WELCOME

For everyone who love classical stories
from many centuries until millenium
with some great story-teller around the world
these is just some compilation of epic-stories
that I've read and loved so many times
... an everlasting stories and memories ...

Translate

Thursday, March 15, 2012

Books "THE RAILWAY CHILDREN"


Books “ANAK-ANAK KERETA API”
Judul Asli : THE RAILWAY CHILDREN
Penulis : Edith Nesbitt
Penerbit  PT Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : Widya Kirana
Cover by Satya Utama Jadi
Cetakan ke-02 : Juni 2010 ; 312 hlm

Review : 
“Jika ada kisah klasik tentang keluarga yang menyentuh sekaligus menarik, inilah kisahnya …  tentang anak-anak yang kehidupannya mengalami perubahan drastis dari kondisi serba berkecukupan, penuh kenyamanan dan kenikmatan serta pelayanan, menjadi serba kekurangan hingga harus berhemat, tanpa ada pelayan dan harus berusaha sendiri dalam mencapai keinginan masing-masing. 

Tapi dalam kisah ini bukan sekedar penderitaan yang berusaha diungkapkan, namun justru bagaimana cara mengatasi berbagai kesulitan ( meski terkadang cara-cara yang dilakukan anak-anak ini kurang tepat, namun semuanya bersumber dari hati tulus ingin membantu ) serta bagaimana belajar mempertanggung-jawabkan kesalahan-kesalahan yang dibuat.

Penggambaran karakter Ibu yang membaktikan diri dan waktu untuk anak-anaknya, kemudian harus berperan ganda sebagai kepala keluarga, mengambil keputusan serta mendisiplin-kan anak-anak, mampu memberikan contoh akan harga diri bukan suatu kesombongan bahkan kelemahan, bisa mengakui kesalahan ( meminta maaf pada tempatnya meski sudah memarahi mereka bertiga habis-habisan ), semuanya membentuk karakter tersendiri pada ketiga anaknya.

Bobbie yang paling besar, mampu berempati pada kesusahan dan  kesedihan orang lain, terutama sang Ibu yang dicintainya, hingga ia mengambil alih peran mengasuh adik-adiknya saat Ibu sibuk ( dan ini sering menjadi bahan olok-olokan Peter yang menjulukinya ‘bagai orang suci’ – terkadang malah memicu pertengkaran di antara mereka ). Sedangkan Peter, satu-satunya anak laki-laki, seringkali bersikap bahwa sebagai pria ia harus jantan, jangan pernah menunjukkan kelemahan ( seperti menangis, mengeluh, atau ketakutan ) dan ia bertekad mendidik saudara-saudaranya secara ‘jantan’ apalagi semenjak Ayah tidak ada diantara mereka … ( hal ini juga menimbulkan konflik, hingga sahabat mereka sang Dokter memberikan nasehat khusus pada Peter ). Karakter Phyllis sebagai anak bungsu, ia lebih periang, blak-blakan ( terkadang kurang peka membaca situasi ), masih suka bersenang-senang, dan mudah terpengaruh kakak-kakaknya. Namun ketiganya saling menyayangi dengan caranya masing-masing. 

Kebaikan hati, keramahan serta keceriaan ketiga anak penghuni Pondok Tiga Cerobong juga ketegaran sang Ibu dalam menjalani kehidupan yang berat, membuahkan persahabatan, rasa hormat serta jalinan kasih sayang pada lingkungan masyarakat di wilayah itu. Hingga saat-saat dimana mereka membutuhkan bantuan, datang pula pertolongan dari orang-orang yang tak terduga. Dan kasus terberat yang menjadi beban di hati keluarga itu, tentang keberadaan serta nasib Ayah terkasih yang menghilang, mulai terungkap … dan bagaimana cara penyelesaiannya, sungguh menunjukkan keajaiban pun dapat terjadi di mana saja, terutama bagi orang-orang yang sabar dan tabah dalam menjalani kehidupannya.

Ibarat makanan, buku ini berisi tema yang ringan, namun karena terdiri dari berbagai bahan-bahan yang berbobot dan sarat akan ‘nutrisi’ maka mampu memberikan kepuasan tersendiri serta masukan-masukan positif tentang akhlak-moral-kejujuran-kebenaran pada akhirnya akan menuai hasil meski harus melalui perjalanan yang  berat. Dan hasil terjemahan dan editan yang sedikit mengurangi pola bicara yang berulang atau bertele-tele khas novel klasik, sedikit membantu kenyamanan membaca kisah ini.”

Sinopsis :
Para penghuni kediaman Villa Edgecombe yang bahagia itu terdiri atas Ayah, Ibu, Roberta ( biasa dipanggil Bobbie ), Peter, dan si kecil Phyllis, serta para pelayan, pengasuh serta seekor anjing bernama James.  Namun semuanya berubah, tepatnya setelah ulang tahun Peter yang kesepuluh, beberapa hari  kemudian saat mereka sekeluarga berkumpul setelah Ayah pulang dari dinas luar kota. Malam itu datang dua orang tamu asing, yang membuat keributan di ruang kerja Ayah. Setelah tamu tersebut pulang, Ayah dan Ibu berbicara berdua. Hasilnya anak-anak melihat Ibu keluar dengan wajah pucat pasi dan penuh kesedihan. Dan keesokkan paginya, Ayah sudah tidak ada. Ibu juga pergi, tinggal ketiga kakak-beradik dengan para pelayan. Saat  akhirnya Ibu pulang, suasana berubah. Beberapa pelayan diberhentikan dan datang Bibi Emma – kerabat mereka yang sudah tua, membantu serta menjaga anak-anak. Dalam beberapa minggu kemudian, kehidupan mereka sangat aneh. Barang-barang dibongkar, perabot dipindahkan, sebagian dibungkus dan disiapkan untuk dibawa bepergian, sebagian ditinggalkan. Menurut Ibu, sekarang mereka jadi Miskin, maka harus pindah ke tempat lain. Dan pada hari yang ditentukan, Ibu, Bobbie, Peter dan Phyllis, berangkat menuju kediaman mereka yang baru dengan hanya sedikit barang serta perabot yang bisa dibawa.

Melalui perjalanan panjang dengan kereta api, setiba di stasiun mereka harus berjalan kaki di malam hari disertai gerobak berisi barang bawaan mereka, akhirnya tibalah di kediaman baru Pondok Tiga Cerobong yang terletak di atas bukit. Rumah baru yang kosong, dengan beberapa perabot serta peti-peti barang mereka yang telah dikirim terlebih dahulu, makan malam seadanya dari bekal yang telah disiapkan oleh Bibi Emma, akhirnya tidur diatas kasur yang digelar di lantai, mewarnai malam pertama keluarga ini.

Namun Ibu senantiasa bersikap ceria serta penuh kasih sayang terhadap ketiga putra-putrinya, mampu memberikan dorongan untuk bersikap positif dalam menyikapi kondisi baru mereka. Dan ketiganya, Boobie yang baik hati dan senantiasa memahami kondisi Ibu, Peter yang aktif serta antusias, serta Phyllis yang ceria dan selalu berbicara ( bahkan saat tidak dibutuhkan ), berusaha sebaik mungkin menyesuaikan diri. Tak lama kemudian mereka menemukan hal-hal baru menarik serta menggembirakan. Di antaranya adanya lintasan kereta api di bawah bukit dekat kediaman baru itu.

Karena mereka anak-anak  yang aktif dan ceria, tak lama untuk berkenalan dengan Portir Stasiun yang bernama Mr. Perks yang suka sekali bercerita dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh ketiga anak itu. Mereka  juga berkenalan dengan sang Kepala Stasiun, bahkan ada pengalaman tidak menyenangkan saat ketiganya tertangkap ‘memindahkan’ batu bara yang disimpan di gerbong kereta. Tapi ketika mendengar penuturan ketiganya, tentang kondisi jatuh-miskin yang mereka alami, bahwa mereka sebenarnya bukan sekedar ‘mencuri’ …beliau melepaskan ketiga anak itu dengan peringatan keras agar tidak terulangi kejadian seperti itu. Dan hubungan antara mereka semakin membaik dengan keramahan serta pemahaman akan satu sama lain. Kepala Stasiun mengetahui bahwa ketiganya merupakan anak-anak yang baik dan jujur, yang berusaha mengatasi kesulitan kehidupan yang terjadi.

Tampaknya situasi baru semakin membaik. Ibu semakin sibuk dengan kegiatan menulis hingga waktunya menemani anak-anak tidak sebanyak dulu, namun Bobbie, Peter dan Phyllis mampu menemukan hal-hal baru yang bisa menyibukkan mereka. Seperti mengawasi kedatangan kereta api yang berbeda pada jam-jam tertentu. Bahkan mereka memiliki julukan bagi setiap kereta api yang lewat. Diantaranya kereta api si Naga Hijau yang lewat pukul 09.15 di mana suatu pagi saat ketiganya berandai-andai bahwa sang Naga akan menyampaikan pesan bagi Ayah di mana pun beliau berada, maka saat kereta itu lewat, ketiga anak itu berdiri dan melambai-lambaikan sapu tangan ( bagaikan menyampaikan salam bagi Ayah ) – ternyata muncul tangan putih bersih milik seorang Pria Tua di gerbong kelas satu, membalas lambaian tangan ketiganya. Semenjak itu, menjadi suatu rutinitas setiap hari bagi mereka untuk saling melambaikan tangan saat kereta api itu lewat.

Namun suatu hari Ibu jatuh sakit, tak mampu bangun dari tempat tidur. Kondisinya semakin memburuk hingga mereka harus memanggil dokter. Dokter yang ramah, bernama Dr. W.W. Forrest menyampaikan bahwa Ibu terkena influenza, dengan perawatan dan istirahat cukup serta obat dan ramuan yang harus dikonsumsi, maka Ibu akan pulih. Saat Boobie meminta bahan-bahan apa saja yang dibutuhkan bagi pemulihan Ibu, ternyata banyak bahan-bahan yang tak mampu mereka beli – Ibu berkata bahwa mereka sekarang Miskin, tidak perlu bahan-bahan  atau makanan semahal itu, cukup ramuan sederhana maka ia akan pulih. Tapi Bobbie dan adik-adiknya berpikir, bahwa kesehatan Ibu harus segera pulih, maka jalan satu-satunya bagaimana caranya mereka memenuhi isi resep sang dokter.

Ketiganya berunding, memutar otak, mencari jalan keluar. Akhirnya keluar ide cemerlang. Boobie menjaga dan merawat Ibu yang demam. Peter menulis di atas seprei putih dengan tinta hitam ( setelah menghabiskan dan merusak berlembar-lembar sprei yang bagus ), membawanya dan membentangkan saat kereta si Naga Hijau lewat … pesan agar Pria Tua ( sahabat baru mereka yang selalu melambaikan tangan saat kereta lewat ) menerima pesan berikutnya di stasiun yang dibawakan oleh Phyllis. Pesan tersebut meminta bantuan agar mereka bisa memenuhi isi resep sang dokter dengan penjelasan atas kondisi yang mereka alami. Sore hari, Portir Stasiun datang membawa keranjang besar berisi berbagai makanan, serta hadiah-hadiah yang tak terduga bagi mereka … bingkisan dari Pria Tua yang tak mereka kenal namanya.

Berkat keranjang bingkisan itu, kondisi Ibu berangsur-angsur pulih. Ketiga anak itu tidak lupa memberi kabar perkembangan kondisi Ibu lewat tulisan di atas sprei saat kereta si Naga Hijau lewat, kepada Pria Tua yang dermawan. Namun ketiganya khawatir, karena pada akhirnya hal itu harus diceritakan kepada Ibu. Saat Ibu sudah membaik, mereka berusaha bercerita, dan Ibu marah sekali, belum pernah Ibu semarah itu kepada mereka, namun setelah marah Ibu menangis sejadi-jadinya, membuat Bobbie, Peter dan Phyllis juga menangis ( menangis merupakan hal yang menular, sama seperti penyakit campak ). Pada akhirnya Ibu memahami usaha anak-anaknya, hanya beliau memperingatkan agar tidak terulang kembali, dan tentunya ia harus mengucapkan terima kasih kepada sang dermawan. Ibu mengajarkan bahwa walaupun mereka jatuh-miskin, namun itu bukan alasan bagi mereka untuk meminta-minta pada orang lain. Bagaimana pun, selama mereka mampu berusaha di atas kaki sendiri, jangan meminta bantuan pada siapa pun, apalagi dengan alasan MISKIN !!!

Pengalaman mereka semakin banyak. Saat ulang tahun Bobbie ke-12 misalnya, meski tiada hadiah-hadiah mewah, namun perayaannya sangat menyentuh hati Bobbie. Persembahan khusus kedua adiknya serta cinta kasih Ibu telah membahagiakan dirinya. Bahkan hadiah Peter yang istimewa membuatnya memikirkan cara membalas kebaikan Peter. Dan saat Bobbie yang baik hati itu berusaha seorang diri mempersembahkan hadiah khusus bagi Peter, pengalaman unik dan menakutkan di alaminya. Bobbie terbawa tanpa sengaja di gerbong depan kereta api yang berjalan entah kemana. Namun lewat pengalaman itu, ia berkenalan dengan si Masinis dan Juru Api kereta yang baik hati dan bersedia membantunya. Maka Bobbie bisa kembali pulang dengan selamat sampai di rumah dan beberapa hari kemudian, hadiah istimewa yang ia persembahkan bagi Peter akhirnya selesai.

Selain itu ketiga kakak-beradik semakin menyukai kehidupan baru mereka. Bahkan banyak hal yang mereka lakukan, seperti menolong orang asing yang ditangkap di kereta api karena dianggap penumpang gelap ( sampai akhirnya orang tersebut menumpang tinggal di Pondo Tiga Cerobong ). Mereka juga menolong bayi dan seekor anjing yang terperangkap dalam perahu yang terbakar – membuahkan persahabatan baru dengan si pengemudi perahu yang galak dan kasar. Sibuk menyiapkan kejutan serta hadiah ualng tahun bagi Mr. Perks – Portir Stasiun sahabat mereka yang seumur hidup tidak pernah merayakan ulang tahunnya ( meski kemudian akhirnya tidak sesuai dengan harapan mereka ). Mencari pertolongan dan melakukan penyelamatan saat terjadi longsor yang menutup lintasan kereta api … hingga ketiganya mendapat penghargaan khusus karena menyelamatkan banyak nyawa ( kereta api yang berisi penuh penumpang yang berhasil dihentikan sebelum menabrak tumpukan longsoran tersebut ). Mereka bahkan menyelamatkan anak yang kakinya patah di dalam lorong kereta ketika permainan Mencari Jejak Kelinci – dan ternyata anak laki-laki itu adalah cucu orang terkenal dan kenalan mereka juga. 

Best Regards,
* HobbyBuku *
  

2 comments :

  1. ahh.. buku yang pertama kali dibaca pas kecil dulu dan tetap terasa 'nikmat' dibaca ulang ketika umur telah bertambah :D

    ReplyDelete
  2. sangat menyentuh hati
    bagaikan kisah nyata bagi yang membacanya

    ReplyDelete