Judul Asli : BOTCHAN
Copyright © by Natsume Soseki
English Translation by Alan Turney
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : Indah Santi Pratidina
Cetakan ke-01 : Februari 2009 ; 224
hlm
Cover by Martin Dima
[ "Resensi buku ini dibuat dalam rangka ikut berpartisipasi dalam Lomba Resensi Buku ReadingWalk.com" | source from Reading Walk's Library ]
Sinopsis :
Botchan adalah sosok laki-laki yang mengalami banyak hal dalam kehidupan pribadinya. Semenjak kanak-kanak, ia tak pernah lepas dari ‘masalah’ – sehingga membuat dirinya dianggap anak berandalan yang tak punya masa depan.
Botchan adalah sosok laki-laki yang mengalami banyak hal dalam kehidupan pribadinya. Semenjak kanak-kanak, ia tak pernah lepas dari ‘masalah’ – sehingga membuat dirinya dianggap anak berandalan yang tak punya masa depan.
Baik ayah, ibu maupun kakaknya, tak pernah ada yang menyukai maupun memahami semua
tingkah lakunya. Hanya seorang wanita tua, pelayan keluarga mereka, yang menyayangi
dirinya serta mampu melihat bahwa dibalik semua ‘keributan & masalah’ yang
diperbuat – yang ada hanyalah sosok manusia yang jujur, apa adanya, sifatnya yang
tak suka berpura-pura serta bertindak secara spontan inilah yang justru sering
membuatnya menghadapi masalah.
Sejalan
dengan waktu, bocah tersebut tumbuh menjadi pria dewasa, jauh dari keluarganya
yang ‘membuangnya’–hingga saat terakhir berbekal sebagian warisan keluarga yang
diberikan kakaknya, dia memutuskan secara spontan menerima tawaran pekerjaan sebagai guru di daerah pelosok. Kiyo
– sang mantan pelayan yang dianggapnya sebagai satu-satunya kerabat yang
mengasihinya, mengantar ‘kepergiaan-nya’ dengan pesan agar berhati-hati dalam
menjaga tingkah-lakunya yang suka tanpa ‘tedeng aling-aling’ alias blak-blakan
dan berusaha beradaptasi di daerah baru yang akan dituju.
Kedatangan
dirinya sebagai guru baru dari kota besar ( = Tokyo ) ke daerah yang dianggap
lebih terpencil, membuat dirinya sedikit memandang remeh akan kehidupan di
daerah tersebut. Dan semenjak kakinya menginjak daerah baru tersebut, berbagai
masalah menyangkut tata karma, status sosial, peraturan menjadi sumber konflik
melibatkan dirinya dalam masalah yang akan merubah kehidupannya di masa mendatang.
Kejujuran
serta kepolosan dan sifatnya yang blak-blakan bertolak belakang dengan sebagian
besar orang yang dijumpainya. Mulai dari kepala sekolah, guru-guru, para murid
hingga pemilik rumah tempatnya menginap. Maka hanya dalam beberapa hari, dia sudah mendapat ‘masalah’
dengan adanya penipuan, pencemaran nama baik, hingga perkelahian, semua hal
yang menyebabkan dirinya semakin lama semakin muak dengan kemunafikan serta
kepura-puraan yang terjadi di sekelilingnya. Apalagi saat dia melihat bahwa
salah satu rekannya yang menjadi korban justru tidak mampu bertindak guna membela
dirinya sendiri yang dijebak dalam masalah. Maka sosok Botchan akhirnya harus
mengambil keputusan serta tindakan yang sesuai dengan kata hatinya
Kesan
:
Mendengar
nama Natsume Soseki, maka terbayang akan karya-karya klasik Jepang dimana
seting waktu dan penokohan yang dimasukan senantiasa kental akan kehidupan
masyarakat Jepang sebelum modernisasi. Natsume Soseki mampu memberikan suatu
gambaran akan kehidupan sehari-hari dalam masyarakat menengah ke bawah lewat
karya-karya satir yang menghibur sekaligus mengejek akan masing-masing pribadi dan sisi manusiawi baik
lewat kebaikan maupun keburukan manusia.
Terus
terang, saat membaca ‘iklan’ bahwa buku ini mirip Toto Chan, maka segera
setelah bukunya beredar segera saja ku-beli …. dan begitu membuka beberapa
halaman awal hingga pertengahan, ternyata ini kisah yang sama sekali berbeda. Meski merasa sedikit di-permainkan
oleh iklan yang ternyata salah, ternyata daku mampu menikmati karya sastra
Jepang yang ditulis dari sudut yang berbeda. Perbedaan yang sangat jelas adalah
ini karya satir – di mana penulis menuangkan ‘ejekan’ akan kemunafikan serta
menertawakan kepura-puraan yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Bahkan sebenarnya ada sedikit kemiripan antara sosok Botchan dengan sosok Toto Chan – mereka sama-sama manusia yang bersikap & bertindak
tanpa ‘tedeng aling-aling’ alias blak-blakan, dan ternyata kejujuran akan
kebenaran justru tidak mendapat tempat yang terhormat di dalam realita kehidupan.
Jika
dalam karya pertamanya Wagahai wa Neko de Aru ( I am a Cat ) – penulis
menuangkan satir tentang kehdupan manusia yang sederhana nan kompleks, maka
dalam Botchan yang merupakan karyanya kedua, terasa lebih merupakan
‘tuangan’ kehidupan pribadi, seakan-akan penulis mencari kekuatan lewat tokoh
Botchan yang tak pernah kenal takut dalam menghadapi apa pun, termasuk
bagaimana pandangan masyarakat pada dirinya secara sosial dan tetap mempertahankan
prinsip-prinsip hidup meski dikatakan sebagai orang yang keras kepala. Maka
tidak heran jika novel ini menjadi favorit para pembaca Jepang yang menyukai
sosok menyerupai ‘samurai’ yang membela kebenaran & prinsip kehidupan
melalui kisah Botchan.
Bagi
pembaca yang mencari hiburan ringan, mungkin bacaan ini sedikit kurang sesuai,
karena penyampaian kisah secara satir dan juga dengan gaya blak-blakan, dapat
menimbulkan kesan ‘kasar & brutal’ dalam pengungkapan tokoh-tokoh dalam
cerita. Namun jika Anda mencari suatu bacaan bermutu dan sebagai refleksi diri,
maka ini adalah bacaan yang tepat, menghibur sekaligus ‘menonjok’ diri kita
akan betapa hipokrit dan munafik manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dengan tambahan ekstra dengan adanya penggambaran kehidupan
serta nuansa Jepang era sebelum modernisasi. Sebuah karya
‘gelap’ yang mampu memberikan ‘terang’ bagi para penikmat sastra klasik Jepang.
(
Sedikit tambahan ekstra, pujian khusus atas desain & ilustrasi cover oleh
Martin Dima, benar-benar unik dan bagus, bahkan menurut pendapat pribadi-ku,
jauh lebih bagus dibandingkan cover buku aslinya (^_^) setidaknya buku versi Inggris yang ku-lihat di Amazon )
Tentang
Pengarang :
Natsume
Kinnosuke, yang lebih luas dikenal dengan nama pena Soseki dilahirkan di Tokyo
pada tahun 1867, setahun sebelum Restorasi Meiji. Periode Meiji merupakan masa
proses perubahan pada berbagai area budaya, ketika pada masa inilah gerbang
Jepang terbuka untuk mengijinkan masuknya aliran deras ide-ide dunia Barat, termasuk membawa perubahan pada bidang sastra. Kontak pertama Soseki dengan dunia sastra selain Jepang dimulai
pada tahun 1881, saat ia berusia 14 tahun dan mempelajari Sastra Cina selama
setahun di sekolahnya.
Setelah
lulus dari Tokyo Imperial University, jurusan Sastra Inggris pada tahun 1895,
ia menjadi guru bahasa Inggris di daerah pedalaman Pulau Shikoku di sekolah
menengah Matsuyama ( yang menjadi seting kisah Botchan ), lalu setahun kemudian
beliau pindah ke Kyushu – sebuah pulau di daerah selatan, di mana ia mengajar
di sekolah menengah tingkat atas. Di tahun 1900, ia dikirim ke Inggris dengan beasiswa penelitian dari
pemerintah, dan menetap di sana hingga tahun 1903.
Di
tahun-tahun berada di luar negeri inilah, ia mulai menderita serangan gugup
yang menyusahkan sepanjang hidupnya. Di tahun 1905, ia menerbitkan karya fiksi
pertamanya : Wagahai wa Neko de Aru ( I am a Cat ), yang diikuti dengan
novel keduanya : Botchan pada tahun 1906 yang menjadi terkenal dan
merupakan favorit para pembaca Jepang. Disusul kemudian dengan karya-karya
lainnya : Kusamakura dan Nihyaku toka, yang menjadikan dirinya
penulis kreatif dengan posisi penting. Nuansa satir ringan dalam karya-karya
awalnya kemudian digantikan dengan Kofu. Sanshiro, dan Sore kara
yang bernada lebih serius. Meski sambil berjuang melawan sakit parah, termasuk
dalam karya sastra Soseki pada dekade terakhir hidupnya antara lain Mon,
Kojin, dan Kokoro, kemudian memuncak pada novelnya yang tidak selesai
: Meian – sebuah studi pengasingan dan kesepian. Ia meninggal dunia di
tahun 1916.
(
sumber : www.gramedia.com
)
Best Regards,
* HobbyBuku *
No comments :
Post a Comment