Copyright
© Jane
Austen
Penerbit
Qanita
Alih
Bahasa : Berliani Mantili Nugrahani
Editor
: Prisca Primasari & Emi Kusmiati
Desain
Sampul : A.M. Wantoro
Cetakan
I : Februari 2012 ; 620 hlm
[ Review in Indonesia & English ]
[ Review in Indonesia & English ]
Keluarga Ward dari Huntingdon
memiliki 3 orang putri yang cantik. Yang pertama Miss Maria Ward, sangat
beruntung diperistri oleh Sir Thomas Bertram dari Mansfield Park, wilayah
Northampton. Bukan saka ia langsung menjadi seorang baronet serta memiliki mas kawin
yang sangat besar, keluarganya turut menikmati kenaikan status sosial di
kalangan masyarakat, apalagi ia masih
memiliki 2 orang adik perempuan yang belum menikah. Enam tahun kemudian, putri
kedua menikah dengan Mr. Norris – seorang pendeta yang terhormat, dan
dpekerjakan oleh Sir Thomas Bertram di Mansfield Park. Namun si bungsu, Miss
Francess Ward, justru menikah dengan Mr. Price - seorang letnan angkatan laut,
yang bukan saja tidak berpendidikan, tidak memiliki harta juga koneksi ke
kalangan terhormat. Harkat keluarga Ward diinjak-injak, menimbulkan
pertengkaran hebat antara ketiga bersaudara, dan hubungan diantara mereka
terputus sebelum Sir Thomas sempat memikirkan tindakan untuk membantu kondisi
sosial mereka.
[ source ] |
Keluarga Bertram terdiri dari Sir Thomas dan Lady Bertram, dengan 4 orang putra-putri mereka, Tom (17 tahun), Edmund (16 tahun), Maria (13 tahun) dan Julia (12 tahun). Di mata mereka, gadis cilik bertubuh kurus dan pemalu itu tidak terlalu menarik untuk dicermati lebih lanjut. Tiada yang menyadari perasaan Fanny yang halus dan peka, hingga kesedihan serta rasa kesepian yang dirasakan karena jauh dari keluarga serta William – kakak terkasihnya, tak mampu membuat kegembiraan dalam dirinya meski ia tinggal dalam kemewahan di Mansfield Park. Apalagi Mrs. Norris yang menganggap dirinya memiliki tanggung jawab dalam ‘menasehati’ sang kemenakan miskin, untuk selalu mengingat dirinya harus bersyukur atas kemurahan hati keluarga Bertram. Fanny Price semakin murung dan sedih, seandainya saja tidak ada uluran persahabatan yang ramah dan hangat dari Edmud Bertram, yang kemudian menyadari bahwa gadis ini sangat cerdas namun pemalu untuk mengungkapkan pikirannya.
[ source ] |
Dari sini dimulailah awal babak
baru dalam kehidupan di Mansfield Park. Jabatan Mr. Norris seharusnya
diwariskan kepada putra kedua, Edmund namun harta keluarga Bertram hampir habis
digerogoti Tom yang semenjak remaja suka berfoya-foya dan cenderung bertindak
sembrono. Berbeda dengan Edmund yang lebih sabar, berhati-hati dan bertindak
berdasarkan pemikiran yang lebih matang. Maka sembari menunggu Edmund pada usia
yang tepat, posisi Mr. Norris di Parsonage ditempati oleh Dr. Grant – pendeta
bersemangat berusia 45 tahun, dengan sang istri yang 15 tahun lebih muda, serta
tidak kalah lincahnya. Kemudian menyusul peristiwa dimana Sir Thomas harus
berangkat ke Antigua guna membesarkan bisnis dan membawa serta putra sulungnya,
dengan harapan mampu menghilangkan kegemaran berfoya-foya. Perjalanan jauh dan
memakan waktu minimal 1 tahun, meninggalkan tanggung jawab pengelolaan
Mansfield Park pada Edmund serta Mrs. Norris yang dengan senang hati mengambil
alih semua kesenangan dari tangan Lady Bertram yang tak pernah peduli dengan
hal tersebut selain keberadaan sang suami.
[ source ] |
Kesan :
Hmmm... lumayan panjang ya,
pendahuluan yang kuberikan, dan tahukah Anda itu belum mencapai seperempat dari
keseluruhannya kisahnya ?? Kisah akan terus berlanjut menggambarkan kehidupan ‘bebas’
yang dijalani para penghuni Mansfield Park selama setahun lebih sepeninggalan
Sir Thomas Bertram. Tanpa adanya sosok yang senantiasa mengawasi serta menegakkan
disiplin, para muda-mudi menjalani dengan penuh kebebasan dan kurang
memperdulikan aturan-aturan yang berlaku. Lady Bertram digambarkan sebagai
wanita pemalas yang tidak pernah ambil pusing dengan bagaimana Mansfield Park
dijalankan. Selama ada sang suami, ia menyerahkan seluruhnya pada beliau. Kini
ketika sang suami dan pemimpin rumah tangga berada di sebarang lautan,
Mansfield Park ditangani oleh Edmund – pemuda yang kompeten dan memiliki
tanggung jawab, namun sebagaimana pemuda seusianya, ia belum memiliki
kematangan serta keberanian untuk memutuskan jalan mana yang akan dipilih dalam
hidupnya. Satu-satunya orang dewasa yang dianggap mampu membantu adalah saudara Lady Bertram – Mrs. Norris, yang celakanya justru membawa pengaruh tidak baik.
[ source ] |
Singkat cerita, meski kisah ini
berakhir dengan happy ending *spoiler-alert* tiada kesan khusus yang mampu
membuatku ingin mengulang kisah ini. Meski demikian harus diucapkan salut
kepada sang penulis yang mampu menyoroti atau bisa dikatakan ‘menelanjangi’
kebobrokan mental serta pendidikan yang terjadi di kalangan terhormat. Patut
disimak pula bahwa justru William dan Fanny Price yang lahir dari keturunan
miskin dan dianggap tidak memiliki martabat, mampu mencerminkan kepribadian
yang lebih baik daripada saudara-saudara sepupu mereka yang terlahir dan
terdidik secara khusus. Akhlak dan moral turut dipertanyakan di sini, saat
skandal perselingkuhan terjadi, mencoreng nama baik keluarga, terbuka tabir
siapa saja yang memiliki akal sehat dan siapa yang selalu tampak tampil
terhormat dan berkata-kata tentang aturan dan dogma-dogma agama, justru
melakukan tindakan yang sebaliknya. Penulis mampu menyajikan drama yang bisa
dikatakan membuat miris serta menguak hal-hal yang dianggap tabu dalam
kehidupan tertutup kalangan terhormat. Hanya satu yang kusayangkan, karakter
utama kisah ini digambarkan tidak memiliki keberanian untuk melawan arus
negatif yang berjalan di sekelilingnya. Mereka hanya berdiam diri dan berjuang
dalam kediaman mereka. Mungkin memang itulah yang terjadi pada kondisi
kenyataan pada era tersebut.
[ source ] |
Mansfield Park (MS) is the
second book from Jane Austen I read. The first one is the famous Pride & Prejudice
(PP) and I quite enjoy it, specially in the conflict between Mr. Darcy and
Elizabeth Bennet. So when I read MS, I’ve been expecting the same result as I
read PP, and here is I got : just plain bored and really-really annoyed by
almost every character in this stories. Yes I know Austen always describe her
stories about the way of living on respected peoples against shallow and poor
peoples in the mid-18 century and beginning of the 19 century, usually with
contradiction and rebellation on their culture or common heritate from family
to another. But if in PP I found some respect in several character, I cannot
say the same on MP. But if you ask me how many characters i dislike, well, I
can give you several number on this.
In every stories, usually you
found protagonis and antagonis character. In MS the protagonis really weak in
person, cannot fight back or even say ‘no’ on those bullies and mean people
(enough said that the antogonis character was describe as an strong and agressive
person). I don’t like bullies, but I don’t like either people that won’t
stand-out to defense them-self. This character Fanny Price, really makes me
wanna scream ‘why don’t you just said no when you don’t want to, and say yes
when you really want something’ – just sitting in the corner, crying about it,
ouwww, makes me ..... (I like her little sister Susan more who had courage to
said what is it in her mind, too bad she just plays really small part on this
stories). Without further due, I still wanna reads another of Austen’s books,
maybe I can find an interesting stories such as PP, hopelly I didn’t have to
read something like this any more. Just makes me frustate trying to finished
the whole pages ...
[ source ] |
Jane
Austen (16 December
1775 – 18 July 1817) was an English
novelist whose
works of romantic fiction, set among the landed
gentry, earned her a place as one of the most widely read writers in English literature. Her realism
and biting social commentary have gained her historical importance among
scholars and critics.
Austen
lived her entire life as part of a close-knit family located on the lower
fringes of the English landed gentry. She was educated primarily by her
father and older brothers as well as through her own reading. The steadfast
support of her family was critical to her development as a professional writer.
Her artistic apprenticeship lasted from her teenage years into her thirties.
During this period, she experimented with various literary forms, including the
epistolary
novel which she then abandoned, and wrote and extensively revised three
major novels and began a fourth. From 1811 until 1816, with the release of Sense and Sensibility (1811), Pride and Prejudice (1813), Mansfield
Park (1814) and Emma (1816), she achieved success as a published writer. She
wrote two additional novels, Northanger
Abbey and Persuasion, both published posthumously in
1818, and began a third, which was eventually titled Sanditon,
but died before completing it.
[ source ] |
[
source : wikipedia on Jane Austen ]
Best Regards,
masih jadi wishlistku :)
ReplyDeleteayo dijadikan whisful aka wishlist yg terkabul :D
DeleteMrs. Norris ya? Hmmm...kayaknya J.K. Rowling ambil nama buat si kucing dari sini ya? Pas sih sama karakter majikan mrs. Norris... :P
ReplyDeletehehe, emang si tante JK Rowling ambil namanya dari karakter JA ini, asking nyebelinnya, duh amit-amit deh
DeleteHaduh kayaknya novelnya Jane Austen yang ini ceritanya lebih kelam dan ribet ya. Kalau Emma yang kubaca kan ringan banget. Tapi itu juga bacanya udah perjuangan sih karena kesannya dipanjang-panjangin. Hehe. Aku pernah nonton film Mansfield Park dulu tapi ketiduran karena emang diputernya malem dan ceritanya juga ngebosenin kayaknya. Sekarang jadi pengen nonton lagi barengan sama baca novelnya.
ReplyDeleteAslinya aq mau nonton ulang film-filmnya JA Nana sekalin bikin ulasan, apa daya ngak keburu hicks ...
DeleteKalo kesanku waktu baca MP; kok ga ada pria yang menarik yaa? hihi :p
ReplyDeleteEdmund yang mustinya punya common sense tapi malah sukanya sama si cewek itu huh :)))
Setelah baca 3 buku Austen, kayanya tokoh "ibu" selalu ga beres ya >.<