Books
“ANAK-ANAK KERETA API”
Judul Asli : THE
RAILWAY CHILDREN
Penulis : Edith Nesbitt
Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama
Alih Bahasa : Widya Kirana
Cover by Satya Utama Jadi
Cetakan ke-02 : Juni 2010 ; 312 hlm
Review :
“Jika ada kisah klasik tentang keluarga yang menyentuh
sekaligus menarik, inilah kisahnya …
tentang anak-anak yang kehidupannya mengalami perubahan drastis dari
kondisi serba berkecukupan, penuh kenyamanan dan kenikmatan serta pelayanan,
menjadi serba kekurangan hingga harus berhemat, tanpa ada pelayan dan harus
berusaha sendiri dalam mencapai keinginan masing-masing.
Tapi dalam kisah ini bukan sekedar penderitaan yang berusaha
diungkapkan, namun justru bagaimana cara mengatasi berbagai kesulitan ( meski
terkadang cara-cara yang dilakukan anak-anak ini kurang tepat, namun semuanya
bersumber dari hati tulus ingin membantu ) serta bagaimana belajar
mempertanggung-jawabkan kesalahan-kesalahan yang dibuat.
Penggambaran karakter Ibu yang membaktikan diri dan waktu
untuk anak-anaknya, kemudian harus berperan ganda sebagai kepala keluarga,
mengambil keputusan serta mendisiplin-kan anak-anak, mampu memberikan contoh
akan harga diri bukan suatu kesombongan bahkan kelemahan, bisa mengakui
kesalahan ( meminta maaf pada tempatnya meski sudah memarahi mereka bertiga
habis-habisan ), semuanya membentuk karakter tersendiri pada ketiga anaknya.
Bobbie yang paling besar, mampu berempati pada kesusahan
dan kesedihan orang lain, terutama sang
Ibu yang dicintainya, hingga ia mengambil alih peran mengasuh adik-adiknya saat
Ibu sibuk ( dan ini sering menjadi bahan olok-olokan Peter yang menjulukinya ‘bagai
orang suci’ – terkadang malah memicu pertengkaran di antara mereka ). Sedangkan
Peter, satu-satunya anak laki-laki, seringkali bersikap bahwa sebagai pria ia
harus jantan, jangan pernah menunjukkan kelemahan ( seperti menangis, mengeluh,
atau ketakutan ) dan ia bertekad mendidik saudara-saudaranya secara ‘jantan’
apalagi semenjak Ayah tidak ada diantara mereka … ( hal ini juga menimbulkan
konflik, hingga sahabat mereka sang Dokter memberikan nasehat khusus pada Peter
). Karakter Phyllis sebagai anak bungsu, ia lebih periang, blak-blakan (
terkadang kurang peka membaca situasi ), masih suka bersenang-senang, dan mudah
terpengaruh kakak-kakaknya. Namun ketiganya saling menyayangi dengan caranya
masing-masing.
Kebaikan hati, keramahan serta keceriaan ketiga anak
penghuni Pondok Tiga Cerobong juga ketegaran sang Ibu dalam menjalani kehidupan
yang berat, membuahkan persahabatan, rasa hormat serta jalinan kasih sayang
pada lingkungan masyarakat di wilayah itu. Hingga saat-saat dimana mereka
membutuhkan bantuan, datang pula pertolongan dari orang-orang yang tak terduga.
Dan kasus terberat yang menjadi beban di hati keluarga itu, tentang keberadaan
serta nasib Ayah terkasih yang menghilang, mulai terungkap … dan bagaimana cara
penyelesaiannya, sungguh menunjukkan keajaiban pun dapat terjadi di mana saja,
terutama bagi orang-orang yang sabar dan tabah dalam menjalani kehidupannya.
Ibarat makanan, buku ini berisi tema yang ringan, namun
karena terdiri dari berbagai bahan-bahan yang berbobot dan sarat akan ‘nutrisi’
maka mampu memberikan kepuasan tersendiri serta masukan-masukan positif tentang
akhlak-moral-kejujuran-kebenaran pada akhirnya akan menuai hasil meski harus
melalui perjalanan yang berat. Dan hasil
terjemahan dan editan yang sedikit mengurangi pola bicara yang berulang atau
bertele-tele khas novel klasik, sedikit membantu kenyamanan membaca kisah ini.”
Sinopsis :
Para penghuni kediaman Villa Edgecombe yang bahagia itu
terdiri atas Ayah, Ibu, Roberta ( biasa dipanggil Bobbie ), Peter, dan si kecil
Phyllis, serta para pelayan, pengasuh serta seekor anjing bernama James. Namun semuanya berubah, tepatnya setelah
ulang tahun Peter yang kesepuluh, beberapa hari
kemudian saat mereka sekeluarga berkumpul setelah Ayah pulang dari dinas
luar kota. Malam itu datang dua orang tamu asing, yang membuat keributan di
ruang kerja Ayah. Setelah tamu tersebut pulang, Ayah dan Ibu berbicara berdua.
Hasilnya anak-anak melihat Ibu keluar dengan wajah pucat pasi dan penuh
kesedihan. Dan keesokkan paginya, Ayah sudah tidak ada. Ibu juga pergi, tinggal
ketiga kakak-beradik dengan para pelayan. Saat
akhirnya Ibu pulang, suasana berubah. Beberapa pelayan diberhentikan dan
datang Bibi Emma – kerabat mereka yang sudah tua, membantu serta menjaga
anak-anak. Dalam beberapa minggu kemudian, kehidupan mereka sangat aneh.
Barang-barang dibongkar, perabot dipindahkan, sebagian dibungkus dan disiapkan
untuk dibawa bepergian, sebagian ditinggalkan. Menurut Ibu, sekarang mereka
jadi Miskin, maka harus pindah ke tempat lain. Dan pada hari yang ditentukan,
Ibu, Bobbie, Peter dan Phyllis, berangkat menuju kediaman mereka yang baru
dengan hanya sedikit barang serta perabot yang bisa dibawa.
Melalui perjalanan panjang dengan kereta api, setiba di
stasiun mereka harus berjalan kaki di malam hari disertai gerobak berisi barang
bawaan mereka, akhirnya tibalah di kediaman baru Pondok Tiga Cerobong yang
terletak di atas bukit. Rumah baru yang kosong, dengan beberapa perabot serta
peti-peti barang mereka yang telah dikirim terlebih dahulu, makan malam
seadanya dari bekal yang telah disiapkan oleh Bibi Emma, akhirnya tidur diatas
kasur yang digelar di lantai, mewarnai malam pertama keluarga ini.
Namun Ibu senantiasa bersikap ceria serta penuh kasih sayang
terhadap ketiga putra-putrinya, mampu memberikan dorongan untuk bersikap
positif dalam menyikapi kondisi baru mereka. Dan ketiganya, Boobie yang baik
hati dan senantiasa memahami kondisi Ibu, Peter yang aktif serta antusias,
serta Phyllis yang ceria dan selalu berbicara ( bahkan saat tidak dibutuhkan ),
berusaha sebaik mungkin menyesuaikan diri. Tak lama kemudian mereka menemukan
hal-hal baru menarik serta menggembirakan. Di antaranya adanya lintasan kereta
api di bawah bukit dekat kediaman baru itu.
Karena mereka anak-anak
yang aktif dan ceria, tak lama untuk berkenalan dengan Portir Stasiun
yang bernama Mr. Perks yang suka sekali bercerita dan menjawab semua pertanyaan
yang diajukan oleh ketiga anak itu. Mereka
juga berkenalan dengan sang Kepala Stasiun, bahkan ada pengalaman tidak
menyenangkan saat ketiganya tertangkap ‘memindahkan’ batu bara yang disimpan di
gerbong kereta. Tapi ketika mendengar penuturan ketiganya, tentang kondisi
jatuh-miskin yang mereka alami, bahwa mereka sebenarnya bukan sekedar ‘mencuri’
…beliau melepaskan ketiga anak itu dengan peringatan keras agar tidak terulangi
kejadian seperti itu. Dan hubungan antara mereka semakin membaik dengan
keramahan serta pemahaman akan satu sama lain. Kepala Stasiun mengetahui bahwa
ketiganya merupakan anak-anak yang baik dan jujur, yang berusaha mengatasi
kesulitan kehidupan yang terjadi.
Tampaknya situasi baru semakin membaik. Ibu semakin sibuk
dengan kegiatan menulis hingga waktunya menemani anak-anak tidak sebanyak dulu,
namun Bobbie, Peter dan Phyllis mampu menemukan hal-hal baru yang bisa
menyibukkan mereka. Seperti mengawasi kedatangan kereta api yang berbeda pada
jam-jam tertentu. Bahkan mereka memiliki julukan bagi setiap kereta api yang
lewat. Diantaranya kereta api si Naga Hijau yang lewat pukul 09.15 di mana
suatu pagi saat ketiganya berandai-andai bahwa sang Naga akan menyampaikan
pesan bagi Ayah di mana pun beliau berada, maka saat kereta itu lewat, ketiga
anak itu berdiri dan melambai-lambaikan sapu tangan ( bagaikan menyampaikan
salam bagi Ayah ) – ternyata muncul tangan putih bersih milik seorang Pria Tua
di gerbong kelas satu, membalas lambaian tangan ketiganya. Semenjak itu,
menjadi suatu rutinitas setiap hari bagi mereka untuk saling melambaikan tangan
saat kereta api itu lewat.
Namun suatu hari Ibu jatuh sakit, tak mampu bangun dari
tempat tidur. Kondisinya semakin memburuk hingga mereka harus memanggil dokter.
Dokter yang ramah, bernama Dr. W.W. Forrest menyampaikan bahwa Ibu terkena
influenza, dengan perawatan dan istirahat cukup serta obat dan ramuan yang
harus dikonsumsi, maka Ibu akan pulih. Saat Boobie meminta bahan-bahan apa saja
yang dibutuhkan bagi pemulihan Ibu, ternyata banyak bahan-bahan yang tak mampu
mereka beli – Ibu berkata bahwa mereka sekarang Miskin, tidak perlu
bahan-bahan atau makanan semahal itu,
cukup ramuan sederhana maka ia akan pulih. Tapi Bobbie dan adik-adiknya
berpikir, bahwa kesehatan Ibu harus segera pulih, maka jalan satu-satunya
bagaimana caranya mereka memenuhi isi resep sang dokter.
Ketiganya berunding, memutar otak, mencari jalan keluar.
Akhirnya keluar ide cemerlang. Boobie menjaga dan merawat Ibu yang demam. Peter
menulis di atas seprei putih dengan tinta hitam ( setelah menghabiskan dan
merusak berlembar-lembar sprei yang bagus ), membawanya dan membentangkan saat
kereta si Naga Hijau lewat … pesan agar Pria Tua ( sahabat baru mereka yang
selalu melambaikan tangan saat kereta lewat ) menerima pesan berikutnya di
stasiun yang dibawakan oleh Phyllis. Pesan tersebut meminta bantuan agar mereka
bisa memenuhi isi resep sang dokter dengan penjelasan atas kondisi yang mereka
alami. Sore hari, Portir Stasiun datang membawa keranjang besar berisi berbagai
makanan, serta hadiah-hadiah yang tak terduga bagi mereka … bingkisan dari Pria
Tua yang tak mereka kenal namanya.
Berkat keranjang bingkisan itu, kondisi Ibu berangsur-angsur
pulih. Ketiga anak itu tidak lupa memberi kabar perkembangan kondisi Ibu lewat
tulisan di atas sprei saat kereta si Naga Hijau lewat, kepada Pria Tua yang
dermawan. Namun ketiganya khawatir, karena pada akhirnya hal itu harus
diceritakan kepada Ibu. Saat Ibu sudah membaik, mereka berusaha bercerita, dan
Ibu marah sekali, belum pernah Ibu semarah itu kepada mereka, namun setelah
marah Ibu menangis sejadi-jadinya, membuat Bobbie, Peter dan Phyllis juga
menangis ( menangis merupakan hal yang menular, sama seperti penyakit campak ).
Pada akhirnya Ibu memahami usaha anak-anaknya, hanya beliau memperingatkan agar
tidak terulang kembali, dan tentunya ia harus mengucapkan terima kasih kepada
sang dermawan. Ibu mengajarkan bahwa walaupun mereka jatuh-miskin, namun itu
bukan alasan bagi mereka untuk meminta-minta pada orang lain. Bagaimana pun,
selama mereka mampu berusaha di atas kaki sendiri, jangan meminta bantuan pada
siapa pun, apalagi dengan alasan MISKIN !!!
Pengalaman mereka semakin banyak. Saat ulang tahun Bobbie
ke-12 misalnya, meski tiada hadiah-hadiah mewah, namun perayaannya sangat
menyentuh hati Bobbie. Persembahan khusus kedua adiknya serta cinta kasih Ibu
telah membahagiakan dirinya. Bahkan hadiah Peter yang istimewa membuatnya
memikirkan cara membalas kebaikan Peter. Dan saat Bobbie yang baik hati itu
berusaha seorang diri mempersembahkan hadiah khusus bagi Peter, pengalaman unik
dan menakutkan di alaminya. Bobbie terbawa tanpa sengaja di gerbong depan
kereta api yang berjalan entah kemana. Namun lewat pengalaman itu, ia berkenalan
dengan si Masinis dan Juru Api kereta yang baik hati dan bersedia membantunya.
Maka Bobbie bisa kembali pulang dengan selamat sampai di rumah dan beberapa
hari kemudian, hadiah istimewa yang ia persembahkan bagi Peter akhirnya
selesai.
Selain itu ketiga kakak-beradik semakin menyukai kehidupan
baru mereka. Bahkan banyak hal yang mereka lakukan, seperti menolong orang
asing yang ditangkap di kereta api karena dianggap penumpang gelap ( sampai
akhirnya orang tersebut menumpang tinggal di Pondo Tiga Cerobong ). Mereka juga
menolong bayi dan seekor anjing yang terperangkap dalam perahu yang terbakar –
membuahkan persahabatan baru dengan si pengemudi perahu yang galak dan kasar.
Sibuk menyiapkan kejutan serta hadiah ualng tahun bagi Mr. Perks – Portir
Stasiun sahabat mereka yang seumur hidup tidak pernah merayakan ulang tahunnya
( meski kemudian akhirnya tidak sesuai dengan harapan mereka ). Mencari
pertolongan dan melakukan penyelamatan saat terjadi longsor yang menutup
lintasan kereta api … hingga ketiganya mendapat penghargaan khusus karena
menyelamatkan banyak nyawa ( kereta api yang berisi penuh penumpang yang
berhasil dihentikan sebelum menabrak tumpukan longsoran tersebut ). Mereka
bahkan menyelamatkan anak yang kakinya patah di dalam lorong kereta ketika
permainan Mencari Jejak Kelinci – dan ternyata anak laki-laki itu adalah cucu
orang terkenal dan kenalan mereka juga.
Best Regards,
* HobbyBuku *
ahh.. buku yang pertama kali dibaca pas kecil dulu dan tetap terasa 'nikmat' dibaca ulang ketika umur telah bertambah :D
ReplyDeletesangat menyentuh hati
ReplyDeletebagaikan kisah nyata bagi yang membacanya