WELCOME

For everyone who love classical stories
from many centuries until millenium
with some great story-teller around the world
these is just some compilation of epic-stories
that I've read and loved so many times
... an everlasting stories and memories ...

Translate

Friday, March 9, 2012

Books "BOTCHAN"


Judul Asli : BOTCHAN
Copyright © by Natsume Soseki
English Translation by Alan Turney
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : Indah Santi Pratidina
Cetakan ke-01 : Februari 2009 ; 224 hlm
Cover by Martin Dima

[ "Resensi buku ini dibuat dalam rangka ikut berpartisipasi dalam Lomba Resensi Buku ReadingWalk.com" | source from Reading Walk's Library ]

Sinopsis :
Botchan adalah sosok laki-laki yang mengalami banyak hal dalam kehidupan pribadinya. Semenjak kanak-kanak, ia tak pernah lepas dari ‘masalah’ – sehingga membuat dirinya dianggap anak berandalan yang tak punya masa depan.
 
 Baik ayah, ibu maupun kakaknya, tak pernah ada yang menyukai maupun memahami semua tingkah lakunya. Hanya seorang wanita tua, pelayan keluarga mereka, yang menyayangi dirinya serta mampu melihat bahwa dibalik semua ‘keributan & masalah’ yang diperbuat – yang ada hanyalah sosok manusia yang jujur, apa adanya, sifatnya yang tak suka berpura-pura serta bertindak secara spontan inilah yang justru sering membuatnya menghadapi masalah. 

Sejalan dengan waktu, bocah tersebut tumbuh menjadi pria dewasa, jauh dari keluarganya yang ‘membuangnya’–hingga saat terakhir berbekal sebagian warisan keluarga yang diberikan kakaknya, dia memutuskan secara spontan menerima tawaran pekerjaan sebagai guru di daerah pelosok. Kiyo – sang mantan pelayan yang dianggapnya sebagai satu-satunya kerabat yang mengasihinya, mengantar ‘kepergiaan-nya’ dengan pesan agar berhati-hati dalam menjaga tingkah-lakunya yang suka tanpa ‘tedeng aling-aling’ alias blak-blakan dan berusaha beradaptasi di daerah baru yang akan dituju. 

Kedatangan dirinya sebagai guru baru dari kota besar ( = Tokyo ) ke daerah yang dianggap lebih terpencil,  membuat dirinya sedikit memandang remeh akan kehidupan di daerah tersebut. Dan semenjak kakinya menginjak daerah baru tersebut, berbagai masalah menyangkut tata karma, status sosial, peraturan menjadi sumber konflik melibatkan dirinya dalam masalah yang akan merubah kehidupannya di masa mendatang. 

Kejujuran serta kepolosan dan sifatnya yang blak-blakan bertolak belakang dengan sebagian besar orang yang dijumpainya. Mulai dari kepala sekolah, guru-guru, para murid hingga pemilik rumah tempatnya menginap. Maka hanya dalam beberapa hari, dia sudah mendapat ‘masalah’ dengan adanya penipuan, pencemaran nama baik, hingga perkelahian, semua hal yang menyebabkan dirinya semakin lama semakin muak dengan kemunafikan serta kepura-puraan yang terjadi di sekelilingnya. Apalagi saat dia melihat bahwa salah satu rekannya yang menjadi korban justru tidak mampu bertindak guna membela dirinya sendiri yang dijebak dalam masalah. Maka sosok Botchan akhirnya harus mengambil keputusan serta tindakan yang sesuai dengan kata hatinya

Kesan :
Mendengar nama Natsume Soseki, maka terbayang akan karya-karya klasik Jepang dimana seting waktu dan penokohan yang dimasukan senantiasa kental akan kehidupan masyarakat Jepang sebelum modernisasi. Natsume Soseki mampu memberikan suatu gambaran akan kehidupan sehari-hari dalam masyarakat menengah ke bawah lewat karya-karya satir yang menghibur sekaligus mengejek akan masing-masing pribadi dan sisi manusiawi baik lewat kebaikan maupun keburukan manusia.

Terus terang, saat membaca ‘iklan’ bahwa buku ini mirip Toto Chan, maka segera setelah bukunya beredar segera saja ku-beli …. dan begitu membuka beberapa halaman awal hingga pertengahan, ternyata ini kisah yang sama sekali berbeda. Meski merasa sedikit di-permainkan oleh iklan yang ternyata salah, ternyata daku mampu menikmati karya sastra Jepang yang ditulis dari sudut yang berbeda. Perbedaan yang sangat jelas adalah ini karya satir – di mana penulis menuangkan ‘ejekan’ akan kemunafikan serta menertawakan kepura-puraan yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan sebenarnya ada sedikit kemiripan antara sosok Botchan dengan sosok Toto Chan – mereka sama-sama manusia yang bersikap & bertindak tanpa ‘tedeng aling-aling’ alias blak-blakan, dan ternyata kejujuran akan kebenaran justru tidak mendapat tempat yang terhormat di dalam realita kehidupan. 

Jika dalam karya pertamanya Wagahai wa Neko de Aru ( I am a Cat ) – penulis menuangkan satir tentang kehdupan manusia yang sederhana nan kompleks, maka dalam Botchan yang merupakan karyanya kedua, terasa lebih merupakan ‘tuangan’ kehidupan pribadi, seakan-akan penulis mencari kekuatan lewat tokoh Botchan yang tak pernah kenal takut dalam menghadapi apa pun, termasuk bagaimana pandangan masyarakat pada dirinya secara sosial dan tetap mempertahankan prinsip-prinsip hidup meski dikatakan sebagai orang yang keras kepala. Maka tidak heran jika novel ini menjadi favorit para pembaca Jepang yang menyukai sosok menyerupai ‘samurai’ yang membela kebenaran & prinsip kehidupan melalui kisah Botchan.   

Bagi pembaca yang mencari hiburan ringan, mungkin bacaan ini sedikit kurang sesuai, karena penyampaian kisah secara satir dan juga dengan gaya blak-blakan, dapat menimbulkan kesan ‘kasar & brutal’ dalam pengungkapan tokoh-tokoh dalam cerita. Namun jika Anda mencari suatu bacaan bermutu dan sebagai refleksi diri, maka ini adalah bacaan yang tepat, menghibur sekaligus ‘menonjok’ diri kita akan betapa hipokrit dan munafik manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dengan tambahan ekstra dengan adanya penggambaran kehidupan serta nuansa Jepang era sebelum modernisasi. Sebuah karya ‘gelap’ yang mampu memberikan ‘terang’ bagi para penikmat sastra klasik Jepang.
( Sedikit tambahan ekstra, pujian khusus atas desain & ilustrasi cover oleh Martin Dima, benar-benar unik dan bagus, bahkan menurut pendapat pribadi-ku, jauh lebih bagus dibandingkan cover buku aslinya (^_^) setidaknya buku versi Inggris yang ku-lihat di Amazon )

Tentang Pengarang :
Natsume Kinnosuke, yang lebih luas dikenal dengan nama pena Soseki dilahirkan di Tokyo pada tahun 1867, setahun sebelum Restorasi Meiji. Periode Meiji merupakan masa proses perubahan pada berbagai area budaya, ketika pada masa inilah gerbang Jepang terbuka untuk mengijinkan masuknya aliran deras ide-ide dunia Barat, termasuk membawa perubahan pada bidang sastra. Kontak pertama Soseki dengan dunia sastra selain Jepang dimulai pada tahun 1881, saat ia berusia 14 tahun dan mempelajari Sastra Cina selama setahun di sekolahnya.

Setelah lulus dari Tokyo Imperial University, jurusan Sastra Inggris pada tahun 1895, ia menjadi guru bahasa Inggris di daerah pedalaman Pulau Shikoku di sekolah menengah Matsuyama ( yang menjadi seting kisah Botchan ), lalu setahun kemudian beliau pindah ke Kyushu – sebuah pulau di daerah selatan, di mana ia mengajar di sekolah menengah tingkat atas. Di tahun 1900, ia dikirim ke Inggris dengan beasiswa penelitian dari pemerintah, dan menetap di sana hingga tahun 1903. 

Di tahun-tahun berada di luar negeri inilah, ia mulai menderita serangan gugup yang menyusahkan sepanjang hidupnya. Di tahun 1905, ia menerbitkan karya fiksi pertamanya : Wagahai wa Neko de Aru ( I am a Cat ), yang diikuti dengan novel keduanya : Botchan pada tahun 1906 yang menjadi terkenal dan merupakan favorit para pembaca Jepang. Disusul kemudian dengan karya-karya lainnya : Kusamakura dan Nihyaku toka, yang menjadikan dirinya penulis kreatif dengan posisi penting. Nuansa satir ringan dalam karya-karya awalnya kemudian digantikan dengan Kofu. Sanshiro, dan Sore kara yang bernada lebih serius. Meski sambil berjuang melawan sakit parah, termasuk dalam karya sastra Soseki pada dekade terakhir hidupnya antara lain Mon, Kojin, dan Kokoro, kemudian memuncak pada novelnya yang tidak selesai : Meian – sebuah studi pengasingan dan kesepian. Ia meninggal dunia di tahun 1916.
( sumber : www.gramedia.com

Best Regards, 
* HobbyBuku * 

No comments :

Post a Comment