WELCOME

For everyone who love classical stories
from many centuries until millenium
with some great story-teller around the world
these is just some compilation of epic-stories
that I've read and loved so many times
... an everlasting stories and memories ...

Translate

Sunday, June 29, 2014

Books "HEART OF DARKNESS"

Books “KEGELAPAN JIWA”
Judul Asli : HEART OF DARKNESS
Copyright © Joseph Conrad, 1899
From Penguin Popular Classic, 1994
Penerbit Liris
Alih Bahasa : Dian Vita Ellyati
Editor : Sandiantoro
Proof-reader : Indri Tjahjani
Lay-out : Metta Fauziyah
Desain Sampul : Andy FN | byzantiumcreative@yahoo.com
Cetakan I : September 2010 ; 168 hlm ; ISBN 978-602-95980-3-2
Rate : 2.5 of 5
~ Conclusion in English at the bottom post ~

Membaca buku yang lumayan tipis ini ternyata memakan waktu lebih lama untuk menuntaskan hingga halaman terakhir. Halangan pertama, edisi terjemahan yang sangat menyedihkan, ibarat membaca satu paragraf penuh ‘tulisan’ yang kuketahui berbahasa Indonesia, namun nyaris tak bisa kupahami maknanya. Halangan kedua, gaya penulisan Joseph Conrad yang tampaknya memadukan penggunaan kata-kata yang bisa dikatakan ‘puitis’ atau menurut istilahku : berisikan pengungkapan panjang lebar yang hanya bisa ditangkap sekelumit makna sebenarnya ... dan acapkali tak mampu diselami apa maksud sang penulis karena menggunakan metafora yang unik. Halangan ketiga, kesulitan untuk memastikan siapa ‘karakter’ yang sedang ‘berbicara’ ... karena pergantian adegan antara sosok Marlow dan Kurtz, bahkan sang narator, tidak terlalu jelas, ditambah dengan terjemahan yang susah payah untuk diikuti alurnya.



Kisah ini dibuka oleh sosok bernama Marlow – pemuda asal Inggris yang memiliki semangat tinggi dan ditunjuk untuk menjadi nahkoda kapal uap memasuki pedalaman Afrika dengan misi khusus dari perwakilan perdagangan Belgia, untuk mengangkut ‘dagangan-penting’ serta mencari pria bernama Kurtz yang diketahui berada di pelosok belantara Afrika. Bertindak selaku narator, sosok Marlow yang telah berusia lanjut, menuturkan pengalaman pertamanya memasuki belantara Afrika. Naif dan dipicu semangat untuk melakukan aksi yang menegangkan, petualangan yang mendebarkan, tiada yang bisa mempersiapkan hati serta jiwa pemuda Marlow saat menyaksikan dari dekat kehidupan peradaban masyarakat Afrika (tepatnya di wilayah Kongo) pada masa koloni kerajaan Belgia. Dari uraian, ditangkap bahwa sumber utama ‘perdagangan’ adalah gading yang bernilai tinggi dan sangat sulit untuk dikumpulkan (dan berbahaya pula bagi para pemburu yang tak berpengalaman).

Secara perlahan, pembaca dibawa memasuki dunia lain, menyaksikan perlakuan orang-orang kulit putih terhadap penduduk asli yang bisa diibaratkan makhluk tak berharga, hanya bisa dimanfaatkan tenaganya semaksimal mungkin. Perdagangan lain yang tak disembunyikan bahkan disahkan oleh hukum sert otoritas setempat, perdagangan budak antara sesama kaum Afrika. Mereka ditangkap dari desa masing-masing, hanya dipilih yang cukup sehat dan muda, sisanya dibunuh. Kebebasan apa pun lenyap, hak kehidupan kaum budak ini ditentukan sangat tipis batasnya dengan hewan peliharaan, yang acapkali mendapat perlakuan lebih baik. Dirantai di leher dan kaki, diharuskan mengangkut hasil tambang menelusuri medan yang berat dan jauh, tanpa ransum ataupun bekal yang memadai. Jika ada yang tewas, tubuhnya dibiarkan begitu saja untuk digantikan budak lain yang tak kalah menyedihkan kondisinya.

Ketidak-pedulian akan keberadaan kaum Afrika yang digambarkan sebagai ‘makhluk primitif’ ... bodoh, tidak berbudaya, kanibal dan tidak memiliki akhlak atau pun moral, yang justru menjelang akhir kisah menjadi sebuah kontradiksi pada pemikiran Marlow. Pergulatan dalam benak serta jiwa Marlow, terungkap cukup jelas sepanjang deskripsi yang ia tuturkan. Antara rasa takut dan keingin-tahuan menelusuri dunia yang sama sekali berbeda, antara rasa jijik hingga muak, bergulat dengan perasaan manusiawi dari hati nuraninya. Dengan menggunakan sosok Kurtz sebagai pedoman moral – pria yang tak pernah dikenal selain legenda akan keahliannya sebagai pemburu gading ternama, karakter Marlow akhirnya harus berhadapan dengan realita bahwa kepahlawanan yang diagung-agungkan oleh masyarakat (terutama kalangan penguasa Eropa), ternyata justru berbalik 180 derajat yang mengguncang batinnya.

Kurtz sang pemburu gading yang legendaris, tidak lagi memiliki sosok pria perkasa, fisiknya hancur beserta jiwanya, berontak akan misi yang mengharuskan dirinya meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dari peradaban yang masih perawan dengan cara apa pun (termasuk melenyapkan siapa pun yang dianggap sebagai penghalang), dan hati nurani yang akhirnya mengakui makhluk-makhluk yang dianggap primitif dan tak berbudaya itu juga manusia, dengan akhlak dan moral yang masih polos. Heart of Darkness – mengisahkan perjalanan manusia menelusuri kegelapan pikiran manusia diujung kegilaan, mempertanyakan kebenaran, terombang-ambing antara realita dunia nyata dengan realita dunia impian. Jika pada kisah King Solomon’s Mines karya H.G. Haardrad, digambarkan kaum kulit putih sebagai perwujudan peradaban yang lebih maju, dibandingkan dengan kaum Afrika yang primitif dan kanibal, maka Heart of Darkness bisa dikatakan merupakan sudut pandang dari sisi yang berbeda pada situasi yang serupa.

Conclusion :
Well... I must say this story quite intriguing for me, not because is an interesting story, but because of the opposite-reaction I have : confuse and more confusing ‘til the end of the story. Heart of Darkness – just like the title describing the dark-side of human-mind, struggling between consciousness and self-aware of the value in human-right, what’s wrong and what’s right. Sets on wilderness in Africa, which is common for (white) people to be on top of ‘food-cain’, even the law and government so easly gave such authority for big company (read : people who have money and power in economic) to do anything they like.

From hunting (and killing) rare animal just for fun or big profit, into human-slavery. This common (white) people often talk and think that African’s are primitive even consider savage, with their rituals and weir lifestyle. But the author also describing how poor and horrible all action those (white) people do to others African’s ... even (actually) consider more savage than primitive people, who rather good understanding the value of friendship and human life. By the end of this story, I (still) did not like not because is soo dark-brutal and filled with cruelty, but more into trying to understand the author’s writing style.

[ more about the author & related works, just check at here : Joseph Conrad | on Goodreads | on Wikipedia ]

~ This Post are include in 2014 Reading Challenge ~
46th Book in Finding New Author Challenge
116th Book in TBRR Pile

Best Regards,

Hobby Buku

1 comment :