Copyright © Aldous
Huxley
Penerbit Bentang
Alih Bahasa : Nin
Bakdi Soemanto
Editor : Tia
Setiadi & Ika Yuliana K.
Proofreader :
Fitriana STP
Layout : Arya
Zendi
Desain sampul :
Andreas Kusumahadi
Cetakan I : Juli
2015 ; 268 hlm ; ISBN 978-602-291-087-9
Harga Normal :
Rp. 59.000,-
Rate : 4 of 5
Kisah ini dimulai
pada tahun 632 AF (After Ford), dimana dunia beserta alam semesta telah
mengalami ‘kebangkitan’ serta revolusi besar. Kini di dalam kuasa Kontrolir
Dunia, sebuah masyarakat yang ideal telah terbentuk, di mana ketiadaan
penyakit, rasa benci, takut atau penderitaan dihapuskan. Semua pihak yang
terlibat, mengikuti sistem yang berlaku karena hal itu menjamin kebahagiaan,
ketenangan, perdamaian dan tentu saja penerimaan akan segala sesuatu yang
terjadi dalam kehidupan masing-masing. Bahkan kematian bukanlah sesuatu yang
menyedihkan, karena jika tiba waktunya, hal tersebut telah diatur tanpa harus
menyusahkan keluarga, kerabat atau kenalan. Sebagaimana kematian telah diatur
dengan rapi, demikian juga dengan kelahiran, penciptaan jenis tertentu yang
sesuai dengan tuntutan populasi, adanya kasta-kasta yang berbeda demi
memudahkan proses pemerintahan, semuanya berjalan dengan mulus dan diterima
tanpa ada konflik atau perbedaan pendapat. Semuanya berjalan sesuai harapan dan
rencana jangka panjang demi masa depan umat manusia. Setidaknya, itu yang
terjadi di awal kisah Brave New World ...
Buku ini tidak
terlalu tebal, lumayan tipis mengingat hanya sekitar 200 halaman. Namun untuk
‘mampu’ menuntaskan hingga akhir, ternyata diriku membutuhkan waktu hampir dua
bulan. Pertama, disebabkan gaya bahasa sang penulis, dan juga pilihan kata
dalam edisi terjemahan yang tidak mempermudah diriku untuk segera memahami arti
atau makna yang dituliskan. Acapkali diriku harus mengulang beberapa paragraf
hanya untuk memastikan apakah benar pemahaman yang kuperoleh, dan sebagian
besar akhirnya harus kurelakan untuk tetap tidak bisa kupahamai. Bayangkan,
untaian kalimat dalam bahasa Indonesia yang tak mampu kupahami sedikit pun ...
entah apakah harus kucari versi aslinya untuk mendapatkan kejelasan. Kedua,
kisah ini sendiri cukup absurb dan menggunakan alur yang ‘melompat-lompat’
hingga membutuhkan banyak kesabaran untuk berusaha menyelesaikan sekaligus
memahaminya (believe me, so many times I’m just wanna ‘skip’ the whole page and
goes to the end of book). Karakter-karakter yang muncul di dalamnya, turut
menambah rasa depresi karena nyaris tak satu pun mampu kupahami atau cukup
kusukai hingga terjalin daya tarik emosional yang biasanya mampu memikat diriku
sebagai pembaca.
Lalu apa yang
membuatku tetap bertahan dan akhirnya menuntaskan kisah ini ? Ini karena seting
dan latar belakang kisah yang sedemikian absurb (talks about weird and crazy
world, and I’m fantasy freak who often love something odd and peculiar, but
this kind of story will blow your mind), aneh, janggal ... atau singkat cerita,
ini kisah tentang dunia yang ‘gila’ dan bisa jadi (diramalkan) merupakan masa
depan manusia. Jujur, pada awal-awal kisah, sedikit demi sedikit rasa takjub
sekaligus muak muncul membayangkan dunia yang muncul dari ‘benak’ penulis.
Namun seiring dengan halaman demi halaman berlalu, sebuah pemahaman mulai
muncul (meski sangat perlahan), tentang apa yang sebenarnya hendak disampaikan
oleh penulis, alhasil diriku harus memberikan ‘salut’ karena di balik
‘kegilaan’ di permukaan, penulis menyentuh sisi lain manusia, yang secara alami
merupakan karunia atau kutukan yang diberikan oleh sang Pencipta. Melalui narasi
karakter bernama Bernard Marx dan pemuda yang dipanggil Si Liar, pembaca diajak
melihat bayangan Brave New World yang bisa terwujud melalui imajinasi penulis,
dan mengingat pada tahun berapa hal ini dituliskan, sungguh luar biasa
bagaimana hal-hal yang tercantum di dalamnya, terwujud berpuluh tahun kemudian
...
Bernard Marx
digambarkan sebagai karakter pemberontak, atau sebuah anomali jika disandingkan
dengan orang-orang di sekelilingnya. Ia tak mampu merasakan kepuasan,
kenyamanan atau kebahagiaan yang dianggapnya semu, karena segala sesutu yang
terjadi di sekelilingnya, telah diatur oleh sistem yang digambarkan sangat
sempurna. Jika orang lain memilih menyingkirkan rasa sedih, takut atau sisi
emosional yang berlebih, maka Bernard sangat ingin merasakan, hingga arus
adrenalin memgguncang dirinya. Singkat cerita, Bernard menginginkan kebebasan
untuk memilih apa pun, walau hal itu berlawanan dengan apa yang dilakukan
‘manusia normal’ dalam lingkup kehidupannya. Ketika perilaku Bernard semakin
menunjukkan perubahan yang tidak diinginkan, sebelum hal itu bisa menyebabkan
dirinya menjalani ‘proses pembersihan’ – Bernard mengikuti saran salah satu
kenalan untuk berlibur. Dan ia memilih bepergian ke Reservasi Liar, untuk
memuaskan ‘sisi Liar’ yang ada dalam dirinya. Dan inilah awal dari perubahan
total pada karakter Bernard, serta perubahan pada alur kisah yang awalnya
berpusat pada diri Bernard. Masuknya karakter baru yang dipanggil Si Liar –
pemuda yang dilahirkan dan dibesarkan di Reservasi Liar, namun memiliki
kehausan untuk mengetahui hal-hal lain di luar dunianya.
Saat Bernard
berhasil membawa masuk si Liar dan ibunya (yang digambarkan mengalami gangguan
jiwa cukup berat) ke dunia modern, bagai menonton ulang adegan film Pulp
Fiction, gambaran dunia modern yang serba canggih serta hasrat kuat Si Liar
untuk menyerap aneka perubahan baru, berpadu dengan ‘kegilaan’ para penghuni
dunia modern untuk berinteraksi dengan bukti nyata dari dunia yang dianggap
liar dan tidak beradab. Uniknya, justru dari sisi moralitas, Si Liar memiliki
keunggulan, dibandingkan para manusia di dunia modern. Adegan yang mirip dengan
‘pesta orgy’ walau disamarkan dengan lebih halus (karena di dunia modern,
persetubuhan langsung dilarang dan dianggap menjijikan, sehingga mereka memilih
alternatif dengan ‘permainan pikiran’ sangat tepat menggambarkan konflik serta
pergulatan batin Si Liar, mirip sosok Pastur yang diundang untuk ikut serta
dalam sesuatu yang dianggap tidak bermoral. Nah, di sini penulis memberikan
‘twisted’ yang membuatku geleng-geleng kepala, karena pertentangan yang terjadi
membuat pembaca seakan-akan harus memilih di antara dua alternatif, sisi Liar
dengan hasrat bergejolak namun bertahan dengan norma, atau sisi modern yang
tidak mampu berinteraksi secara emosional dan memilih sesuatu yang vulgar
sebagai hiburan belaka.
“Kita tidak mau berubah. Setiap perubahan mengancam stabilitas. Itu alasan lain mengapa kita begitu berhati-hati menerapkan penemuan baru. Setiap ilmu pengetahuan kadang harus diperlakukan sebagai musuh yang memungkinkan, termasuk sains. Bukan hanya seni yang tidak bisa didamaikan dengan kebahagiaan, ilmu pengetahuan juga demikian, karena itu sangat berbahaya , kita harus menjaganya agar tetap dirantai dan dibungkam kuat-kuat. Itu semua adalah biaya stabilitas.”
[ source ] |
[ source ] |
[
more about this author & related works, just check at here : Aldous Huxley | on Goodreads
| on Wikipedia ]
~ This story
somehow makes me want to hear this song (again) – one of my favorite : MAD
WORLD – Gary Jules ~
Best Regards,
@HobbyBuku
No comments :
Post a Comment