Books “KAPTEN MARCH”
Judul Asli : MARCH
Copyright © Geraldine Brooks, 2005
Penerbit Hikmah
Alih Bahasa : Femmy Syahrani & Herman Ardiyanto
Pewajah Isi : Dinan Hasbudin AR
Pewajah Sampul : Windu Tampan
Cetakan I : Mei 2007 ; 420 hlm
Jo berkata dengan sedih, “Ayah tak ada, dan tak akan pulang
untuk waktu yang lama.” Dia tidak berkata “mungkin untuk selama-lamanya,”
tetapi setiap kaka-beradik itu menambahkannya dalam hati, seraya memikirkan
ayah yang begitu jauh, di tempat pertempuran berkecamuk. --- Louisa May Alcott, paragraph from Little Women
Aku berjanji akan menulis kepada istriku setiap hari, dan aku selalu memulai kewajiban ini ketika pikiranku sedang gundah. Rasanya seakan-akan dia sejenak hadir bersamaku, tangannya yang menenteramkan mendarat lembut di bahuku. Akan tetapi, aku bersyukur bahwa dia tidak berada di sini, tidak melihat apa yang harus kulihat, tidak mengetahui apa yang kini kuketahui. Dan dengan pikiran ini aku menyatakan diriku tak bersalah karena menyensor diri : aku tak pernah berjanji akan menulis dengan jujur.[ from March by Geraldine Brooks | p. 4-5 ]
[ source ] |
Kisah ini dibuka dengan keberadaan March – pendeta tentara
berusia 40 tahun, berpangkat kapten dari pasukan Union (pihak Utara) yang
mendukung penghapusan perbudakan pada Perang Saudara (American Civil War ; 1861 – 1866), ditengah kancah pertempuran di
wilayah Sungai Potomac, Virginia.
Kekalahan pihak Utara, memakan banyak korban jiwa, membuat pasukannya harus
mundur menyelamatkan diri bagi orang-orang yang masih tersisa. Perjalanan ini
membawa March ke suatu kediaman yang dijadikan rumah sakit sementara. Kediaman
seorang secesh ( short from
‘secessionist’ = orang yang mendukung pembentukan Konfederasi Amerika ) yang
dianggap ‘tidak-beres’ otaknya, hanya ditemani seorang budak wanita yang tidak
melarikan diri.
Kediaman itu membawa kilas balik pada sosok March ketika ia
masih berusia 18 tahun, sebagai seorang remaja yang penuh semangat, menjalankan
tugasnya sebagai penjaja keliling dari Connecticut. Dalam perjalanan menelusuri
wilayah Virginia, ia memasuki kediaman Augustus Clement – seorang tuan tanah
yang ramah dan memiliki minat akan sastra serta literatur, bahkan koleksi
perpustakaan pribadi yang mengundang minat March. Keduanya menemukan minat dan
rasa tertarik yang sama, hingga Mr. Clement mengundang March untuk tinggal
lebih lama, sehingga mereka bisa berdiskusi lebih lanjut.
[ source ] |
March yang ‘tergiur’ untuk dapat menikmati buku-buku dalam
perpustakaan itu, menerima penawaran Mr. Clement, menetap, berdiskusi dan
mengenal penghuni kediaman itu. Mr. Clement hanya tinggal berdua dengan sang
istri yang kondisinya ‘sakit’ sehingga membutuhkan perawatan dan pengawasan
terus-menerus. Putrinya telah menikah, sedangkan putra mereka sedang bepergian
bersama mandor mereka. March juga mengenal para budak dalam pengurus kediaman.
Mulai dari Grace – budak cantik yang memiliki warna kulit terang, anggun,
cerdas, berani serta mampu membaca dan menulis, ia juga merupakan tangan kanan,
pengurus semua kebutuhan Mrs. Clement yang bisa dikatakan ‘invalid’ akibat
kecelakaan berkuda. Kemudian Annie – juru masak yang humoris dengan kedua
anaknya, Justice bocah tampan berusia 10 tahun dan Prudence, gadis periang
berusia 7 tahun.
Suatu hari March mendapati bahwa Prudence tertarik untuk
mengeja, namun niatnya untuk mengajari gadis itu dilarang keras oleh Annie,
karena budak yang belajar membaca itu melanggar hukum, dan sangat berat siksaan
yang akan diterima. Namun Grace yang memperoleh keberuntungan, dididik dan
diajari oleh Mrs. Clement, memohon agar March bersedia mengajar Prudence secara
diam-diam, karena gadis cilik itu sangat cerdas. Ketiga orang ini berkomplot
melakukan sesuatu yang dianggap demi kemajuan dan kebaikan bersama. Namun tiada
yang menyangka konsekuensi yang terjadi ketika konspirasi rahasia itu
terbongkar.
[ source ] |
Kemarahan Mr. Clement membuatnya memerintahkan hukuman pada
seseorang yang sama sekali tak diduga. Tindakan kejam dan tidak manusiawi,
dipertontonkan di depan semua penghuni, tua-muda, dewasa bahkan kanak-kanak harus
menyaksikan pelajaran bagi seorang pembangkang. Semenjak kejadian itu, jiwa dan
batin March tidk pernah tenang, karena dirinyalah penyebab penyiksaan itu
terjadi. Luka-luka siksaan yang disaksikan, menjadi sebuah luka permanen yang
turut melukai hati March yang idealis dan memegang prinsip kemanusiaan diatas
segalanya.
March meneruskan hidupnya, bekerja keras, mengumpulkan
kekayaan sedikit demi sedikit hingga mampu dikategorikan sebagai golongan
menengah keatas. Perkenalannya dengan Miss Margaret Marie Day, yang kerap
dipanggil Marmee – merubah hidupnya, ia jatuh cinta dan akhirnya mereka menikah
dengan segala perbedaan karakter dan sifat yang bertolak-belakang. Namun
keduanya setuju pada satu hal, perbudakan itu adalah suatu yang keji dan harus
ditiadakan. Marmee adalah gadis menarik, bersemangat, cenderung pemarah dan
berapi-api jika menyangkut masalah prinsip. Ia aktif sebagaimana anggota
keluarganya dalam Underground Railroad – gerakan bawah tanah yang mendukung,
menyembunyikan serta membantu budak-budak yang melarikan diri hingga ke tempat
yang aman.
[ source ] |
Kisah bergulir dengan alur ‘maju-mundur’ berkisar seputar
kehidupan masa lalu dan masa kini yang dijalani oleh Kapten March. Sebagai
tokoh utama, karakter ini kurang menggugah perhatianku. Sorotan tentang
kelemahan serta keputusaan dirinya sepanjang peperangan, ditambah dengan sikap
tak mau ‘melihat-ke-masa-depan’ justru membuatku sedikit ‘gregetan’ dengan
karakter ini. Alih-alih ingin menjadi pahlawan bagi budak yang pernah menarik
hatinya, kemudian wanita yang akhirnya menjadi istrinya, namun pada saat
kelemahan fisik dan pikiran menyerang, ia justru tak bersedia menerima
konsekuensi dari perbuatannya. Sebaliknya, penggambaran akan kondisi para budak
yang telah ‘merdeka’ dan menjalani kehidupan dengan pihak Utara, tidak kalah
mengenaskan dengan mereka yang berada di pihak Selatan. Kisah ini mampu
menjungkir-balikan fakta di balik karakter ayah-suami-pelayan Tuhan yang baik
dalam kisah Little Women. Namun keindahan serta kejujuran yang dtampilkan, tak
kalah menariknya dengan kisah Uncle Tom’s Cabin yang dituturkan dari sisi
pandang pihak Selatan dari Perang Saudara Amerika.
My Random Thought :
[ source ] |
This stories based on the character in “Little Women” by
Louisa May Alcott, a classic stories about family, a mother and her four
daugthers who surviving through hard-poor life, when the head-family Mr. March,
join the Union Army on Amrican Civil War. If you already reading the stories,
there’s so little about Mr. March, and Geraldine Brooks become interested to
explore more about ‘Mr. March’ – man of the March’s family.
As everyone knows, “Little Women” was created based on L.M.
Alcott’s life, she even discribe herself just like Jo’s character. So when
Geraldine Brooks starts this stories idea, after several research, she discided
to build Mr. March’s character based on Bronson Alcott – L.M. Alcott’s father,
who known by his radical thinking and methods against 19 century of New England’s social culture.
His friendship and relationship with famous authors and philosofer such as
Ralph Waldo Emerson and Henry David Thoreau, also take part in this stories.
[ source ] |
March is a stories about young, idealistic man, who had his
dreams and ambitions, but shatter when he meets the tragedy regarding
punishment on slavery, who he claimmed as his fault ‘cause the incident happens.
His ‘wounded-soul’ never fully recover, when the cycle of life bring back his
haunted past almost twenty years later, through a woman named Grace – a slave
that never accepted in both world, black of white, because she part of both
black and white. Being alone, lonely, far from his loving family, March had to
face the devil and hell, watching victims of war, one by one die or worse,
hurting, wounded so badly, and his duty to save their souls as a priest, nearly
happening as his hope. His own soul finally eatting-up by sadness and
bitterness. His mind becoming corrupted, he even rejected the goodness inside
him self, as he decribe to Grace : “I’m not worthy to enjoy the happiness,
especially coming home to my family.”
Regarding March’s character in this stories, so much
different than what my first image based on Little Women’s. In this stories,
he’s not such a powerful or even fatherhood figure, he was discribe as a man
who had struggle with himself, worried too much about self-respect, and the
misscommunication between him and his wife, ‘cause their savings, makes their
family from wealthy to poor, and the biggest mistake was going to war at the
age 40 with wrong reason, to ‘impress’ his wife, while his wife didn’t agree
with his dissicion, but again --- not even trying to change his mind. It’s so
typhical about how different man and woman point of view, how they responds to
each others or what they really want from each others, but yet the truth never
come-out from their mouth. So what the meaning of marriage, if they cannot
understand their own couple.
[ source ] |
If this stories all
about the conflict on March’s mind, maybe it would never won a Pullitzer’s
Award, but this stories also give the readers behind the scene on American
Civil War. I’ve been reading ‘Gone With The Wind’ by Margaret Mitchell and
‘Uncle Tom’s Cabin’ by Harriet Beecher Stowe, both also had setting on American
Civil War, but in this stories, the authors taking us not only through glimpse
of war its self, but about the life on what’s so called ‘free-slave’ who had
their freedom and being pay for their works, just like all the campaign from
the North. But the reality is, all the slave had similar situation, some even
worse than when they still as a slave. The property and the land they used was abandon
farm or land of the South’s who taken by North as collateral. Many of the North
suddenly become landlord, and who else had to work on the field, taking crops
and collected to finance the war ? Yes indeed, all the free slave, who promises
to be pay as long “their reach the target”
--- This remains me
on paragraph taken from ‘Uncle Tom’s Cabin’ , specially on heavy disscusion
between Augustine St. Clare – a French-American landlord from South, with his
cousin Miss Ophelia St. Clare, who didn’t agree the way slavery works. Miss
Ophelia said that even Bible condemned the term of slavery, but St. Clare declare
that among living things, specially human, there must be at least two different
level, ones stay below to serve and obey, the others had to be above, leads and
teach them how to live a life. On the arguments, he also takes point on how
young the African Peoples if compare to European or even American, so its a
noble duty as ‘older-race’ to teach them a lesson. Just like parents teach
their children, sometimes some punishment must be done to dicipline and
straight-out minds of young-stupid-mindless children.
Tentang Penulis :
~ Geraldine Brooks & Tony Horwitz ~ |
Geraldine Brooks, adalah penulis novel Year of Wonders dan
karya nonfiksi Nine Parts of Desire serta Foreign Correspondence. Sebelumnya,
dia bekerja sebagai koresponden untuk The Wall Street Journal di Bosnia,
Somalia, dan Timur Tengah. Beliau lahir dan besar di Australia, kini menetap di
pedesaan Virginia dengan suaminya : Tony Horwitz yang juga seorang penulis,
beserta putra mereka. Novel ‘March’ ini memperoleh penghargaan Pulitzer Prize
for Fiction pada tahun 2006.
Best Regards,
huah! kutunggu kabar soal buku ini Mbak Maria!!
ReplyDeleteIya mbak, sdh aq siapkan tinggal The Namesake aja nih rada susah dapat yang bagusan :(
Delete