Judul Asli : HEIDI
Copyright ©
Johanna Spyri
Penerbit Atria
Alih Bahasa : Johanna Spyri
Editor : Indah Nurchaidah &
Jia Effendie
Pewajah Isi : Aniza Pujiati
Desain Sampul : Aniza Pujiati |
Ilustrasi : Ella Elviana
Cetakan I : Desember 2009 ; 398
hlm ; ISBN 978-979-1411-72-1
Heidi adalah salah satu kisah
klasik yang kukenal justru melalui versi adaptasi film di televisi semasa kecil
yang menjadi kenangan kisah yang menarik dan tak mudah dilupakan. Ketika
akhirnya memperoleh kesempatan untuk membaca versi terjemahannya, ternyata
pengalaman menyenangkan itu kembali bahkan jauh lebih berkesan dengan untaian
kalimat yang disampaikan oleh sang penulis melalui para tokoh dalam kisah ini.
Sebuah kisah yang sebenarnya
sangat ‘simple’ tetapi berkat kejelian penulis yang melukiskan pemandangan alam
liar di pegunungan Alpen di Swiss, serta karakter gadis cilik bernama Heidi
yang mampu memikat baik para tokoh lain dalam kisah ini, sekaligus para
pembacanya, menjadikan Heidi sebuah kisah yang tak akan pernah bosan untuk
disimak berulang kali.
Dimulai dari perjalanan gadis
cilik bernama Adelaide yang dibawa oleh sang bibi ke pemondokan kakeknya di
pegunungan Alpen yang terpencil dan sunyi. Gadis yang lebih memilih dipanggil
Heidi, telah menjadi yatim-piatu saat baru berusia satu tahun, dan diasuh oleh
saudara nenek dari pihak ibunya. Ketika sang nenek meninggal dunia, putrinya
yang dipanggil Bibi Dete oleh Heidi, harus bekerja di kediaman majikannya. Maka
ia memutuskan untuk meninggalkan Heidi yang telah berusia 5 tahun dalam asuhan
satu-satunya kerabat yang masih ada, kakek Heidi yang dipanggil Paman Alm oleh
penduduk desa di kaki pegunungan tersebut.
Kehidupan pribadi Paman Alm
cukup unik, karena meski ia memiliki putra tunggal bernama Tobias, ia memilih
menyerahkan putranya dalam pengasuhan keluarga lain dan hidup seorang diri di
gunung. Pernikahan Tobias dengan ibu Heidi tidak disetujuinya, menimbulkan
pertengkaran hingga mereka putus hubungan. Kematian Tobias tanpa sempat
berbaikan dengan ayahnya, membuat pria tua itu semakin aneh, pemarah dan
dijauhi oleh penduduk desa akibat sikapnya yang kasar dan acuh. Dan kini,
seorang gadis cilik yang polos diserahkan dalam perawatan pria yang dianggap
mengerikan dan tidak tahu adat, menjadi bahan perguncingan penduduk desa.
Disisi lain, Heidi menerima dan
menjalani kehidupan barunya dengan hati riang serta penuh keingin-tahuan.
Sikapnya yang penuh keterbukaan serta polos, tampaknya mampu menjalin hubungan
serta kedekatan yang unik dengan Paman Alm. Kehidupan di gunung yang sepi, tak
mampu menghilangkan keceriaan Heidi saat ia melihat pemandangan bukit penuh
dengan bunga-bunga, perjalanan menemani Peter – bocah penggembala domba menjelajahi gunung,
bermain-main dengan domba-domba yang diberi nama satu persatu oleh Heidi, dan
berkunjung di kediaman Nenek Peter untuk memberikan hiburan bagi waniat tua
yang hampir setengah buta.
Perkiraan para penduduk desa
bahwa gadis cilik itu akan hidup sengsara akibat kekejaman Paman Alm, justru
tidak terjadi, bahkan ketidak-pedulian Paman Alm berangsur-angsur berkurang
berkat Heidi. Semuanya tampak berjalan dengan lebih baik, hingga Bibi Dete
kembali muncul suatu hari, kemudian ‘melarikan’ Heidi ke kota Frankfurt. Heidi
yang telah berusia 8 tahun, hendak dijadikan teman bermain gadis bernama Clara,
putri tunggal Tuan Sesemann yang kaya raya namun selalu sakit-sakitan hingga
tak bisa bermain atau keluar menjalankan aktifitas seperti gadis normal
lainnya. Heidi terjebak dan tak mampu kembali ke gunung bersama kakeknya,
ketika Bib Dete meninggalkan dirinya begitu saja di kediaman mewah keluarga
Sesemann.
Pertemuannya dengan Clara yang
berusia 12 tahun namun sangat rapuh dan ringkih, menimbulkan belas-kasih pada
hati Heidi yang lembut. Kedua gadis ini langsung tertarik satu sama lain dan
saling menyukai. Maka dimulailah petualangan baru dalam kehidupan Heidi. Mulai dengan
harus berhadapan dengan Nona Rottenmeier – kepala rumah tangga Sesemann yang
mengerikan dan sangat tidak menyukai Heidi, menjalin persahabatan dengan
Sebastian – Kepala Pelayan yang bermusuhan dengan Nona Rottenmeier, hingga
menemukan sosok Nenek yang dirindukan pada diri Oma – nenek Clara yang memiliki
kebaikan hati untuk melihat ketulusan serta kepolosan hati Heidi.
“Tuhan lebih tahu apa yang baik untuk kita daripada kita sendiri. Kalau kita meminta sesuatu yang tidak baik bagi kita, Dia akan memberikan hal lain yang lebih baik, kalau saja kita terus memohon dengan sungguh-sungguh dan tidak menjauhi-Nya dan kehilangan kepercayaan pada-Nya.” [ ~ Oma Clara to Heidi | p. 168 ]
Kisah ini sarat dengan
pesan-pesan moral, dirangkai dalam adegan serta kalimat-kalimat yang menyentuh.
Bagaimana sosok gadis cilik harus menjalani kehidupan yang berubah-ubah, dari
satu keluarga ke keluarga lain, belajar beradaptasi sekaligus menarik
pembelajaran penting tentang makna kehidupan sesungguhnya. Melalui sosok Heidi,
pembaca diajak mencari tahu apa sesungguhnya nilai penting yang harus
diperjuangkan dalam kehidupan manusia yang hanya sekali. Meski kisah ini bisa
dikatakan penuh dengan tragedi serta kesedihan, anehnya justru kesan positif
serta pembangkit semangat yang muncul setelah usai membaca kisah ini. Perpaduan
kesegaran humor dan canda turut mewarnai pesan serta makna yang memudahkan
siapa saja untuk senantiasa mengingat – belajar sambil bermain !! Simak cara
yang dilakukan Heidi untuk mengajar Peter yang keras kepala belajar membaca
(^_^)
“ABC harus dihafal hari ini, atau para hakim akan memberimu sangsi.DEFG haruslah mudah, kalau tidak, kau kena marah.Kalau HIJK dilupakan, itu sungguh memalukan.LM datang setelahnya, jangan kau melewatkannya.Kalau kau tahu yang datang nanti, kau kan segera ingat NOPQ.RST harus kau ingat, kalau tidak kau kena damprat.Dan kalau U dan V terbalik, nasibmu takkan menjadi baik.Kalau huruf W terlewat, kau akan dipukul tongkat.Kalau X tak kauhafalkan, kau takkan dapat makanan.Kalau Y jadi huruf terakhirmu, mereka kan mengejekmu.Kalau kau lupa Z, satu lagi, ke Horttentots kau kan pergi.”
[
more about this author and related works, just check at here : Johanna Spyri |
on Goodreads | on IMDb ]
Best Regards,
Hobby Buku
No comments :
Post a Comment