Books “HARTA KARUN RAJA SULAIMAN”
Judul Asli : KING SOLOMON’S MINES
Copyright © by H. Rider
Haggard, 1883
Alih Bahasa : Sutrisno
Editor : Daru Wijayanti
Penerbit : Kanal Publika
Desain sampul : Bayu
Cetakan I : Juli 2013 ;
273 hlm
King Solomon’s Mines
adalah salah satu karya epik yang melibatkan legenda dan mitos tentang
keberadaan harta karun terpendam milik Raja Sulaiman yang terkenal sepanjang
sejarah, meskipun kebenaran serta data-data yang akurat belum diketemukan
secara lengkap. Kisah yang ditulis dengan memadukan alam bebas Afrika yang
masih liar dengan para penghuni yang masih terbilang primitif dan menganut
kepercayaan terhadap sihir serta kekuatan gaib dan pemujaan terhadap dewa-dewa,
mampu memberikan nuansa tersendiri yang menarik minat kalangan pembaca
penggemar kisah misteri serta petualangan.
Ditulis dengan gaya
narasi melalui sudut pandang tokoh utama bernama Alan Quatermain, yang
menuliskan perjalanan hidupnya dalam suatu jurnal, sedikit banyak mengingatkan
diriku akan kisah karakter Robinson Crusoe karya Daniel Defoe. Alan Quatermain
adalah pria asal Inggris yang memilih menjalani sebagian besar hidupnya di
Afrika, selaku pemburu hewan-hewan buas dan menjual dagangannya seperti gading
gajah hingga kulit buaya. Namanya terkenal dikalangan para pemburu serta
pedagang lokal maupun asing, karena ia memiliki pengetahuan serta insting dalam
menjelajahi wilayah liar dan ganas di belantara Afrika yang luas serta
primitif. Maka tak heran ketika ia bertemu dengan Sir Henry Curtis serta
rekannya Kapten John Good di atas kapal Dunkeld menuju kepulauan Natal, ia
memperoleh penawaran kerjasama yang sangat menarik disertai imbalan tinggi,
untuk menjadi pemandu sekaligus penjaga sebuah ekspedisi menuju wilayah yang
hanya diketahui sebagai sebuah legenda belaka.
Sir Henry Curtis memiliki
misi khusus untuk mencari dan menemukan adik kandungnya yang menghilang sekitar
tiga tahun lalu. Kabar terakhir menujukkan bahwa ia berada di Afrika, dan
pernah berjumpa dengan Alan Quatermain sebelum ia ‘lenyap’ tanpa jejak. Pria
yang dicari adalah Mr. Neville Curtis, yang akibat bertengkar dengan kakaknya
sehubungan dengan harta warisan keluarga, memutuskan mencari peruntungannya
sendiri yaitu menelusuri jejak lokasi harta karun Raja Sulaiman. Meski Alan
Quatermain tak berminat mengikuti jejak beliau, ia sempat memberikan panduan
peta yang disalin dari sebuah peta asli yang ia peroleh dari seseorang yang
pernah mencari harta karun tersebut dan tewas secara mengenaskan tanpa hasil.
Setelah melalui
pertimbangan matang dan demi masa depan putra tunggalnya, Alan Quatermain
bersedia menemani rombongan Sir Henry Curtis dan Kapten John Good, untuk
menemukan Neville Curtis dengan cara menelusuri jejak pada peta lokasi dimana
akan ditemukan harta karun Raja Sulaiman tersebut. Peta yang ada merupakan
warisan turun temurun sebuah keluarga, dimana nenek moyang mereka pernah
menemukan harta tersebut sebelum ia tewas akibat pengkhianatan salah satu
anggota rombongannya. Meski peta itu menjamin ‘jalan-masuk’ yang lebih mudah,
perjalanan mereka tetap penuh resiko tinggi, dengan adanya padang pasir nan
luas, cuaca yang tak menentu, dan kondisi alam bebas yang masih liar dengan
adanya hewan-hewan buas serta suku-suku primitif.
Persiapan rombongan ini
dilakukan secara seksama, mulai dari peralatan, perlengkapan serta perbekalan,
hingga pemilihan anggota rombongan yang akan membantu selama perjalanan. Salah
satu anggota mereka merupakan sosok ‘asing’ yang menawarkan diri untuk
mengikuti ekspedisi tersebut. Pria Afrika yang mampu memahami bahasa Inggris
ini bernama Umbopa, dengan sosok gagah nan menawan, berpenampilan sedikit
angkuh sekaligus berkesan misterius.
Kisah kemudian bergulir
pada perjalanan rombongan yang mengalami aneka peristiwa hingga memakan korban
satu demi satu. Hingga suatu saat ketika anggota rombongan yang masih tersisa
dan dalam kondisi buruk, bertemu dengan rombongan kecil sebuah suku bangsa.
Melalui penuturan sang pemimpin, dikisahkan latar belakang mereka yang dulunya
merupakan suku bangsa terbesar di Afrika, yang menguasai lahan subur nan luas,
hidup bahagia dan tenteram, sampai terjadi kudeta yang menewaskan sang pemimpin
sekaligus istri serta putra tunggalnya yang masih bayi. Pemimpin baru yang
tidak lain suadar kandung sang Raja, kini berkuasa dengan tangan besi dan
sangat keji dalam membantai hampir sebagian besar anggota suku yang kuat dan
kokoh dengan bantuan kawanan ‘penyihir’ yang dengan sewenang-wenang menjatuhkan
siksaan serta hukuman mati bagi siapa saja.
Di sinilah rahasia masa
lalu Umbopa terungkap, bahwa ia sebenarnya putra sang Raja yang disangka telah
tewas terbunuh. Sekian lama mengembara dan hidup di dunia ‘orang kulit putih’ –
ia menantikan saat yang tepat untuk kembali kepada sukunya, membebaskan mereka
dari sang tirani dan menuntut haknya sebagai pemimpin. Semenjak awal Quatermain
tak tertarik untuk terlibat dalam konflik serta peperangan antar suku tersebut.
Namun ketika ia melihat sendiri perilaku sang pemimpin yang haus darah, bukan
hanya Quatermain, tetapi juga Henry Curtis dan John Good, bersedia membantu
Umbopa atau Ignosi – putra Raja Imotu penguasa Kukuanas. Apalagi salah satu
musuh utama mereka selain Raja Twala yang kejam, keberadaan Gagool – wanita
penyihir yang menakutkan yang tak pernah diketahui berapa usianya, dan juga
merupakan sosok pengkhianat yang membunuh satu-satunya orang yang pernah menemukan
harta karun Raja Sulaiman. Maka mereka harus mengalahkan Raja Twala beserta
ribuan pasukannya serta para wanita penyihir yang keji.
Secara keseluruhan kisah
ini cukup menarik, dan mengundang rasa penasaran. Untuk edisi terjemahannya
juga cukup standart (dalam arti ada beberapa hal yang terasa ‘janggal’
disana-sini) dan tidak adanya penjelasan atau glosary untuk beberapa istilah
asing cukup mengganggu karena tidak memahami maksudnya. Selain itu ada sebuah
bagian yang tampak ‘hilang’ pada halaman 84 menuju 85, sehingga bagaikan
menonton sebuah episode yang tak tuntas, langsung meloncat pada situasi dan
kondisi yang sama sekali berbeda. Terlepas dari hal-hal tehnis tersebut, untuk kisahnya sendiri cenderung
digambarkan secara brutal dan diriku bukan berbicara tentang pembantaian massa
yang dilakukan oleh sosok Raja Twala. Melainkan adegan perburuan hewan seperti
gajah yang diburu, dilukai demi kesenangan dan keserakahan untuk mengambil
gadingnya, ini sangat ‘tidak-manusiawi’ menurut pendapatku. Jika Raja Twala
serta Gagool dapat ‘dimaklumi’ karena kegilaan mereka menjadikan sosok yang
haus darah, maka apa yang dapat dipertanggung-jawabkan oleh sosok-sosok
karakter yang digambarkan sebagai ‘gentleman’ bahkan pahlawan, tetapi seenaknya
menghabisi nyawa hewan liar hanya untuk diambil sebagian anggota tubuhnya untuk
dijual pada penawar tertinggi di pasar bebas.
[ source ] |
Mungkin sudut pandang
sang penulis yang notabene bangsa Inggris, yang juga terkenal akan aturan serta
adat kebiasaan dalam menjalani kehidupan ala ‘gentleman’ ; terutama kegemaran
berburu hewan liar hanya demi kesenangan belaka – sungguh sangat tidak layak
untuk diungkapkan dengan penuh kebanggaan (seperti memamerkan gading gajah yang
terbesar di ruang tamu, atau karpet dari kulit hewan yang diburu dan dikuliti).
Salah satu adegan yang cukup membekas di benakku, ketika Kapten John Good
sedang memuaskan kesenangan ‘berburu’ dan bermain-main dengan hewan liar,
hingga seekor gajah terluka dan berganti menjadi pemburu yang marah dan nyaris
menewaskan pria itu seandainya saja tidak ada sosok pelayan kulit hitam, salah
satu penduduk Afrika yang mengorbankan nyawanya demi keselamatan pria yang
hanya berniat ‘main-main’ dengan melukai hewan liar. Tewasnya sang penyelamat
hanya merupakan bagian kecil yang disebut, rasa penyesalan yang tamapk hanay
sekilas, entah bagaimana tak mampu menghapuskan rasa ‘geram’ di benakku.
~ Favorite Quotes :
“Apa itu kehidupan? Katakan padaku, wahai kulit putih, yang bijaksana, yang tahu rahasia dunia, dan dunia bintang dan dunia yang berada di atas dan sekitar bintang-bintang ; yang mengirimkan kata-kata dari kejauhan tanpa suara ; katakan padaku, orang kulit putih, rahasia kehidupan kami – kapan kehidupan kami pergi dan kapan kehidupan kami datang! Dengan ini aku akan menjawab. Keluar dari kegelapan kami datang, masuk ke dalam kegelapan kami pergi. Seperti seekor burung yang dikendalikan badai di malam hari, kami terbang tanpa tujuan. Kehidupan bukanlah apa-apa. Kehidupan adalah semuanya.” [ p. 70 – 71 ]
“Kita orang terkaya di seluruh dunia. Monte Cristo tidak ada apa-apanya dibandingkan kita. Kita akan membanjiri pasar dengan berlian-berlian ini.”“Ada batu-batu berkilauan yang kalian suka, orang-orang kulit putih, sebanyak yang kalian inginkan ; bawalah batu-batu itu, mainkan batu-batu itu di jari-jari kalian, makan batu-batu itu, hee! hee! hee! Minum batu-batu itu, ha! ha! Buka peti-peti lainnya, orang-orang kulit putih, pasti ada lebih banyak berlian di dalamnya. Bawalah batu-batu itu, tuan-tuan kulit putih! Ha! Ha! Ambillah semuanya.” [ p. 226 - 227 ]
“Di sana mengelilingi kami tergeletak harta karun yang cukup untuk membayar hutang suatu negara moderat, atau untuk membangun sebuah pasukan besar berbaju besi, dan namun demikian kami akan senang hati menukarnya dengan kebebasan kami. Kami pasti bersuka cita untuk menukarkan harta karun itu dengan sedikit makanan dan minuman. Sesungguhnya kekayaan yang manusia peroleh dengan mempertaruhkan nyawanya, adalah sesuatu yang tidak berharga pada akhirnya.” [ p. 236 ]
Tentang Penulis :
Sir Henry Rider Haggard,
KBE (22 Juni 1856 – 14 Mei 1925) adalah penulis kenamaan asal Inggris. Dengan
bermodalkan pengalamannya selama bekerja di wilayah Afrika Selatan, beliau
menulis novel-novel bertema petualangan dengan latar belakang belantara Afrika
dan merupakan salah satu pencetus genre Lost World dalam dunia literatur.Beliau
juga aktif dalam reformasi seputar hukum kepemilikan tanah bagi para petani dan
pekerja dalam kawasan koloni Inggris. Latar belakang kisahnya mayoritas
menjelang akhir Victorian dan membawa pengaruh yang cukup kuat bagi dunia
literatur era Victorian.
[ more about the author and
related works, just check at here : H. Rider Haggard | His Works | on Goodreads
| on IMDb | Movie Adaptation (2004) ;(1985) ;(1950) ;(1937) ]
Best Regards,
No comments :
Post a Comment