WELCOME

For everyone who love classical stories
from many centuries until millenium
with some great story-teller around the world
these is just some compilation of epic-stories
that I've read and loved so many times
... an everlasting stories and memories ...

Translate

Friday, June 29, 2012

Books "THE COUNT OF MONTE CRISTO" ( Part I )



Judul Asli : THE COUNT OF MONTE CRISTO
Copyright © Alexandre Dumas
Penerbit Bentang
Alih Bahasa : Nin Bakdi Soemanto
Editor : Dhewiberta
Cover by Edi Jatmiko
Cetakan I : Maret 2011 ; 568 hlm 

~ Part I : Story about young Edmond  Dantès ~
Kisah ini terjadi pada sekitar awal abad ke-18, saat Prancis dalam suasana tegang akibat perebutan kekuasaan antara Napoleon Bonaparte dan Louis XVIII, memecah belah para pendukung serta rakyatnya dalam sebuah persengketaan yang berkepanjangan. Dan diantara sekian banyak orang, salah satunya seorang pemuda bernama Edmond Dantès yang mengalami perubahan besar dalam hidupnya akibat perseteruan ini, inilah kisahnya ...

Pada tanggal 24 Februari 1815, dermaga di Marseilles kedatangan Kapal Pharaon yang dimiliki oleh Monsieur Morrel dari perusahaan Morrel & Son, membawa berita sedih akan kematian sang Kapten Leclère akibat radang otak. Meski demikian, kapal beserta muatannya tetap dapat melaksanakan aktifitas dan tiba dengan selamat sampai tujuan berkat kepemimpinan kelasi muda bernama Edmond Dantès yang baru menginjak usia 19 tahun, namun memiliki kemampuan serta kecerdasan untuk memimpin. Disukai dan dikagumi serta dihormati akan kemampuan serta kepemimpinannya, baik oleh para kru kapal dan juga sang pemilik kapal, membuat Edmond mendapat sebuah penawaran untuk menggantikan posisi Kapten Kapal Pharaon sepeninggalan Kapten sebelumnya. 

Kebahagiaan Edmond Dantès semakin bertambah setelah bertemu dengan kekasih hatinya : Mercédès yang dengan setia menunggu kedatangannya sekian lama. Dan kepulangannya kali ini untuk mengikat hubungan keduanya menjadi lebih erat, mereka segera merayakan pesta pertunangan yang dihadiri oleh sang ayah Louis Dantès, para awak kapal yang juga menyukai pemuda itu, bahkan Monsieur  Morrel menyempatkan diri hadir untuk memberikan ucapan selamat. Semua orang tampak berbahagia dan bersenang-senang, hingga datang sebuah kejutan yang menakutkan : Edmond Dantès ditangkap dan dituduh sebagai pengkhianat negara. 

Rupanya keberuntungan yang sedang bersama pemuda ini, mengundang rasa iri dan cemburu, sehingga bagi beberapa orang yang menaruh kedengkian mendalam terhadap dirinya, mereka mengatur sebuah rencana untuk menjebak Edmond Dantès yang akan membawanya pada kehancuran. Orang pertama yang sudah sekian lama membenci Dantès adalah Danglars – bendahara Kapal Pharaon yang berusia 25 tahun, merasa dirinya lebih dewasa dan berpengalaman, ia tak suka dengan keberanian Dantès yang blak-blakan dan jujur, justru memperoleh sambutan hangat dari banyak pihak. Danglars yang bukan pemberani bahkan cenderung licik, berhasil mempengaruhi dua orang untuk bersekongkol dalam rencana menjebak Dantès. Mereka adalah Gaspard Caderousse – tetangga Louis Dantès, serta Fernand Mondego – sepupu Mercédès yang senantiasa mencintai dirinya, dan patah hati setiap kali gadis ini menolaknya karena hatinya sudah menjadi milik Dantès. 

Mereka memanfaatkan ‘tugas rahasia’ yang dibebankan oleh Kapten Leclère kepada Dantès menjelang kematiannya (kebetulan saat itu pula Danglars yang selalu memata-matai Dantès, melihat saat sepucuk surat berpindah tangan secara rahasia). Beliau meminta pemuda itu untuk mengantarkan sepucuk surat kepada seseorang di Kepulauan Elba, yang ternyata berkaitan dengan keberadaan Napoleon Bonaparte yang diasingkan di sana. Selain itu, karena ia pemuda yang ramah dan ringan-tangan, sekali lagi ia tak keberatan saat dimintai bantuan untuk mengirim sepucuk surat balasan kepada sekutu Napoleon di daratan Prancis...tanpa mengetahui bahwa sepucuk surat yang tak diketahui isinya itu akan menjadi ‘kunci’ yang menentukan masa depannya.  

Edmond Dantès yang belum sempat menyelesaikan pesta pertunangannya, digelandang ke dalam tahanan, menunggu persidangan dengan tuduhan sebagai simpatisan Bonapartis (sebutan bagi pengikut Napoleon Bonaparte). Pemuda ini sempat kebingungan karena ia merasa tak melakukan kesalahan apapun, hanya sekedar membantu menyampaikan sepucuk surat, dan ia tak mengikuti paham politik yang terpecah-belah di negara itu. Dengan kejujuran serta keberaniannya, ia berhadapan dengan wakil penuntut umum Gerald Villefort – pemuda berusia 27 tahun yang sedang berbahagia, ia berada di puncak kariernya, merayakan pesta pertunangan dengan Renee de Saint-Méran yang cantik sekaligus pewaris kekayaan dalam jumlah besar. Melihat bahwa Dantès telah berbicara jujur, Villefort berkesimpulan bahwa ia tak bersalah, jelas ada pihak-pihak tertentu yang berniat menjebaknya. Melihat  hal ini sudah seharusnya Dantès segera dibebaskan, namun saat pemuda Villeford melihat isi surat yang harus diantarkan oleh Dantès ke salah satu simpatisan Bonapartis, beliau berubah pikiran dan tanpa sepengetahuan siapa pun, kecuali mereka berdua, Villefort berbalik membiarkan Dantès tetap sebagai tersangka bahkan segera diadili dan menjalani hukuman buang sebagai tahanan seumur hidup di penjara Chậteau d’If yang mengerikan. 

Semua tindakan dan permintaan Dantès untuk meminta waktu untuk menunjukkan dirinya tak bersalah seakan berhadapan dengan tembok tebal. Tak satu pun jalan keluar ditemui. Dalam sekejap mata, kehidupan masa depan yang mengerikan membayangi benak Edmond Dantès. Tanpa ia ketahui, bahwa ayahnya, tunangannya Mercédès, serta Monsieur Morrel telah berusaha mencari keadilan bagi dirinya, namun mereka semua juga menemui jalan buntu, bahkan tak sempat bertemu lagi dengan pemuda itu hingga ia dibawa ke penjara di tengah pulau terpencil yang jauh dari mana pun.  Maka dimulai kehidupan baru nan kelam bagi pemuda ceria yang baru berusia 19 tahun itu. 

 “Abbe Faria: Here is your final lesson - do not commit the crime for which you now serve the sentence. God said, Vengeance is mine.
Edmond Dantes: I don't believe in God.
Abbe Faria: It doesn't matter. He believes in you. ”

Kesan :
Babak pertama kisah ini menjanjikan sebuah petualangan yang menegangkan. Dengan prolog serta penggambaran latar belakang kehidupan tokoh utama kisah ini, disertai fakta-fakta sejarah akan perseteruan antara Napoleon Bonaparte dan Louis XVIII beserta para pengikutnya, satu sama lain saling mengangkat dirinya sebagai Raja Penguasa Prancis. 

Buku ini menceritakan perjalanan pemuda Edmond Dantès yang mengalami pasang-surut  dalam kehidupannya. Di mana pada usia masih belia, dijebloskan dalam tahanan seumur hidup akibat jebakan beberapa orang yang menaruh  rasa iri dan cemburu akan kesuksesaan dirinya yang terbilang masih belia. Namun peristiwa yang cukup menarik, adanya peran serta tokoh penegak hukum muda yang ambisius, berpegang teguh pada prinsip-prinsip kebenaran serta keadilan bagi semua orang, namun justru mengambil tindakan yang berlawanan atas nasib pemuda belia yang tak bersalah, semua demi menyelamatkan ambisi serta status sosial yang diperolehnya saat itu. 

Membaca kisah ini di awal mungkin sedikit membingungkan karena penulis terkadang ‘melompat’ pada karakter dan situasi yang berbeda, apalagi disertai dengan sekian banyak nama-nama yang harus diingat untuk mengetahui hubungan antara satu karakter dengan karakter lain. Bagi yang belum terbiasa membaca novel seperti ini, coba bayangkan seperti menonton sebuah film dengan berbagai adegan yang berbeda, silih berganti disertai alur yang cukup cepat pula. Jika masih bingung, silahkan coba caraku dengan menulis dan membuat bagan nama-nama yang sering muncul, maka akan terlihat ‘garis-penghubung’ antara masing-masing karakter. 

Karena panjangnya kisah ini, maka kuputuskan untuk membagi menjadi dua bagian ulasan, yang pertama tentang awal kisah Edmond Dantès dan yang kedua tentang sosok bernama Count of Monte Cristo. Kembali kepada kisah pemuda Dantès yang sesaat menatap masa depan dengan tatapan percaya diri dan kebanggaan atas prestasi yang dicapainya, dan dalam sekejab mata ia harus berhadapan dengan tembok-tembok dingin, lembab dan kesunyian yang mencekam, membuat benak dan akal sehatnya mulai ‘bermain-main’ dengan beraneka ujian yang dapat membuat siapa pun menjadi gila. Dalam keputusasaan ia berusaha menghabisi nyawanya beberapa kali, termasuk mogok makan, namun hanya penderitaan dan kesakitan yang ia alami sehingga ia tak kuat meneruskan percobaan itu. Berdoa juga tak banyak membantu, maka ia hanya dapat mengutuk dan menimbun dendam membara kepada siapa saja yang berperan dalam penderitaan yang dialaminya.

“Akhirnya setelah letih memohon kepada orang-orang, Dante berpaling kepada Tuhan. Ia mengingat-ingat doa yang diajarkan ibunya dan menemukan makna dalam doa-doa yang dulunya tidak ia sadari. Namun meskipun berdoa dengan gencar, ia tetap seorang narapidana. Jiwanya menjadi gelap dan sebuah awan seakan lewat di depan matanya. Pikirannya penuh dengan satu gagasan tunggal, yakni tentang kebahagiaannya yang dihancurkan dengan alasan yang tidak jelas.”  ( from The Count of Monte Cristo | p. 44 )

Dalam kegelapan pikirannya, Dantès seakan mendapat ‘kejelasan’ dalam pikirannya, akan peran orang-orang yang membuatnya sengsara. Namun masih ada tanda tanya besar, siapa dan bagaimana orang-orang tersebut membuat dirinya seperti ini, dan apa tujuan mereka, semua masih belum jelas bagi dirinya. Bagi Dantès, kemarahan terhadap orang-orang ini mampu memberikan sedikit tenaga baginya untuk bertahan hidup. Apalagi setelah ia menemukan suatu rahasia di dalam pelosok ruang tahanan bawah tanah yang gelap dan tertutup itu. Rahasia yang membawahnya pada sebuah persekutuan untuk membebaskan diri dari kurungan tembok tebal penjara, rahasia yang memakan waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan dan bertahun-tahun, namun dengan kesabaran penuh dan tekad membara, sebauh rencana pelarian dibuat, dilaksanakan dengan kehati-hatian serta kerja keras.  

"You must teach me a small part of what you know," said Dantes, "if only to prevent your growing weary of me. I can well believe that so learned a person as yourself would prefer absolute solitude to being tormented with the company of one as ignorant and uninformed as myself. If you will only agree to my request, I promise you never to mention another word about escaping." The abbe smiled. "Alas, my boy," said he, "human knowledge is confined within very narrow limits; and when I have taught you mathematics, physics, history, and the three or four modern languages with which I am acquainted, you will know as much as I do myself. Now, it will scarcely require two years for me to communicate to you the stock of learning I possess."
"Two years!" exclaimed Dantes; "do you really believe I can acquire all these things in so short a time?"
"Not their application, certainly, but their principles you may; to learn is not to know; there are the learners and the learned. Memory makes the one, philosophy the other."

Kisah sosok manusia yang dituduh bersalah dan dipenjarakan, banyak terjadi dalam kehidupan nyata. Dan membaca kisah ini mengingatkan diriku akan kisah semi-autobiografi Henri Charrière ( 16 November 1906 – 29 Juli 1973 ), yang berjudul Papillon – kisah pelariannya sebagai narapidana tertuduh pelaku pembunuhan yang dikirim ke kepulauan wilayah koloni Prancis untuk para tahanan yang diangggap berbahaya, saat ia sempat melarikan diri dan tinggal bersama suku Indian, ini menarik untuk disimak.  Namun dalam kisah pemuda Edmond Dantès ini, bukan sekedar kisah suram dan muram, dengan gaya khas penulis Prancis maka ini menjadi bacaan petualangan menegangkan dengan bumbu romansa, tentang kisah-cinta sehidup semati, pembalasan dendam hingga pada keturunan berikutnya. Jika pada jaman dahulu belum ada semacam telenovela atau sinetron berseri, maka novel ini bisa dikatakan cikal-bakal kisah-kisah semacam itu. Karena ini merupakan kisah petualangan yang berlangsung lumayan cepat pula, maka terjemahannya yang agak mengganggu pun tidak terlalu terasa, boleh dikatakan diriku menikmati sejak halaman pertama hingga terakhir. 

Tentang Penulis : 


Alexandre Dumas ( 24 Juli 1802 – 5 Desember 1870 ), lahir di Picardy, Prancis. Ayahnya – Thomas-Alexandre Dumas, masih berdarah bangsawan, kemudian menjadi seorang jenderal dalam pasukan Napoleon. Namun, sang ayah meninggal saat ia masih berusia 4 tahun. Masalah keuangan membuatibunya : Marie-Louise Élisabeth Labouret, tak mampu menyekolahkan Dumas ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untunglah, Dumas gemar membaca. Dia melahap banyak buku dan menyerap berbagai pengetahuan melaluinya.  Ibunya pun kerap menceritakan kisah-kisah heroik sang ayah di masa pemerintahan Napoleon I. Kelak cerita-cerita inilah yang menginspirasi Dumas dalam menulis novel-novelnya. 

The Count of Monte Cristo (1975)
Saat berusia 21 tahun, Dumas pindah ke Paris. Di sanalah dia mulai menghasilkan beberapa karyanya, dimulai dari naskah-naskah drama. Dia juga aktif dalam penulisan di berbagai media, dan mulai serius dalam penulisan novel. Novel-novelnya tetap terkenal hingga beberapa abad kemudian, diantaranya : Georges (1843), Three Musketeers (1844), The Corsican Brothers (1844), dan The Count of Monte Cristo (1845-1846). Karya-karyanya telah diterjemahkan di hampir 100 bahasa serta menginspirasi pembuatan tidak kurang dari 200 drama serta film layar lebar, serial televisi, maupun dalam bentuk komik manga serta animasi film.

Dalam kehidupan pribadinya, beliau terlibat hubungan dengan beberapa wanita, dan menghasilkan beberapa putra-putri. Salah satu putranya yang diberi nama sama, Alexandre Dumas Jr, juga mengikuti jejaknya sebagai penulis yang novelnya yang terkenal ‘The Lady of the Camellias’ 

Best Regards,
* Hobby Buku* 

..... continued on the next post at "THE COUNT OF MONTE CRISTO" ( Part II )

~ The Count of Monte Cristo versi Anime ~

13 comments :

  1. aduh panjang bener repiunya kayak novelnya yang juga panjanggg hadehhh ....gw baca dl ya baru koment :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. ini mah sdh sangat disingkat dan sdh diedit lho :D

      Delete
  2. Replies
    1. hadueh, trm kasih bang, ini masih 'luar'nya, pengen kupas dalamnya juga, wktnya mepet cmn sehari ngerjakannya :(

      Delete
  3. Baik pembaca dan penulis benar2 sabar dalam membaca maupun menulis naskah buku ini. Pembalasan dendam yang dibangun perlahan demi perlahan, menghadirkan dunia yang begitu muram, segara intrik dan niat busuk dibalik kata-kata sopan dan etika nan megah. Namun, pembalasan dendam di belakang terasa begitu memuaskan. Aku bacanya hampir bosan tp setelah selesai malah kagum sama ketekunan penulisnya, 4,5 bintang dah untuk novel klasik ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. awalnya memang agak membingungkan, mknya aq sarankan buat bikin adegan kyk film bgt :D, krn setelah separuh buku, eh, tambah seru ... pengen liat filmnya :(

      Delete
  4. keren mbak, jadi pengen baca. Kemarin udah liat buku ini di perpus bung hatta. Ntar pinjam ah..

    ReplyDelete
  5. Aku suka buku ini, dari awal udah jatuh cinta...mmm sama si Count yg wajahnya ada di cover sih #salahfokus. Sejak Monte Cristo (dan sebelumnya Three Musketeers) aku jadi suka baca Alexandre Dumas. Konon gaya heroik yg ada di buku2nya berasal dari cerita2 sang ibu padanya tentang alm. ayahnya yg jadi jendral di jaman Napoleon. Berarti harus menjura pada sang ibu yg bisa membangun imajinasi dan perasaan heroik pada Dumas!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eh, liat cover yang mana ? yang model lukisan Prancis, or cover narapidana kurus kering di tahanan #salahfokusjatuhcinta ... :D
      Menjura pula pada Monsiuer Dumas karena daya imajinasinya mampu membuat kisah bak drama-theatrikal yang menegangkan :D

      Delete
  6. This is one I am really looking forward to reading off my list! -Sarah

    ReplyDelete
    Replies
    1. I love this book :D I'm reading it first time at my junior high from school library, since then never forget this stories :D

      Delete
  7. kalau ini adalah jalan cerita lengkap dari count of monte cristo, atau rangkumannya, saya sangat berterima kasih karena saya sedang ada tugas untuk membahas budaya dan yg saya ajukan adalah budaya yg ada dalam novel ini.
    terima kasih

    ReplyDelete