude to being tormented with the company of one as ignorant and uninformed as myself. If you will only agree to my request, I promise you never to mention another word about escaping." The abbe smiled. "Alas, my boy," said he, "human knowledge is confined within very narrow limits; and when I have taught you mathematics, physics, history, and the three or four modern languages with which I am acquainted, you will know as much as I do myself. Now, it will scarcely require two years for me to communicate to you the stock of learning I possess."
"Two years!" exclaimed Dantes; "do you really believe I can acquire all these things in so short a time?"
"Not their application, certainly, but their principles you may; to learn is not to know; there are the learners and the learned. Memory makes the one, philosophy the other."
Kisah sosok manusia yang dituduh bersalah dan dipenjarakan, banyak
terjadi dalam kehidupan nyata. Dan membaca kisah ini mengingatkan diriku akan
kisah semi-autobiografi Henri Charrière ( 16 November 1906 – 29 Juli 1973 ),
yang berjudul Papillon – kisah pelariannya sebagai narapidana tertuduh pelaku
pembunuhan yang dikirim ke kepulauan wilayah koloni Prancis untuk para tahanan
yang diangggap berbahaya, saat ia sempat melarikan diri dan tinggal bersama
suku Indian, ini menarik untuk disimak. Namun
dalam kisah pemuda Edmond Dantès ini, bukan sekedar kisah suram dan muram,
dengan gaya khas penulis Prancis maka ini menjadi bacaan petualangan
menegangkan dengan bumbu romansa, tentang kisah-cinta sehidup semati,
pembalasan dendam hingga pada keturunan berikutnya. Jika pada jaman dahulu
belum ada semacam telenovela atau sinetron berseri, maka novel ini bisa
dikatakan cikal-bakal kisah-kisah semacam itu. Karena ini merupakan kisah
petualangan yang berlangsung lumayan cepat pula, maka terjemahannya yang agak
mengganggu pun tidak terlalu terasa, boleh dikatakan diriku menikmati sejak
halaman pertama hingga terakhir.
Tentang
Penulis :
Alexandre Dumas ( 24 Juli 1802 – 5 Desember 1870 ), lahir di
Picardy, Prancis. Ayahnya – Thomas-Alexandre Dumas, masih berdarah bangsawan,
kemudian menjadi seorang jenderal dalam pasukan Napoleon. Namun, sang ayah
meninggal saat ia masih berusia 4 tahun. Masalah keuangan membuatibunya :
Marie-Louise Élisabeth Labouret, tak mampu menyekolahkan Dumas ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Untunglah, Dumas gemar membaca. Dia melahap banyak
buku dan menyerap berbagai pengetahuan melaluinya. Ibunya pun kerap menceritakan kisah-kisah
heroik sang ayah di masa pemerintahan Napoleon I. Kelak cerita-cerita inilah
yang menginspirasi Dumas dalam menulis novel-novelnya.
The Count of Monte Cristo (1975) |
Saat berusia 21 tahun, Dumas pindah ke Paris. Di sanalah dia mulai
menghasilkan beberapa karyanya, dimulai dari naskah-naskah drama. Dia juga
aktif dalam penulisan di berbagai media, dan mulai serius dalam penulisan
novel. Novel-novelnya tetap terkenal hingga beberapa abad kemudian, diantaranya
: Georges (1843), Three Musketeers (1844), The Corsican Brothers (1844), dan
The Count of Monte Cristo (1845-1846). Karya-karyanya telah diterjemahkan di
hampir 100 bahasa serta menginspirasi pembuatan tidak kurang dari 200 drama
serta film layar lebar, serial televisi, maupun dalam bentuk komik manga serta animasi film.
Dalam kehidupan pribadinya, beliau terlibat hubungan dengan
beberapa wanita, dan menghasilkan beberapa putra-putri. Salah satu putranya
yang diberi nama sama, Alexandre Dumas Jr, juga mengikuti jejaknya sebagai
penulis yang novelnya yang terkenal ‘The Lady of the Camellias’
Best Regards,
* Hobby Buku*
* Hobby Buku*
..... continued on the next post at "THE COUNT OF MONTE CRISTO" ( Part II )
~ The Count of Monte Cristo versi Anime ~ |
aduh panjang bener repiunya kayak novelnya yang juga panjanggg hadehhh ....gw baca dl ya baru koment :p
ReplyDeleteini mah sdh sangat disingkat dan sdh diedit lho :D
Deletekeren ah reviewnya mbak :D
ReplyDeletehadueh, trm kasih bang, ini masih 'luar'nya, pengen kupas dalamnya juga, wktnya mepet cmn sehari ngerjakannya :(
DeleteBaik pembaca dan penulis benar2 sabar dalam membaca maupun menulis naskah buku ini. Pembalasan dendam yang dibangun perlahan demi perlahan, menghadirkan dunia yang begitu muram, segara intrik dan niat busuk dibalik kata-kata sopan dan etika nan megah. Namun, pembalasan dendam di belakang terasa begitu memuaskan. Aku bacanya hampir bosan tp setelah selesai malah kagum sama ketekunan penulisnya, 4,5 bintang dah untuk novel klasik ini
ReplyDeleteawalnya memang agak membingungkan, mknya aq sarankan buat bikin adegan kyk film bgt :D, krn setelah separuh buku, eh, tambah seru ... pengen liat filmnya :(
Deletekeren mbak, jadi pengen baca. Kemarin udah liat buku ini di perpus bung hatta. Ntar pinjam ah..
ReplyDeleteayo...ayo...dibaca :D
DeleteAku suka buku ini, dari awal udah jatuh cinta...mmm sama si Count yg wajahnya ada di cover sih #salahfokus. Sejak Monte Cristo (dan sebelumnya Three Musketeers) aku jadi suka baca Alexandre Dumas. Konon gaya heroik yg ada di buku2nya berasal dari cerita2 sang ibu padanya tentang alm. ayahnya yg jadi jendral di jaman Napoleon. Berarti harus menjura pada sang ibu yg bisa membangun imajinasi dan perasaan heroik pada Dumas!
ReplyDeleteEh, liat cover yang mana ? yang model lukisan Prancis, or cover narapidana kurus kering di tahanan #salahfokusjatuhcinta ... :D
DeleteMenjura pula pada Monsiuer Dumas karena daya imajinasinya mampu membuat kisah bak drama-theatrikal yang menegangkan :D
This is one I am really looking forward to reading off my list! -Sarah
ReplyDeleteI love this book :D I'm reading it first time at my junior high from school library, since then never forget this stories :D
Deletekalau ini adalah jalan cerita lengkap dari count of monte cristo, atau rangkumannya, saya sangat berterima kasih karena saya sedang ada tugas untuk membahas budaya dan yg saya ajukan adalah budaya yg ada dalam novel ini.
ReplyDeleteterima kasih