Judul Asli : PRIDE
& PREJUDICE
Copyright © Jane Austen
Penerbit Qanita
Alih Bahasa : Berliani Mantili Nugrahani
Editor : Prisca Primasari & Emi Kusmiati
Desain sampul : A.M. Wantoro
Cetakan IV : Juli 2011 ; 588 hlm
Buku ini telah lama menjadi bagian dari deretan buku yang
terpajang rapi di lemari buku-ku, dan setiap kali hendak membaca, ada saja
berbagai alasan untuk melakukan penundaan. Alasan utama sebenarnya ada
‘sedikit-rasa-takut’ bahwa bacaan sejenis ini akan sulit dipahami atau justru
bisa sangat bertele-tele dan membosankan, sesuatu yang merupakan ciri khas
sebagian besar karya klasik yang tentunya berbeda cara penuturannya dengan
penulisan di jaman modern.
Akhirnya pada bulan Agustus ini, kutekadkan niat untuk
membaca dengan mengikuti Jane Austen’s Reading Challenge yang diadakan oleh
salah satu blog luar. Maka mau tidak mau, mulailah kubuka halaman pertama
sastra klasik yang telah banyak menimbulkan pro-kontra termasuk di kalangan
pencinta sastra klasik.
“Sudah menjadi rahasia
umum bahwa seorang pemuda kaya tentu ingin mencari istri. Meskipun tidak banyak
yang mengetahui perasaan atau pandangan pemuda semacam itu ketika dia baru saja
memasuki sebuah lingkungan baru, suatu anggapan telah terpatri di pikiran para
orang tua di sekelilingnya, bahwa dia adalah calon pasangan yang tepat bagi
salah seorang putri mereka.”
( from ‘Pride and
Prejudice’ by Jane Austen | Chapter 1 ; p. 7 )
Nah, dari paragraf pertama sudah muncul topik yang mampu
membuat diriku terkejut, karena penulis langsung ‘menembak’ problematik yang bisa jadi menjadi pangkal permasalahan
kisah ini. Sebuah prasangka bahwa setiap orang pasti akan menginginkan hal yang
sama, bahwa pria mapan harus segera mencari seorang istri yang layak, sedangkan
para gadis yang menginjak masa remaja tidak memiliki tujuan hidup lain, kecuali
‘memasarkan diri’ untuk terpilih menjadi istri pilihan.
Kisah ini tentang kedatangan penghuni baru di Netherfield
Park, dan ia adalah seorang pria muda kaya raya bernama Mr. Bingley, yang akan
menetap beserta kerabatnya. Hal ini hanya berarti satu hal bagi para penghuni
desa Longbourn, terutama keluarga Bennet yang memiliki 5 orang anak gadis,
bahwa sang penghuni baru ini adalah ‘sasaran-empuk’ sebagai target calon suami
yang menunjang masa depan putri-putri mereka.
Maka hanya membutuhkan desakan yang sangat kuat dan gigih
dari Mrs. Bennet agar Mr. Bennet mau memulai perkenalan dengan tetangga baru
mereka, sebelum didahului oleh keluarga Lucas yang juga memiliki anak gadis.
Dengan mengikuti segala ‘aturan-main’ yang berlaku pada masa itu, dimulailah
serangkaian propaganda dan kampanye ‘ramah-tamah’ dan saling berkunjung,
semuanya bukan saja untuk sekedara acara sosialisasi, melainkan sebagai agenda
utama untuk menggaet ‘mangsa sempurna’ bernama Mr. Bingley.
Dan akhirnya dibuatlah acara dansa guna menyambut para warga
Longbourn yang terhormat (yang dari kalangan lebih rendah seperti petani atau
pelayan tidak akan pernah diundang dalam acara ini) guna memasuki kediaman baru Mr. Bingley dan
kerabatnya di Netherfield Park. Tiada hal lain yang menjadi topik pembicaraan
selama berhari-hari selain pesta dansa itu. Semua sibuk mempersiapkan diri
masing-masing. Demikian pula Mr. Bennet yang acuh dengan Mrs. Bennet yang
benaknya hanya berisi bagaimana caranya salah satu gadisnya bisa memperoleh
pasangan dan segera menikah.
Bahkan kelima putri keluarga Bennet, Jane yang sangat
cantik, ramah dan lembut hati, Elizabeth yang periang, lincah dan tajam dalam
berpikir maupun perkataan (sesuatu yang disukai sang ayah, tapi dibenci oleh
sang ibu karena dianggap hal itu ‘tabu’ bagi gadis yang sedang mencari jodoh),
kemudian ada Mary yang pendiam dan kutu buku, serta Catherine “Kitty” dan Lidya
yang terlalu lincah dan genit untuk gadis seusia mereka.
Dalam pesta dansa inilah awal konflik mulai terbentuk.
Dengan adanya ketertarikan antara Mr. Bingley dan Jane Bennet yang memang
merupakan gadis tercantik di wilayah itu. Adanya kehadiran sahabat Mr. Bingley
yang bernama Mr. Darcy yang turut menyertai saudara-saudara perempun Mr.
Bingley di acara itu. Mr. Darcy yang tampan dan kelihatan sekali dari keluarga
berada, sungguh menyolok penampilannya karena keangkuhan, sombong dan
menyebalkan serta sikap dingin yang ia berikan kepada setiap orang. Maka
dibandingkan Mr. Bingley yang juga tampan dan menarik, namun lebih ramah dan
sopan, jelas pasaran Mr. Darcy menurun dikalangan warga Longbourn yang minim
prospek calon suami yang menjanjikan.
"She is
tolerable; but not handsome enough to tempt me; I am in no humour at present to give consequence to young
ladies who are slighted by other men. You had better return to your partner and
enjoy her smiles, for you are wasting your time with me."
( ~Mr Darcy to Mr.
Bingley about Elizabeth Bennet | from ‘Pride and Prejudice’ by Jane Austen |
Chapter 3 )
"But I can assure
you," she added, "that Lizzy does not lose much by not suiting his fancy; for he is a most
disagreeable, horrid man, not at all worth pleasing. So high and so conceited
that there was no enduring him! He walked here, and he walked there, fancying
himself so very great! Not handsome enough to dance with! I wish you had been
there, my dear, to have given him one of your set-downs. I quite detest the
man."
( ~ Mrs. Bennet to Mr.
Bennet about Mr. Darcy | from ‘Pride and Prejudice’ by Jane Austen | Chapter 3 ;
p. 23 )
Kemudian muncul Mr. Collins – sepupu jauh Mr. Bennet, yang
karena sesuatu hal bakal menerima warisan kediaman Bennet (pada masa itu harta
warisan terutama berupa estate tidak akan diberikan kepada anak perempuan),
mendadak berkunjung ke keluarga Bennet, dengan satu tujuan menikah dengan salah
satu gadis-gadis Bennet yang terkenal akan kecantikkan. Mrs. Bennet menyambut
baik hal itu, karena itu berarti kediaman keluarganya tidak akan jatuh ke
tangan orang asing melainkan kepada keturunannya. Maka tanpa memikirkan apakah
putri-putrinya menyetujui hal tersebut, ia pun merancang ‘masa depan’ bagi mereka.
Dan setelah kejadian tersebut, muncullah serangkaian
kejadian serta pertemuan yang akan ‘mempermainkan’ perasaan para
tokoh-tokohnya. Hubungan antara Mr. Bingley dan Jane yang menyala-nyala,
menjadi redup hingga terputus akibat ikut-campur seseorang yang salah membaca
‘kondisi’. Bagaimana perasaan Mr. Darcy yang semula acuh kemudian mendapati
dirinya tertarik kepada Elizabeth, hingga mengalami penolakan, keduanya dengan
alasan yang sama sekali berbeda. Elizabeth menolak karena tersinggung dengan
‘penghinaan ‘ yang dilakukan oleh Mr. Darcy, sedangkan Mr. Darcy marah karena
ia belum pernah ditolak oleh seorang gadis ...
"From the very
beginning— from the first moment, I may almost say— of my acquaintance with
you, your manners, impressing me with the fullest belief of your arrogance,
your conceit, and your selfish disdain of the feelings of others, were such as
to form the groundwork of disapprobation on which succeeding events have built
so immovable a dislike; and I had not known you a month before I felt that you
were the last man in the world whom I could ever be prevailed on to
marry."
Jika mampu menggambarkan betapa kompleks dan rumitnya
hubungan serta prasangka yang terjadi di sebuah desa dengan penghuni yang tidak
terlalu banyak, maka lewat diagram di bawah ini bisa mewakili sedikit
‘jalur-komunikasi ‘ yang mampu membuat pusing kepala namun sekaligus membuat
rasa penasaran hingga akhir kisahnya.
Setelah menamatkan bacaan ini, sebuah kesan yang dalam
timbul di benakku. Bagaimana mungkin
sebuah problematik yang semula tampak sederhana, berkembang menjadi
sebuah realita yang mampu merubah kehidupan orang lain sepenuhnya. Sesuai
dengan judulnya ‘Pride’ (Harga Diri) dan ‘Prejudice’ (Prasangka), maka kisah
ini bagaikan menertawakan sikap pura-pura, kemunafikan, pemalas, serta
kepicikan pemikiran orang-orang Inggris yang hidup di masa itu. Daripada
bersikap terbuka apa adanya, mereka saling bersikap ramah satu sama lain, meski
di belakang yang bersangkutan, masing-masing sibuk dengan gosip tidak
menyenangkan yang terjadi di antara mereka.
Conclusion :
While writing this review, I realize something, there is
more beside stories about ‘matching-couples’ or issue about married at young
age, specially for young ladies. Yes, I know, some people don’t like stories
from female authors from that era. Why ? Because mostly talks about
emotion-feelings-and how small-minded people had to live in small area with the
same people years after years. How they dreams almost the same, going-out to
see ‘the world’ outside there village, but yet when came the opportunity to do
it, only few really had the ‘gut’ to do it – change their life entirely.
Jane Austen write about young women mostly as a main
character on her novel. Mostly they had similar character : inteligent – smart
– curious – bold – dare to try something out of the box. But she also put
strong-boundaries among those character, mind-set of the people surround the
character. Parents, sisters, brothers, eldery, someone who had big influence or
should be obey by them, no matter how they’re feeling. Just like through Pride
and Prejudice, she puts Elizabeth Bennet as main character a little bit like
someone who cry for help to anybody that can rescue her from those awful
situation ... and I’m not talking about the married part, but the situation
when she realize how weak her father in defending his family, how small-minded
and shallow her mother is, how wrong she thinks that someone else is arogan,
close-minded, selfish and over-confident, and then she as well doing the same
thing to other person.
"Vanity and
pride are different things, though the words are often used synonymously. A
person may be proud without being vain. Pride relates more to our opinion of
ourselves, vanity to what we would have others think of us."
( ~Mary Bennet to
Elizabeth Bennet | from ‘Pride and Prejudice’ by Jane Austen |Chapter 5 )
I will talk about these characters more on my next posting,
not reviewing the books, but talks on some character that interest me with
their personality and mind-set. I will posting it on Thursday, August 16th
2012 as part of blog hop I’m joining.
Best Regards,