WELCOME

For everyone who love classical stories
from many centuries until millenium
with some great story-teller around the world
these is just some compilation of epic-stories
that I've read and loved so many times
... an everlasting stories and memories ...

Translate

Monday, September 30, 2013

Books "LITTLE MEN"

Judul Asli : LITTLE MEN
Copyright © Louisa May Alcott, 1869
Penerbit Atria
Alih Bahasa : Mutia Dharma
Editor : Ida Wajdi
Lay-out : Aniza
Desain & Ilustrasi Sampul : Ella Elviana
Cetakan I : Januari 2011 ; 454hlm ; ISBN 978-979-024-463-4

Josephine March yang lebih dikenal sebagai Jo – gadis periang, lincah dan banyak akal ini, telah melalui perjalanan kehidupan yang penuh petualangan sekaligus hambatan serta tragedi yang merubah dirinya menjadi sosok yang lebih dewasa, matang tanpa kehilangan sisi periang dan kegemarannya pada petualangan. Dalam kisah sebelumnya, digambarkan putus-sambung hubungan Jo dan Laurie / Teddy yang semula diharapkan menjadi pasangan (pasti kalian semua awalnya memiliki pengharapan serupa, benar kan ?) ternyata harus berpisah karena akhirnya masing-masing menemukan pasangan hidup yang berbeda.



Little Men merupakan pengalaman rumah tangga Mr. Bhaer dan Mrs . Bhaer yang mengelola kediaman di sebuah lahan luas bernama Plumfield – yang menyediakan fasilitas tempat tinggal dan pendidikan bagi bocah laki-laki terlantar dan kurang mampu. Lalu apa hubungannya dengan keluarga Marsh atau sebagaimana disebutkan diatas, dengan karakter Jo Marsh ? Nah, tentunya kalian harus membaca terlebih dahulu kisah sebelumnya Little Women dan Good Wives untuk mendapatkan keterangan selengkapnya. Singkat cerita, pasangan Bhaer tidak lain adalah Jo dan Fritz Bhaer – profesor asal Jerman yang ditemui Jo dalam petualangan setelah kematian Beth (sekaligus melarikan diri dari Laurie).

Kedua pasangan ini sama-sama mencintai anak-anak, dan meski sudah memiliki dua putra yang sangat mereka sayani, Rob dan Teddy, mereka masih memiliki kelapangan hati untuk memberikan curahan kasih sayang serta perhatian bagi anak-anak yang membutuhkan. Berkat warisan tak terduga dari Bibi Marsh, yang selalu mengancam tidak akan mewariskan harta bendanya kepada satu-satunya kerabat yang dimilikinya (yang masih hidup), justru memberikan sebidang lahan luas bagi Jo, yang dirombak menjadi Plumfield – dan dikelola secara bersama oleh anggota keluarga Marsh, Brooke, Laurence dan Bhaer.

Little Men merupakan penghiburan tersendiri yang sangat-sangat menarik dan dijamin tidak bakalan bosan membacanya. Bayangkan saja segerombolan bocah yang aktif, kreatif dan enerjik, disatukan dalam satu tempat, ibarat sekolah asrama dengan sarana pendidikan, peraturan serta penerapan disiplin, namun juga diberi kesempatan melakukan aneka aktifitas luar sekaligus petualangan mengasyikkan ... belum lagi rangkaian kenakalan, kecerobohan hingga keonaran yang muncul akibat dorongan untuk meningkatkan daya kreatifitas masing-masing. Saking asyiknya, sampai terbayangkan seandainya diriku bisa ikut merasakan bersekolah di sana (^_^)

Tunggu apa lagi, ayo segera simak petualangan ‘anak-anak Plumfield’ yang nakal, menggemaskan dan lucu-lucu. Mari berkenalan dengan Demi dan Daisy Brooke – si kembar yang lincah dan banyak akal, putra-putri Meg dan John Brooke. Kemudian saudar sepupu mereka, Rob dan si kecil nan menggemaskan Teddy Bhaer (yang sangat memuja ibunya). Ada pula Nat Blake – pemain biola berbakat, yang hidup sebatang kara sepeninggalan ayahnya, yang langsung dekat dengan Tommy Bangs yang periang dan supel. Jangan lupa George ‘Stuffy’ Cole yang gemar makan apapun setiap saat hingga tubuhnya semakin bulat. Billy Ward yang meski berusia 13 tahun namun bertingkah bagai anak usia 3 tahun akibat demam yang mengganggu otaknya, saat kelelahan karena tekanan dan terlalu banyak belajar. Serta Franz – kemenakan Mr. Bhaer yang berusia 16 tahun, selain paling tua juga merupakan asisten kepercayaan Mrs. Bhaer dalam mengelola sekolah Plumfield. Dan masih banyak lagi bocah-bocah menarik lainnya ...

Tentang Penulis :
Louisa May Alcott lahir pada tanggal 29 November 1832 dari pasangan Amos Branson Alcott – tokoh Transendentalis terkemuka, dengan istrinya Abba May. Ia merupakan putri kedua dari empat bersaudara wanita, May, Elizabeth dan Anna Alcott. Dibesarkan di Concord, Massachusetts, mereka dididik melalui pendidikan rumah (semacam ‘home-schooling’ di jaman modern) yang memberikan minat tersendiri pada dunia buku. Semenjak kanak-kanak, Louisa sudah terpikat oleh buku, mulai dari sekedar bermain ‘pura-pura’ membaca, mencorat-coret kertas seakan-akan menulis sesuatu, hingga melahap isi perpustakaan keluarganya pada masa remaja hingga dewasa. Pergaulan sang ayah yang memungkinkan perkenalan Louisa dengan para penulis ternama, mulai dari Ralph Waldo Emerson, Henri Thoreau hingga Nathaniel Hawthorne, menanamkan pengaruh yang cukup kuat untuk mendorong dirinya menekuni dunia menulis.

Salah  satu sikap ayahnya sebagai ‘anti-materialisme’ ditunjang sikap ceroboh dalam mengelola keuangan, membuat keluarga Alcott sering mengalami kesulitan keuangan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, keempat putri Alcott semenjak kecil sudah dibiasakan untuk memiliki keahlian serta kemampuan dalam menjahit , mengajar, serta tugas-tugas rumah tangga, dimana kemampuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk memperoleh upah bayaran dari pihak-pihak yang membutuhkan. Di sela-sela kesibukan membantu keuangan keluarganya, Louisa tetap menjalani ‘kesukaannya’ dalam membaca dan menulis. Puncak perubahan pada kehidupannya, dimulai pada tahun 1858 setelah kematian adiknya Lizzie akibat penyakit, disertai pernikahan kakaknya Anna, membuat Louisa mulai fokus dan mencurahkan waktu serta perhatiannya untuk menulis dan mengirimkan pada majalah serta agen penerbitan.

Berbagai karya cerita pendek, artikel dan puisi mulai bermunculan dan namanya mulai dikenal oleh kalangan pembaca dan penulis. Sebagai seorang wanita, Louisa memiliki pandangan bebas dan liberal menyangkut hak serta kewajiban wanita. Ia memilih untuk tidak buru-buru menikah selayaknya gadis seusianya, bahkan memilih mencari pekerjaan yang bisa memberikan pengalaman baru dalam kehidupannya. Pada tahun 1862, ia mendaftarkan diri sebagai relawan perawat di sebuah rumah sakit swasta di Washington di masa Perang Saudara, mampu bertahan selama 6 minggu sebelum ia harus pulang ke rumah keluarganya karena demam thypoid yang menyerang tubuhnya. Pengalaman jauh dari keluarga ini memberikan bahan bagi penulisan buku pertamanya yang berjudul ‘Hospital Sketches’ – yang cukup sukses di kalangan pembaca.

Selain itu Louisa juga melakukan berbagai percobaan dengan menulis karya menggunakan gaya serta pendekatan yang berbeda-beda, sebagian menggunakan nama samaran. Mulai dari kisah romansa drama hingga kisah horor yang seram dan menegangkan. Penggemar mengenalnya sebagai Flora Fairfield, ada pula yang menjadi penggemar A.M. Barnard – penulis ‘Behind A Mask’ sebuah kisah horor yang mendulang kesuksesan dikalangan pecinta misteri. Hingga pada tahun 1868, dengan menggunakan nama aslinya, Louisa menyajikan kisah klasik yang menempati posisi puncak dan penggemar dunia melalui ‘Little Women’. Hal ini merupakan titik tolak dalam karirnya yang mampu memberikan pemasukan dalam jumlah besar bagi dirinya serta keluarga. 

Semenjak itu, karya-karya lainnya semakin dicari oleh para penggemarnya. Dari An Old-Fashioned Girl (1870) ; Little Men (1871) ; Eight Cousins (1875) ; Rose In Bloom (1876) ; Jo’s Boys (1866) ; dan lain-lain. Selain berkutat dengan dunia tulis-menulis, hal lain yang menjadi perhatian utama Louisa adalah memperjuangkan hak kaum wanita, yang dimulai ketika ia pergi ke Eropa pada tahun 1871, dan ketika kembali ke Boston, ia terlibat langsung dalam gerakan hak kaum wanita untuk memilih dan pembatasan dalam undang-undang minuman keras. Louisa meninggal pada tahun 1888 di Boston.

[ more about the author and related works, just check at here : Louisa May Alcott | on Gutenberg | on Goodreads | on IMDb ]



Best Regards,

No comments :

Post a Comment