WELCOME

For everyone who love classical stories
from many centuries until millenium
with some great story-teller around the world
these is just some compilation of epic-stories
that I've read and loved so many times
... an everlasting stories and memories ...

Translate

Saturday, June 29, 2013

Books "TERRE DES HOMMES"

Books “BUMI MANUSIA”
Judul Asli : TERRE DES HOMMES | WIND, SAND & STARS
by Antoine de Saint-Exupéry
Copyright © Editions GALLIMARD, 1939
Translation editions © Forum Jakarta-Paris, 2011
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : Ida Sundari Husen
Editor : Jean-Pascal Elbaz
Proofreader : C. Donna Widjajanto
Cetakan I : Desember 2011 ; 224 hlm
[ Conclusion in English ]

Nama Antoine de Saint-Exupéry sangat dikenal melalui karyanya “The Little Prince” yang hingga kini tetap mampu membuat diriku takjub saat membaca ulang kisah yang penuh imajinasi dan menyentuh. Namun jauh sebelum beliau menulis karya tersebut, buku ‘Terre Des Hommes” merupakan karya pendahulu yang berisikan semi-biografi berisi perjalanan hidup sang penulis beserta renungan-renungan tentang hakikat kehidupan. Melalui kisah ini kita akan mengenal sosok beliau yang bukan sekedar penulis tetapi juga seorang ‘aviator’ saat menjalani rute pengiriman pos udara sepanjang jalur Afrika hingga Amerika Selatan. 



Sebuah perjalanan senantiasa dimulai dengan awal dan berujung pada akhir. Namun penulis mengajak kita bukan saja sekedar menelusuri sepanjang ‘jalan’ melainkan menikmati keseluruhan proses. Ibarat sebuah perjalanan darat, kita melalui jalur jalan yang telah dibentuk oleh manusia, maka dengan sendirinya lingkungan sekitar serta pemandangan yang kita lihat, telah dibuat dan diatur oleh manusia pula. Berbeda dengan perjalanan udara yang akan dikisahkan oleh beliau, karena jalur yang dilalui mayoritas merupakan lahan berat dan masih ‘perawan’ dalam artian belum pernah dilalui oleh manusia. Dari bukit dan lembah yang menjulang, hingga puncak pegunungan yang diselimuti oleh salju, tebing serta jurang dengan kawah sempit nan terjal, hingga gurun pasir seluas samudra, dan lautan bebas tiada batas, semuanya menjanjika petualangan serta kenikmatan tersendiri yang berbeda. Tiada yang dapat menyaingi keindahan perjalanan udara, terutama saat malam menjelang, menelusuri langit tanpa batas dengan pemandangan konstelasi bintang-bintang.
“Bagiku gumpalan putih itu merupakan perbatasan antara yang nyata dan tidak nyata, antara yang dikenal dan tidak dikenal. Dan aku sudah menduga bahwa suatu tontonan tidak akan bermakna kecuali melalui suatu budaya, suatu peradaban, suatu usaha. Orang gunung tahu juga tentang lautan awan. Namun, di itu mereka tidak menemukan tirai yang luar biasa indah itu.” [ p. 14 ]
Hal ini mengingatkan pengalaman pertamaku menggunakan pesawat udara. Saat memandang melalui jendela, pemandangan pesawat tinggal landas, meninggalkan lukisan pemandangan dari udara, kemudian memasuki kumpulan awan dan terbang di atasnya, wow, it’s quite amazing. Tetapi itu hanya sebagian kecil dari pengalaman yang terbilang nyaman karena pengalaman pertama dengan pesawat komersial yang dijalankan demi kenyamanan para penumpang. Lain halnya ketika menaiki pesawat angkutan barang, semacam pesawat tempur dengan baling-baling besar, tanpa ada kursi nyaman, hanya terikat pada bangku darurat dan penutup telinga karena suara mesin serta baling-baling yang sangat keras hingga guncangan yang lumayan keras pula. Apalagi saat terbang dalam cuaca buruk, hujan angin kencang dengan petir serta kilat menyambar, duh, hanya bisa duduk kaku sambil merapal doa-doa mohon perlindungan.

Dan ini pula yang menjadi agenda kegiatan sang penulis yang harus menempuh perjalanan pulang-pergi yang cukup jauh dengan medan serta cuaca tak menentu. Perbedaan nyata lainnya, jika pesawat yang aku tumpangi termasuk jenis modern dalam arti semuanya tertutup dan kendali diatur oleh mesin, maka pesawat pioner saat itu terbilang cukup primitif. Hanya ada panel kontrol untuk melakukan pengecekan singkat, disertai baling-baling dan tongkat kontrol yang mengendalikan arah serta laju pesawat. Tanpa penutup, sehingga pilot harus sering ‘mengeluarkan’ kepalanya untuk melihat ke depan dan menentukan arah di saat cuaca buruk. Yang lebih mengerikan tidak ada radar yang memberi pedoman dimana gerangan mereka berada, ibaratnya jika tersesat dari jalur perjalanan, resiko besar menanti mereka. Satu tantangan lain, jalur yang ditempuh oleh Pos Udara ini khusus penerbangan malam, sebagai salah satu terobosan lain menyaingi jalur darat dan laut. Tanpa adanya lampu listrik, maka tiada penerangan khusus bagi para pilot, hanya berbekal bintang-bintang (jika cuaca sedang baik), tanpa sinar lampu tanda adanya pemukiman (ingat bahwa jalur mereka melalui medan-medan yang sulit).

“Begitulah maka kami berubah menjadi ahli ilmu alam, ahli biologi, yang meneliti peradaban yang menghiasi dasar lembah-lembah, dan yang terkadang, berkat keajaiban, berkembang menjadi taman di tempat-tempat di mana iklim memungkinkannya. Kami juga menilai manusia pada tingkatan kosmik, dengan mengawasi melalui jendela-jendela kecil pesawat kami seperti  instrumen penelitian. Dengan demikian kami membaca kembqali sejarah manusia.” [ p. 64-65 ]
Tak pelak kisah ini membuatku menaruh rasa hormat serta respek setinggi-tingginya kepada para pilot pioner pada masa itu. Karena hanya keahlian serta kemampuan ‘membaca’ situasi serta kondisi alam yang membuat mereka mampu menempuh jalur panjang yang berat. Tidak ada keajaiban mesin dengan tombol-tombol mekanis dalam instrumen yang rumit untuk membantu mereka. Bahkan dalam satu kisahnya, penulis mengungkapkan bahwa peta geografis yang ia ingat bukanlah peta sebagaimana tertera dalam gambaran di atas kertas. Melainkan tempat dimana ia harus menghindari segerombolan kambing hutan yang suka berada di atas tebing (karena jika roda pesawat terbang terlalu rendah, alhasil kecelakaan fatal akan terjadi), atau di pegunungan mana terdapat hunian terpencil yang penghuni bersedia menjamu para pengunjungnya, dimana keberadaan mercusuar sebagai penanda lokasi serta kontak radio yang jaraknya antara satu dengan lainnya bisa bermil-mil jauhnya.

Kisah ini semakin mencekam saat penulis beserta rekan pendampingnya mengalami musibah dan pesawatnya jatuh di tengah padang gurun pasir yang sangat luas. Tanpa bekal makanan maupun air yang cukup, mereka harus bertahan dan berusaha mencari pertolongan dengan kondisi fisik yang semakin lama semakin melemah, mengakibatkan halusinasi serta pemandangan fatamorgana yang beberapa kali nyaris menjerumuskan mereka. Peristiwa yang nyaris mendekatkan diri pada kematian tersebut memberikan pandangan baru bagi penulis, akan apa yang penting dalam kehidupan. Melalui serangkaian kisah berupa rangkaian kenangan akan orang-orang yang ia temui, termasuk suku pedalaman seperti bangsa Moor dan para budak belian, sebuah pesan disampaikan kepada pembaca. Dalam kehidupan yang hanya berlangsung satu kali (karena kita tak akan pernah ingat jikalau menjalani proses reinkarnasi hehe), berbagai pilihan jalur tersedia, masing-masing memiliki resiko tersendiri.
“Air berharga senilai emas ; setitik air yang menumbuhkan sejumput rumput dari dalam pasir seperti sepercik hijau. Jika di suatu tempat turun hujan, terjadilah sebuah eksodus besar di Sahara. Oranng berduyun-duyun menuju rumput yang akan tumbuh tiga ratus kilometer jauhnya.....Dan air yang sangat langka itu, yang setitik pun tidak jatuh di Port-Étienne sejak sepuluh tahun lamanya, di tengah gemuruh air terjun Savoie di Prancis, seolah-olah persedian dunia ditumpahkan dari sebuah tangki yang pecah. Yang mengalir keluar dari perut gunung itu adalah kehidupan, darah manusia sendiri. Banyaknya air dalam satu detik mungkin cukup untuk menghidupkan kembali kafilah-kafilah yang kehausan, terkubur untuk selamanya dalam kolam garam dan fatamorgana yang tak terkira luasnya. Di sini, Tuhan menampilkan diri : tidak mungkin kita membelakanginya.” [ p. 102 ]
Namun alih-alih mengambil jalan aman yaitu jalur yang dipilih dan dilalui oleh hampir semua orang, hendaknya kita juga menikmati proses melalui jalan yang sama sekali berbeda, demi memberikan warna tersendiri bagi diri kita sebagai makhluk bagian dari alam semesta yang luas. Karena pilihan-pilihan tersebut yang menentukan nilai diri sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang diberi kebebasan untuk meraih Impian masing-masing. Satu kisah tentang pertemuan serta perjuangan penulis membantu seorang budak belian yang ingin bebas menjalani kehidupannya. Pria ini merupakan satu pemberontak dari sekian banyak budak belian yang menjalani kehidupan mereka tanpa arti khusus. Para budak belian sebagian besar diculik dan dijual kepada pembeli yang memiliki mereka hingga tenaga mereka tak lagi dibutuhkan. Yang menyedihkan, bagaikan katak hidup dalam tempurung, mereka tak lagi menginginkan kebebasan, mereka tak lagi menginginkan apa pun, hanya menjalani hari demi hari melakukan tugas-tugasnya. Tak jarang mereka yang sudah tak ‘terpakai’ diusir keluar, dibiarkan kebingungan dan memilih kematian dengan berbaring diatas tanah gersang, kering dan panas hingga ajal menjemput.

Conclusion :
There is so many things happens while I read this book. Between a little bit confusing because the author write-down his thought just like how he lead his mind wondering around the past, and he also like ‘jumping’ from one theme or subject to another story without warning, so I must puts them in the right place after reading the whole chapter. If there is such thing like diary or journal or memoar, well this type of writing a little bit mixed between them. At first I felt ‘flat’ but the curiosities still gave me a hugh influence to finished up the whole story. Thanks God, after several pages, on the way to the middle of the book, the author gave bigger issues surrounding his own tragedy, an experience near death when his plane crash in the middle of Sahara Desert.

One thing for sure I knew about Antoine de Saint-Exupéry, he is a dreamer, which in this case he cannot staying focus on working desk, his mind and imagination will wondering around everywhere. And he such an idealistic too when comes to pursue his dreams that often involving more adventures. But after the tragic accident, he put more attention on how people’s live. In here the humanitarian aspect begin its journey with him for the rest of his life. Even at WW II, he claimed his position to take war against Germany (Nazi). From his experience with slavery on Africa and South America, his feeling about people’s freedom and their choices to select which kind of living are the strong term that he also fighting for. 

Favorite Quotes :
I sat down [facing a sleeping] couple. Between the man and the woman a child had hollowed himself out a place and fallen asleep. He turned in his slumber, and in the dim lamplight I saw his face. What an adorable face! A golden fruit had been born of these two peasants..... This is a musician's face, I told myself. This is the child Mozart. This is a life full of beautiful promise. Little princes in legends are not different from this. Protected, sheltered, cultivated, what could not this child become? When by mutation a new rose is born in a garden, all gardeners rejoice. They isolate the rose, tend it, foster it. But there is no gardener for men. This little Mozart will be shaped like the rest by the common stamping machine.... This little Mozart is condemned.
Tentang Penulis :
[ source
Antoine de Saint-Exupéry, terlahir dengan nama lengkap Antoine Marie Jean-Baptiste Roger, comte  de Saint-Exupéry pada tanggal 29 Juni 1900 di Lyon, Prancis. Beliau adalah keturuna keluarga aristokrat Prancis, yang memilih jalur kehidupan yang sama sekali berbeda dengan lingkungan keluarganya. Setelah menyelesaikan pendidikan terakhir pada Colege Saint-Jean di Fribourg, ia memilih menjadi pilot pada masa wajib militer, dan melakukan penerbangan sepanjang Prancis hingga Afrika Utara sampai masa dinasnya usai di tahun 1923.

Setelah menjalani kehidupan sebagai warga sipil beberapa tahun, ia merindukan ‘penerbangan’ yang pernah dijalaninya, dan merasa tidak ada yang diharapkan dari kondisi patah hati setelah putus hubungan dengan penulis Louise de Vilmorin, di tahun 1926 ia kembali bergabung dengan Latécoère (yang kemudian dirubah menjadi Aéropostale) – salah satu penerbang pelopor yang membuka jalur pos menuju koloni-koloni Africa yang terpencil serta pedalaman Amerika Selatan serta jalur penghubung negara-negara Eropa, menggunakan pesawat terbang yang masih terbilang primitif, menjalani rute dan medan yang berbahaya. Saat Perang Dunia II dimulai, ia bergabung dengan Angkatan Udara Prancis (Armée de l’Air) melakukan misi recon hingga tahun 1940. Kemudian ia berangkat ke Amerika untuk bergabung dalam perang melawan pihak Jerman : Nazi. Ketika ia sempat ‘menghilang’ selama 27 bulan di Amerika Utara, semasa itulah 3 buah karyanya yang terkenal berhasil ditulis.Hingga ia kembali bergabung dengan Angkatan Udara Prancis di Afrika Utara, yang nyaris ditolak akibat faktor usianya yang lanjut serta kondisi kesehatannya. Dalam salah satu misi terakhirnya pada bulan Juli 1944, ia lenyap di sekitar Lautan Mediterania, dan diduga tewas di tempat.

[ source ]
Saint-Exupéry menjalani kesibukan sebagai penulis fiksi, memoar, dan puisi, sekaligus ‘pioner-aviator’ , yang memperoleh berbagai penghargaan atas hasil karya serta jasanya. Seperti National Book Award dari Amerika serta serangkaian penghargaan dunia literasi Prancis. The Little Prince telah diterjemahkan lebih dari 250 bahasa serta dialek di dunia, yang membuatnya menjadi sosok ‘pahlawan’ bagi masyarakat Prancis.Sedangkan karyanya ‘Terre de Hommes’ dianggap sebagai salah karya yang memberikan pengaruh besar dalam dunia humanitarian Internasional, hingga dijadi salah satu tema Perayaan Pekan Dunia Abad 20 pada Expo 67 di Montreal, Kanada
[ more about this author, books and related works, just check on here : Antoine de Saint-Exupéry | on Wikipedia | on Goodreads | Terre de Hommes ]
This Post are include for :
66th Book for Classic Club Project
2nd Book for Classic Spin #2
1st  Book for Antoine de Saint-Exupéry Birthday’s
Best Regards,    
        

No comments :

Post a Comment